GANG SEMPIT

18 1 0
                                    

*recomendasi music.

------

Tidak ada salahnya menjadi orang baik, nak….

     Kata-kata tersebut kembali terngiang di telinga, Loui. Pemuda berbadan tegap itu menghembuskan napasnya dengan berat, memandangi langit malam yang semakin lama membungkusnya dalam keheningan. Kata-kata itu lagi, batinnya lemah. Loui tersenyum tipis, memalingkan pandangannya dari langit malam. Loui menggertakkan giginya kesal, mengumpati dirinya sendiri karena harus melalui jalan tak bertepi itu demi menuju tempat di mana wanita itu tinggal.

     Ibunya….

     Seorang wanita cantik dan bermartabat yang lahir dari keluarga terhormat. Namun, bagi Loui, Ibunya adalah wanita paling bodoh yang pernah ditemuinya. Seorang wanita tua bodoh yang rela menukar kehidupan mewahnya, meninggalkan ia dan Ayahnya untuk tinggal di tempat terpencil. Berkata akan mengabdikan dirinya untuk masyarakat miskin.
Loui tak pernah mengerti. Tidak akan pernah….

     Namun, pada akhirnya wanita tua bodoh itu tetaplah Ibunya.

    Pemuda itu menggumamkan beberapa patah kata lagi sebelum kemudian memantapkan diri dan melangkahkan kakinya menuju gang sempit penuh sesak. Sedikit gemetar, Loui menggengam erat pergelangan tangannya.

     Belasan atau mungkin puluhan? Entahlah, Loui tak tahu pasti karena ia tak pernah berhasil menghitungnya. Gerombolan atau mungkin lebih tepat disebut sebagai tumpukan daging bergelimpangan di sepanjang gang sempit tersebut. Pemandangan yang mengerikan. Onggokan-onggakan daging itu… mereka tidak mati, tidak pula hidup. Terus merintih kesakitan. Loui segera mempercepat langkah kakinya menuju ujung jalan tak berliku yang tampak begitu jauh. Namun, tiap kali kakinya melangkah menjauh, semakin menyesakkan pula rasa berat yang ada di dadanya.

     Loui membencinya….

     Perasaan aneh dan menyesakkan yang berkumpul di dadanya.

     Pemuda itu tak akan pernah terbiasa. Tidak, tidak… kalian salah jika berpikir ia begitu akibat rasa iba melihat puluhan atau mungkin ribuan nyawa yang mati mengenaskan setiap harinya akibat kelaparan. Seorang pria kecil angkuh yang hidup bergelimang harta, membuang-buang makanan mahal tanpa pernah berpikir apa makanan untuk hari esok.

     Pria itu jijik.

     Rasa jijik yang teramat sangat.

     Napas Loui naik-turun tak karuan, pemuda itu terengah. Mati-matian mempertahankan kesadarannya yang seakan diambil paksa oleh tubuhnya sendiri.

     “Tolong…”

     Darah Loui seketika terkesiap kala mendengar rintihan tersebut ditujukan kepadanya. Terseok, seonggok daging merangkak perlahan menuju Loui. Tubuh pemuda itu membeku di tempat dengan wajah pias kelabu. Begitu kumuh, kurus dan menjijikkan… itulah yang terekam jelas di mata Loui kala jari-jemari milik onggokan daging tersebut berhasil menggapainya, menggenggam erat pergelangan kakinya.

“Tolong!”

     Napas Loui tercekat, disusul dengan puluhan tangan-tangan kumuh yang berusaha menggapai, menjeratnya. Menenggelamkan pria itu dalam ketakutannya sendiri.

     Detik jam berhenti berdetak. Kali ini kesadaran Loui benar-benar telah menghilang

ooOoo

Adalah suara nyala televisi beserta desing angin yang membangunkan Loui dari alam bawah sadarnya. Pemuda itu menatap nyalang langit-langit yang berwarna putih, mengumpulkan segenap kesadaran dan tenaganya.

     “Jangan banyak bergerak dulu,”
Suara tersebut berhasil mengalihkan perhatian Loui, ia melirik ke samping kirinya dan mendapati seorang wanita yang mengenakan jas super rapi tengah duduk sembari membaca buku saku tebal miliknya. Kacamata gagang milik wanita tersebut berkilat terkena pantulan cahaya. Loui mengerang kesal yang membuat wanita itu mau tak mau menahan senyum tipisnya, berjalan mendekati Loui.

     “Jadi, apalagi sekarang?” tanya wanita tersebut kepada Loui dengan nada halus yang dibuat-buat.

     Loui tidak menjawab, tangannya gemetar menyambar secangkir gelas di atas nakas kemudian mulai menenggaknya hingga tandas. Pemuda itu mengelap kasar ujung bibirnya, beralih menatap wanita di sampingnya. Loui membuka mulutnya, hanya saja kerongkongannya terasa tercekat padahal ia baru saja menenggak segelas air. Setelah menjilat bibirnya beberapa kali akhirnya ia berhasil juga meloloskan suara cicitan kecil tak berarti.

     “Terimakasih, El.” Loui kemudian menunduk, tak berani menatap mata wanita tersebut. El –nama wanita itu– tak mempermasalahkannya, ia hanya mengangguk kemudian mengusap rambut Loui dengan lembut.

     “Katakan itu nanti pada Direktur karena dia yang telah membantumu, oke?” ucapnya kepada Loui yang di balas pemuda itu dengan anggukan kecil beserta helaan napas lelah. Loui kemudian menatap siaran yang di tampilkan oleh salah satu stasiun televisi, entah mengapa pemuda itu merasa ada yang janggal.

     Benar saja.

     Siaran itu memperlihatkan seorang reporter yang tengah meliput gang sempit tepat di mana Loui terjatuh tak sadarkan diri. Terlihat onggokan daging-daging tak bernyawa yang berkumpul membuat gunungan mengerikan tak berbentuk, di mana lalat-lalat gemuk terbang mengitar tanpa henti. Tetapi bukan itu yang menyita perhatian Loui sepenuhnya.

     Seorang wanita …

     Seorang wanita yang telah kehilangan sinarnya terduduk dengan pandangan kosong di samping onggokan-onggokan daging tersebut.

     Mulut Loui mendadak lemas, wajah pemuda itu perlahan kehilangan warnanya. Ia mual, mual yang teramat sangat. Kepalanya berputar hebat, pikirannya kacau.

     Desing angin yang meluncur keluar dari mulut air conditioner dalam ruanganlah yang berhasil menyadarkan pemuda itu dan membawanya keluar dari pemikiran-pemikiran liar di alam bawah sadarny. Kenyataan bahwa dirinya masih berada di dunia. Napasnya tersengal, entah mengapa dadanya terasa begitu sesak.

     Melihat sikap Loui, El dengan cepat mendatangi Loui. Berusaha menenangkan pemuda tersebut. “Loui bernapaslah, tak masalah.”

     Namun, manik mata Loui telah menangkap sebuah tulisan yang terpampang tepat di hadapannya. Tulisan yang seakan memang ditujukan untuknya oleh siaran tersebut.

     ‘Mereka juga manusia, kita semua adalah manusia’

     Kali ini, Loui berhasil mengeluarkan isi perutnya.

~

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara vote dan comment.

CIAO!

REQUIEM : Kumpulan Cerpen MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang