Aku menguap lebar, memeluk lenganku yang mengigil kedinginan akibat angin dingin yang berembus masuk, sepertinya ada jendela yang terbuka. Hujan deras terus mengguyur sepanjang hari disusul dengan guruh dan kilat menyambar, membuat suasana tambah mencekam. Aku mengusap hidung yang memerah, bersin.
"Tom, bisa tolong ditutup jendelanya!" aku berseru keras pada Tom yang entah berada di mana.
Hening.
Tidak ada suara yang menyahut.
Aku berdecak. Menggigil. Memutuskan untuk menutup jendela sendiri.Awas saja dia!
Mengeratkan sweaterku, segera kulangkahkan kaki untuk menutup jendela yang terbuka di ujung lorong.
Ugh ... aku mengerjap-ngerjapkan mata yang terasa kebas akibat hembusan angin. Menggapai-gapai kisi jendela. Menutup jendela tersebut yang berbunyi dengan derit menyedihkan. Aku menghembuskan napas berat, meremas jemariku untuk menghangatkan diri. Menepuk kisi-kisi jendela yang telah usang dan lapuk.
"Kerja bagus anak manis, kalian telah bertahan sejauh ini. Besok lusa kami akan mulai merenovasi."
Aku tersenyum lembut, beralih untuk mengusap wallpaper dinding yang telah lepas-lepas. Rumah tua ini amat berharga bagiku. Ada banyak kenangan di dalamnya. Rumah tua besar yang terletak di pinggir Kota ini merupakan warisan tak terhingga dari keluargaku.
Dulu sekali ... rumah tua ini adalah saksi bisu kejayaan keluargaku. Aku menghembuskan napas berat, mencubit pipiku. Menyadarkan diri.
Sekarang … di mana Tom?
Aku mendengus. Dasar! Bisa-bisanya dia meninggalkan Istrinya sendirian.
"Tom, Thomas! Kamu di mana?"
Masih saja hening.Aku membuang napas kesal, berjalan menuju tangga putar. Mungkin saja ia sedang berada di lantai bawah? Namun, belum juga setengah anak tangga yang kuturuni, mendadak semua lampu rumah padam.
Gelap total.
Aku menjerit takut, memanggil Tom. "Tom! Thomas! Oh, Tuhan! Thomas di mana kau?!" aku berlari menuruni anak tangga dengan panik sehingga menyebabkan salah satu kakiku tersandung. Terjatuh dengan suara berdebum keras.
ooOoo
Aku meringis sakit, memandangi mata kakiku yang terasa nyeri. Buram, penglihatanku perlahan mulai buram. Aku mengusap mata yang berair. Rasanya amat sakit.
"Lilian! Lily! Di mana kamu?" sayup-sayup terdengar suara berat yang amat akrab di telingaku. Tom! Aku membuka mulut hendak memanggilnya. Namun, tenggorokanku tercekat.
Ah, sial. Kenapa harus di saat seperti ini!? Aku menggertakkan gigi. Kesal. Aku kesal sekali, rasanya mau menangis saja. Bulir-bulir air mata perlahan jatuh, dengan sigap segera kuusap kasar pipiku. Mengigit bibir bawahku.
"Lily!"
Aku mendongak, mendapati Tom dengan wajah pias telah berdiri di hadapanku. Napasnya masih terengah-engah tidak beraturan, entah mengapa membuatku merasa sedikit lebih baik. Tangan kirinya yang membawa lentera tampak gemetar, sedang tangan kanannya menjatuhkan sebuah buku bersampul dengan bunyi berdebum. Thomas menggigit bibir bawahnya erat-erat, tubuhnya berdiri kaku selama beberapa saat. Sorot matanya terlihat menghitam. Aku ingin sekali bertanya kenapa, tetapi mulutku seakan terkunci. Tak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
"Oh, Lily ... a-aku, maafkan aku.” Tom membungkuk, panik melihatku yang terjatuh. Pelupuk matanya terlihat berair. "Maafkan aku, harusnya tadi aku bilang padamu."
Aku menggeleng, tak masalah. Tangan besar Tom kemudian membalut pergelangan kakiku. Aku meringis, rasanya sakit. Beralih menatap Thomas, berusaha mengeluarkan suara.
“Tidak apa Thom. Kau tidak perlu meminta maaf,”
Tom masih menunduk, memandangi kakiku dengan perasaan bersalah. "Maafkan aku Lily, harusnya ak- tidak … sungguh, maafkan aku Lily,” tercekat, Thomas mengusap matanya yang berair. Ia kemudian tersenyum sedih.
"Ayo ke kamar, aku akan menggendongmu."
ooOoo
Tom membaringkanku di atas ranjang dengan hati-hati. Meletakkan lentera di atas nakas kecil samping ranjang. Aku menghembuskan napas berat, menatap cahaya lentera yang bergerak-gerak tak beraturan setelah beberapa detik beralih memandangi buku bersampul gelap dengan judul timbul berwarna emas bertuliskan Requiem yang tadi dibawa oleh Thomas. Kertas bukunya telah menguning.
Tangan Thomas beralih mengambil buku tersebut. Ia tersenyum manis. Mengusap rambutku dengan hati-hati. “Aku menemukan sebuah buku untukmu. Kupikir kamu pasti akan menyukainya.” Pria itu menghela napasnya sejenak sebelum kemudian membuka lembar pertama buku tersebut. Mulai membacakan kisah pertama untukku.
~
*Don't forget to support Author by vote and comment...
CIAO!
KAMU SEDANG MEMBACA
REQUIEM : Kumpulan Cerpen Misteri
Mystery / ThrillerBerisi kumpulan cerpen-cerpen menarik yang akan membuat kalian penasaran. Sst... banyak diisi dengan tema misteri lhoo... --- SINOPSIS Thomas dan Lily menemukan sebuah buku yang berisi kumpulan cerpen. Mereka mulai membaca kisah-kisah menakjubkan di...