29

13 4 3
                                    

Dua minggu untuk libur semester telah berlalu, sekarang para siswa-siswi harus kembali sibuk dengan kegiatan sekolah mereka.

Matahari tengah bersinar terang membuat suasana terasa panas. Para siswa-siswi tidak mempedulikan suasana panas itu, mereka lebih mempedulikan rasa lapar mereka.

Seperti biasanya, dengan suara para siswa yang penuh canda tawa dan keluhan rasa lapar para siswa yang tengah berada di kantin sekolah membuat suasana ramai. Setelah keluar dari keramaian itu, seorang gadis dengan mata Heterochromia-nya segera pergi ke taman belakang sekolahnya.

Dengan hati-hati dia membawa mangkuk berisi makanan berbentuk bulat yang terbuat dari daging. Sesampainya di sana, dia menyapa teman-temannya yang sudah berkumpul di sana.

"Halo!" sapa gadis itu dengan penuh energi.

"Hai Ola," sapa Linn.

Ola duduk di samping Linn, karena hanya bagian bangku itu yang tersisa di sana. Tidak ada yang membuka percakapan, semuanya sibuk untuk menghabiskan makanan mereka.

"Buku yang kau jaga aman?" tanya Ralu kepada Noe sebagai pembukaan pembicaraan mereka. Mereka semua sudah menghabiskan makanan mereka.

"Aman!" jawab Noe.

"Omong-omong gimana kita bisa ngalahin si penyihir itu?" gumam Ola sambil menompang dagu dengan tangan kiri dan tangan kanan yang mengetuk-ketuk meja taman itu.

"Entahlah," jawab Zev sambil menatap ke arah langit cerah di atasnya.

"Menurutku tidak ada yang abadi di dunia ini," celetuk Linn secara tiba-tiba.

Angin berhembus pelan hingga daun-daun pohon bergerak melambai-lambai. Ralu yang sedari tadi memejamkan matanya dengan kepalanya yang dia sembunyikan di kedua tangannya dengan posisi menyilang di meja segera membuka matanya perlahan.

"Tidak ada yang tau tentang itu, kecuali kita bisa kembali kemasa lalu dan melihat apa yang terjadi waktu itu," jawab Ralu dengan tenang.

"Buat rencana secepat mungkin," ucap Noe sambil menatap mereka satu-persatu.

Ralu mengangguk tanda menyetujui ucapan Noe. Hal yang terpenting setelah melatih kekuatan mereka ialah membuat rencana, tapi ada hal yang lebih penting dari itu.

"Kita harus tau sebesar apa." Ralu menarik napas pelan dan berbisik, "kekuatan Mara."

"Perbincangan ini kurang cocok di tempat seperti ini," keluh Ola sambil menghela napas.

"Ganti topik aja, kalian gak ada rekomendasi kerja sampingan yang ngehasilin banyak uang gitu," ucap Ola dengan malas.

"Ayahku kerja di toko roti, kamu punya bakat buat roti?" tanya Linn pada Ola.

"Setengah mungkin," jawab Ola sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal itu.

"Kalau ada niatan aku kasih tau ke ayahku," lanjut Linn.

Zev berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju bagian pojok taman. Dia berdiri di depan tembok putih yang menjadi pagar agar tidak ada siswa yang membolos.

"Mau kemana?" tanya Ola sambil berteriak.

"Bolos," jawab Zev dengan malas.

Cahaya putih sedikit kekuningan menyelimuti tubuh Zev. Dia berubah menjadi burung dengan mata merah dan bulu hitam sedikit kehijauan, bisa disebut sebagai burung perling. Burung itu segera terbang keluar dari area sekolah.

"Enak ya kalau punya kekuatan mirip Zev," keluh Ola yang menatap iri burung yang terbang menjauh itu.

Di sisi Zev, dia tengah mencari tempat sepi untuk merubah wujudnya kembali menjadi manusia. Matanya menatap ke arah gang sempit yang sepi diantara bangunan-bangunan.

