Matematika (1+1 = 2)

35 2 0
                                    

Dua manusia duduk dan bicara
Tentang cinta
dan kasih sayangnya
Lagu lama terulang lagi
Tak mengapa
Itu biasa saja

Lagu 'Dua Manusia' milik Paquita Wijaya diputar di rumah tetangga. Sementara aku dan Indira yang lagi ngobrol di Kafe Pojok Bestie gak denger.  

Semua menu yang aku pesan di kafe ini gak ada satu pun yang patut dapat bintang lima. Es coklat rasa teh manis, baso tahu dengan sensasi ngunyah bola bekel. Bikin ogah pesen lagi. 

Yang menyenangkan di Kafe ini cuma satu. Yaitu, ada Indira. Wajar memang, karena bertahun-tahun kita kembali ketemu. Saling berbagi cerita-cerita baru yang diselingi kisah keteledoran di masa lalu. 

Jika menarik waktu mundur, bohong kalau aku gak suka sama Indira. Saat itu aku hanya malu. Karena merasa gak ada satupun yang bisa aku banggakan selain pernah juara lomba makan kerupuk di tingkat RW. Itu pun dibantu panitia yang kebetulan sodara.

Temanku bilang, kalau suka ya dekati. Itulah alasannya kenapa aku memilih pindah tempat nongkrong ke salah satu studio Band di kawasan Jalan Cepot. Biar bisa deket ke rumah Indira dan SMA Husein Sastranegara. Karena itu sekolahan Indira jadi pikirku kesempatan bertemu bakal semakin terbuka. 

Jaga studio band milik teman adalah aktivitas keseharianku dibandingkan menjadi pemain Band. Meskipun dibayar tak lebih besar dari uang jajanku. Dan di saat itu juga, aku berani bilang ke orang tua agar jangan ngasih lagi uang jajan kecuali uang THR atau jika aku dalam kondisi kepepet. Nah payahnya untuk urusan kepepet itu sering banget. 

Di studio itu pula aku mengenal Gintar yang hatam lagu-lagu Dewa-19. Itu sebelum aku racuni dia dengan musik-musik alternative, grunge, britpop dan yang lainnya. 

Ada masanya, Gintar menjadi sahabat yang menyenangkan. Gak jarang dia tidur dirumahku tanpa membawa sikat gigi, sabun dan handuk. Mengeringkan badan di bawah matahari udah cukup berguna agar sisa-sisa air di tubuhnya sirna.

"Ngapain pake anduk, ahhh lemah," teriak Gintar.

"Pake kanebo mau?" aku memberikan lap berbahan sintetis yang terbuat dari spons Polyvinyl Alcohol tersebut kepadanya. 

"Berjemur ajalah, Sama-sama kering ini Le. Paling celana dalem doang yang basah," balas si Gintar sambil terpejam merasakan sinar matahari yang jatuh ke kulit punggungnya. 

"Tapi tadi sikat gigi kan?" tanyaku lagi

"Makan permen karet aja, yang penting sensasi mint-mintnya ada." ucap Gintar sambil nyengir setelah menunjukkan permen karet berbentuk plester warna ijo dari sakunya. 

"Lah kan itu udah aku beliin, yang warna kuning di kamar mandi." 

"Waaaaahhh aku lupa. Tapi gak apa-apalah, makan permen karet aja. Anggap aja lagi sarapan, ngunyah yang manis-manis." Celetuk Gintar. 

Gintar yang konyol seperti itu yang aku kenal. Dia selalu datang ke rumah di saat-saat gak terduga. Kami saling mengenal sisi terlemah dan sisi terkuat masing-masing. Dan entah bangga atau naif aku mengikrarkan kedekatan kita dengan sebutan sahabat. 

Nir [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang