Larasita Maira pernah hampir kehilangan nyawa karena memulai pernikahan pertamanya dengan cara yang salah. Kejadian itu cukup mengguncang batinnya, yang kemudian membuatnya sadar dan berusaha memperbaiki diri.
Waktu berlalu, dan Laras kembali dihada...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Larasita : Mas, tolong pikirkan lagi. Kamu itu nggak benar-benar mencintaiku. Kamu cuma khawatir membuat ibumu kecewa dengan perceraian kita, lalu kamu bilang mencintai aku agar kita tetap bersama.
Larasita : Percayalah, itu bukan perasaan cinta yang sebenarnya. Itu semu, Mas. Kalau benar itu nyata, sejak kapan kamu mempunyai perasaan itu? Bagaimana bisa rasa itu bisa tiba-tiba muncul? Sementara selama ini kita jarang sekali berbicara. Duniamu dipenuhi Tsabitha.
Larasita : Tolong kembali pada kesepakatan awal kita, Mas Dirga.
"Sayang!"
Tangan Dirga bergerak cepat menggulir layar ponselnya, menutup ruang obrolannya dengan Laras yang ia pandangi sejak tadi. Atensinya berpindah pada wanita bertubuh mungil yang kini tengah menggamit lengannya dengan manja.
"Kelamaan ya, nunggu aku? Maaf," ucap wanita itu sebelum mencuri sebuah ciuman pada pipi Dirga.
"Bi!" Dirga memasang wajah pura-pura terkejut. Namun, hanya sepersekian detik karena ia langsung memberi serangan balasan pada Tsabitha. Istrinya itu bahkan hampir terjatuh dari sofa kalau saja ia tidak memberi ampun.
Tawa Tsabitha pecah memenuhi ruang bersantai mereka itu, nafasnya terengah dengan wajah memerah. Dirga memandangi paras cantik yang dua minggu ini menghilang dari kehidupannya. Bersyukur dalam hati, ia bisa menguasai diri di depan Tsabitha meski keresahan tentang Laras masih memenuhi dada.
"Kenapa segitunya ngelihatin aku, kangen, Di?" Tsabitha memang pulang terlambat hari ini, dibandingkan Dirga yang sudah pulang sejak dua jam yang lalu.
Dirga tak membuka suara, ia memajukan wajah dan mengecup lembut bibir ranum sang istri. Sebuah jawaban tepat atas pertanyaan Tsabitha tadi, sekaligus bentuk penyelamatan diri yang apik karena Tsabitha hampir menyadari kalau dirinya terus melamun. Hingga Tsabitha melepaskan pagutan mereka lebih dulu. Ada desir hangat terasa dalam diri Dirga saat mendapati wajah sayu Tsabitha saat ini. Dengan mudah, ia membawa tubuh Tsabitha dalam gendongannya menuju kamar mereka.
***
Dirga baru saja meninggalkan ruangannya pada pukul dua siang. Kantin kantor di lantai satu menjadi tujuan Dirga saat ini. Dua hari belakangan ia memang menyibukkan diri dengan pekerjaan. Rencananya besok hingga lima hari ke depan dia akan mengajukan cuti untuk menemani Tsabitha yang ditugaskan ke cabang kantornya di Bali. Dan, waktu yang ia persembahkan untuk Tsabitha itu harus ia bayar dengan kebohongan pada sang ibu, kalau ia tidak pulang ke rumah karena mendapat tugas ke luar kota.
Tidak ada pesan masuk terbaru dari Laras, setelah dua hari berlalu. Menandakan, perempuan itu masih setia dalam pendiriannya. Laras dan konsistensinya. Harusnya Dirga tahu kalau Laras tidak akan mudah berubah pikiran soal perceraian mereka. Diam-diam meski disibukkan pekerjaan, pikiran Dirga juga tak luput dari sosok Laras.
Dirga menghabiskan makan siangnya dengan cepat. Ia ingin bergegas kembali ke ruangannya untuk memeriksa beberapa laporan dari setiap cabang. Namun, niat Dirga urung terlaksana saat rekan sesama manajer datang dan bergabung di mejanya. Dirga terpaksa memesan kopi, karena tidak sopan rasanya jika ia langsung pergi dari sana.