Dia berhasil mendarat lebih sempurna dari sebelumnya. Sejujurnya Zev belum terbiasa menjadi seekor burung, Zev lebih sering berubah wujud menjadi kucing dan anjing.

Gang sempit itu terlihat kotor dengan beberapa kardus yang menumpuk dan debu-debu yang bertebaran. Belum lagi dengan sarang laba-laba yang cukup banyak, benar-benar tak terurus. Zev sudah terbiasa dengan tempat itu karena hanya ini tempat yang dia kunjungi untuk merubah wujudnya kembali.

Sebelum Zev merubah wujudnya kembali menjadi manusia, dia harus bersembunyi di belakang tumpukan kardus yang berada di sana. Tidak ada yang tau apakah ada orang yang akan melihatnya atau tidak.

Dengan kesempatan ini dia segera merubah wujudnya kembali menjadi manusia. Zev bersiap keluar dari tempatnya tadi, namun pada saat langkah keduanya yang belum menyentuh tanah itu terdengar suara langkah kaki cepat menuju kearah gang itu.

Zev kembali bersembunyi di balik di balik tumpukan kardus-kardus itu sambil bersandar di tembok. Zev melihat diantara sela-sela kardus di depannya. Terlihat seorang anak yang sedang berjalan mundur dengan ketakutan.

"Mau sampai kapan kau berjalan mundur?" Seorang lelaki tengah berdiri di depan anak itu sambil mendekat ke arahnya.

"Cepet bawa, keburu bos marah," ucap teman lelaki itu yang berada di samping lelaki itu sambil memainkan ponselnya.

Zev merasa dia harus menolong anak itu dari dua orang aneh itu. Dia keluar dari tempat bersembunyinya dan berjalan mendekat ke arah anak perempuan itu.

"Mau ngapain?" tanya Zev pada kedua lelaki sambil menaikkan satu alisnya.

"Nah kan, makin lama dah, urus tuh," ucap seorang lelaki yang tadinya memainkan ponselnya.

"Mau jadi sok pahlawan? Sini maju," tantang lelaki lain pada Zev.

Zev mengulung lengan bajunya sedikit dan melangkah ke depan gadis dengan rambut hijau itu. Lelaki itu segera memberi pukulan-pukulan keras pada Zev. Namun dengan usaha Zev, serangan lelaki itu tidak ada yang mengenai Zev.

'Rasanya mirip berkelahi sama orang mabuk, gerakannya acak-acakan banget,' batin Zev yang memperhatikan serangan lelaki itu dengan teliti.

Zev terus menghindar dari serangan acak lelaki itu. Sebenarnya Zev tidak bisa bertarung, namun lelaki di depannya itu benar-benar lebih parah dari Zev.

Zev mencari kesempatan untuk menyerang titik kelemahan lelaki itu. Tepat disaat lelaki itu menyerang Zev pada bagian kanan, Zev segera melangkah ke belakang lelaki itu satu langkah dan menyerang tengkuk lelaki itu dengan tangan kanannya.

"Argh!" teriak lelaki itu.

Berhasil, lelaki itu pingsan di sana. Zev tidak memperhatikan lelaki lain yang sudah berlari kearahnya dengan pisau kecil di tangan lelaki itu.

"Awas kakak ganteng!" teriak anak perempuan itu sambil menunjuk ke belakang tubuh Zev.

Zev segera menoleh ke belakang dan melihat lelaki itu yang sudah mengayunkan tangan kanannya ke atas dan siap menancapkan pisau itu ke arah Zev.

"Mati kau!" teriak lelaki itu dengan tatapan membunuh yang jelas sekali terlihat.

'Terlambat!' batin Zev dengan panik.

Yak digantung, hehe♡

Aku kasih spoileran kecil, entah kalian nyadar apa nggak. Vote yakk

EDELSTENEN [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang