PART 7

75 44 16
                                    


Aloow!!

Vote sama coment ya gaiss!!

Happy reading!

"Je, mau kemana?" tanya Iora menatap Jea yang sudah berdiri dari bangkunya.

Jea melirik jam tangan yang melingkar manis ditangannya. "Perpus. Pak Galang nyuruh gue ke perpus sebelum bel pulang, ini sepuluh menit lagi mau bel. Gue duluan, ya? Entar kelamaan lagi lo nungguin gue diparkiran," celetuk Jea.

Iora mengangguk meskipun sedikit ragu.

Kemudian, Jea melangkah keluar kelas, menuju perpustakaan. Ah, kenapa perpustakaan begitu jauh dengan kelasnya, sehingga kakinya terasa lemas untuk berjalan.

"Pak Galang," panggil Jea membuka pintu perpus perlahan-lahan, agar tidak menggangu orang lain yang berada di dalam sana.

Tapi aneh, tidak ada seorang pun didalam, melainkan hanya Pak Galang yang sedang menikmati secangkir kopi dengan bolpoin merah ditangannya. Mungkin dikarenakan bel pulang akan berbunyi, sehingga membuat siswa lain lebih dulu masuk kedalam kelas masing-masing. Cewek itu mencoba berfikir positif.

"Masuk, Je."

Jea menurut, cewek itu melangkah mendekati Pak Galang yang masih duduk di kursinya. Pak Galang kemudian mengalihkan pandangannya menatap Jea yang masih berdiri kikuk didepannya.

"Ada apa, ya pak?" tanya nya tidak ingin berbasa-basi.

"Kamu sibuk?"

"Enggak, Pak."

Pak Galang mengangguk, Pria itu beranjak dari duduknya, melangkah mendekati pintu. Jangan tanyakan keadaan Jea, gadis itu sedikit was-was dengan gurunya yang satu itu.

"Saya mau bilang sesuatu, kamu jangan pikir yang aneh-aneh. Saya hanya tidak mahasiswa lain mendengar pembahasan kita," jelas Pak Galang, seolah-olah tau isi pikiran Jea. Kini pria itu berdiri tidak jauh dari Jea. Cewek itu mengangguk kecil dengan senyuman yang terlihat dipaksakan.

"Sebenarnya, saya suka kan kamu sejak pertama kali saya ngajar di sekolah ini. Kamu mirip sekali dengan mendiang istri saya. Awalnya, saya mau menepiskan perasaan saya, karena saya tau kita hanya sebatas murid dan guru. Tapi saya tidak bisa. kalo kamu bersedia, saya bisa nunggu kamu sampe lulus sekolah."

Demi cilok seharga lima ribu, tenggorokan Jea terasa tercekat, untuk mengeluarkan sepatah kata saja dia tidak bisa.

Apa? Menunggu sampai lulus sekolah? Apa pria itu sudah gila? Dia tidak mungkin menikahi duda yang berumur dua puluh delapan tahun itu. Walaupun lumayan tampan, tapi tetap saja, pria itu bukan tipe idamannya. Apalagi Pak Galang adalah gurunya sendiri.

Jea menormalkan ekspresinya, cewek itu tersenyum canggung. Sedetik kemudian dia tertawa receh, berusaha menutupi kegugupannya.

"Haduhh... Pak. Jangan becanda, saya tidak suka di bercandain kaya gini."

Kring!!

"Sebaiknya saya pulang, Iora udah nungguin saya," belum sempat Jea melangkah keluar, suara Pak Galang lagi-lagi membuatnya terhenti.

"Saya belum suruh kamu pulang," terlihat tenang, namun seperti mengancam. Jea sampai kegelapan sendiri dibuatnya, gadis itu meremas pelan rok abu-abunya berusaha terlihat tenang. Ini yang dia tidak sukai dari Pak Galang, Pria itu tidak pernah membiarkannya bebas saat berbincang dengannya.

ENIGMA (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang