BERPUTAR

6 2 0
                                    

CHAPTER 1

     SPLASH

     Hein tersentak, membuka mata. Gadis itu terbatuk, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit. Sial! Ia terlambat.

ooOoo

Hein berdecak malas, ia mendelik benci pada satpam yang tak mau membukakan pagar untuknya, kini ia terpaksa berdiri bersama murid-murid yang juga terlambat. Hein menggigit kuku jarinya, ia malu sekali. Gadis itu berusaha keras untuk tidak mempedulikan pandangan orang-orang terhadapnya. Hah ... itu karena ia merupakan satu-satunya murid perempuan yang datang terlambat.

     Sial! Hancur sudah harga diriku, batin Hein dengan perasaan remuk. Berdecak dialihkannya pandang menuju bangunan sekolah. Mata gadis itu menyipit, ia seakan melihat seseorang tengah berdiri di atap gedung tersebut. Hein semakin menajamkan penglihatannya, seorang murid perempuan berdiri tenang di atas sana.

     Apa ya- 

     Belum selesai ucapan Hein, murid itu sudah lebih dahulu menjatuhkan dirinya. Hein menjerit, membuat upacara yang berlangsung terganggu. Hein oleng, gadis itu terjatuh di tengah orang-orang yang sibuk berkasak-kusuk bingung mengapa ia berteriak. Penglihatan Hein perlahan menghitam.

ooOoo

SPLASH

     Hein tersentak, membuka mata. Napasnya menderu kuat. Gadis itu mengerjap cepat, dadanya naik turun. Napasnya terasa sesak. Melirik jam yang dilihatnya sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit. Hein tertawa sesak, lagi? Ia lelah.

ooOoo

Hein menghela napas berat, gadis itu menengadahkan matanya ke bangunan sekolah. Ia menyipitkan matanya, sebentar lagi ia akan melihat sesosok murid yang tengah berdiri tenang di atas sana.

     Gadis itu membuka mulutnya hendak berteriak. Namun, belum sempat ia berteriak, seseorang telah lebih dulu membekap mulutnya. Suara berdebum keras mendadak memecah keheningan. Para murid yang awalnya khidmat mengikuti upacara berubah gaduh, menjerit-jerit ketakutan melihat tubuh seorang siswa yang tergelatak tak benyawa. Sekujur tubuhnya telah bersimbah darah. Di tengah kegaduhan itu, Hein diseret menjauhi lapangan entah oleh siapa. Gadis itu memberontak, tetapi tenaganya kalah kuat dengan orang yang menyeretnya.

     "Diamlah!" desis orang yang menyeretnya, membawa Hein ke gudang olahraga.

     "Siapa kau!?" bentak Hein ketakutan kala orang tersebut telah melepaskannya.

     "Panggil aku, Lue. Nah, Hein ... katakan yang sejujurnya. Sudah sejak kapan kau sadar bahwa kita hanya berada di satu waktu yang berulang?"

     Hein tersentak, "apa maksudmu?!" teriaknya gugup. Lue menyeringai.
"Hein, seperti yang kau lihat. Aku juga tahu, tidak perlu menutupinya lagi. Kau sadar bukan? Bahwa waktu terus berulang?"

     Hein terdiam, gadis itu menunduk. Badannya gemetar dari atas ke bawah. "Kau benar, aku sudah menyadarinya. Dan itu mengerikan. Aku selalu berpikir bahwa ini semua hanyalah mimpi dan suatu saat aku akan terbangun dari mimpi buruk ini. Namun, sampai sekarangpun aku masih belum bangun." Hein mengangkat wajahnya, bulir-bulir air mata mengalir deras membasahi pipinya. Lue terdiam, berjalan mendekati Hein, mengusap air mata gadis itu.

REQUIEM : Kumpulan Cerpen MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang