Aku menatap ratusan penonton yang mulai berdiri dan bertepuk tangan. Rasanya begitu menyenangkan ketika akhirnya ada sesuatu yang bisa kulakukan namun tak bisa dia lakukan. Aku membungkuk singkat sebelum membalikkan badan menuju belakang panggung.
“Kerja bagus, Ai,”
Aku hanya mengangguk sebagai tanggapan dan meraih botol air mineral yang disodorkan oleh salah seorang staf. Panasnya lampu sorot membuatku banyak berkeringat. Aku berniat pergi menuju ruang ganti ketika suara seseorang menghentikan langkahnya.
“Wah, Ai. Aku tidak tahu, ternyata kau bisa berpuisi,”
Ai menoleh dan menemukan seorang gadis berwajah cantik dengan terusan hitam di bawah lutut. Ah, entah kenapa pakaian hitam itu begitu cocok dengannya, seperti bayangan yang selalu muncul bersamaan cahaya. Seorang pengganggu yang selalu menghalangi langkahku untuk bersinar.
“Ck. Kenapa kau ada di sini?” Aku melontarkan pertanyaan dengan nada tidak bersahabat. Tatapanku sarat akan kebencian. Tetapi yang dilakukan gadis dihadapanku hanyalah tersenyum. Senyum yang begitu memuakkan.
Pertama kali aku melihat senyum itu, sekitar lima atau enam tahun yang lalu. Aku menatap tanpa minat pada seorang gadis yang memperkenalkan dirinya dengan ceria di depan kelas. Tanpa kutahu, suatu hari nanti gadis itu akan membangkitkan monster di dalam diriku.
“-kalian bisa memanggilku El. Salam kenal,”
Ketika penerimaan rapor pertama setelah kedatangan gadis itu, nama Ai tidak lagi berada di posisi nomor satu. Sebagai gantinya, nama El yang berada di sana.
“Murid baru di sekolahmu, Ai?” Tanya Ibu menatap rekap rapor semester kelasku.
“Ya,” jawabku tak berminat.
“Hebat ya, Ai. Sampai bisa mengalahkanmu.” Ujar Ibu lagi.
Rasanya ada sesuatu yang begitu menyebalkan bersemayam di dadaku. Kalimat pujian itu, tidak pernah ditujukan padaku. Dan kini, sekali aku kalah barulah ibu peduli.“Biasa saja.” Balasku. Aku bergegas menuju kamar dan membanting pintu untuk meluapkan kekesalanku.
Saat itu, kupikir sudah cukup. Ternyata, hanyalah awal.oo0oo
“Aku salah satu tim paduan suara. Kami akan segera tampil,”
Cih. Memang siapa yang membolehkanmu mengikutiku?
Gadis itu entah kenapa selalu ada pada setiap kegiatan yang kulakukan lalu mengambil alih semua perhatian. Seperti parasit.Aku tetap diam dan mengubah arah ke toilet. Lebih agar dia tidak lagi mengikutiku. Gadis itu, masih saja bercerita panjang lebar tanpa diminta. Ah, hentikan omong kosong itu!
Aku membanting pintu tepat di depan wajahnya.Menyebalkan! Memangnya kenapa kalau dia pandai bernyanyi dan menjadi anggota paduan suara?
Waktu itu, perpisahan SMP. Aku tidak berminat ikut serta mengisi acara, lebih karena aku ingin menikmati dari tempat duduk penonton. Tapi, El berbeda. Ia haus perhatian, tanpa diminta justru mengajukan diri untuk menyumbangkan sebuah lagu perpisahan.“Lagu ini kupersembahkan untuk para guru yang telah mengajari kami selama tiga tahun ini. Juga untuk teman-teman semua yang ada di sini.”
Ia mulai bernyanyi. Aula hening, semua menikmati lantunan lirik penuh makna dengan nada yang begitu indah. Suaranya begitu bersih, nada tingginya sempurna, tarikan nafasnya begitu panjang. Suara milik El mampu memikat siapa saja. Namun bagiku, nyanyian itu tak lebih dari melodi sumbang yang memekakkan.Terlebih saat ibu berkata, “suaranya bagus ya, Ai. Apa kamu tidak mau latihan vokal juga? Katanya, El bahkan sudah pernah juara hingga nasional, lho. Bahkan ia direkrut oleh salah satu kelompok paduan suara terkenal,”
Lalu memangnya kenapa? Padahal ibu tahu, aku tidak bisa dan tidak mau bernyanyi.

KAMU SEDANG MEMBACA
REQUIEM : Kumpulan Cerpen Misteri
Misteri / ThrillerBerisi kumpulan cerpen-cerpen menarik yang akan membuat kalian penasaran. Sst... banyak diisi dengan tema misteri lhoo... --- SINOPSIS Thomas dan Lily menemukan sebuah buku yang berisi kumpulan cerpen. Mereka mulai membaca kisah-kisah menakjubkan di...