Ketika mulut tak lagi bisa berkata-kata, maka air mata lah yang berbicara. Karena saat seseorang bersedih, sepatah kata pun terasa sulit diucapkan. Maka cara terbaik untuk mengucapkan sesuatu adalah dengan air mata.
Setitik demi setitik air mata jatuh di sepanjang jalan setapak di belakang rumah. Jalan menuju sebuah hutan terlarang. Hutan yang tak boleh dimasuki. Karena ada sesuatu di dalamnya.
Yumi bukanlah orang yang suka bertindak tanpa berpikir. Namun, ia butuh tempat untuk berteriak sekarang. Ia butuh tempat untuk menumpahkan segalanya tanpa diketahui orang lain. Karena ia tak ingin siapapun melihat sisi dirinya yang rapuh.
Mata indahnya telah lelah untuk menangis. Namun, Ada begitu banyak isi hati yang perlu ditumpahkan.
Ketika bertengkar dengan teman, Yumi punya keluarga untuk menghiburnya. Ketika merasa kesal dengan guru, Yumi punya keluarga yang menasehatinya. Ketika gagal mencapai tujuan, Yumi punya keluarga yang bersedia memeluknya, meredakan tangisannya.
Namun, siapa yang akan menghiburnya sekarang? Siapa yang akan menasehatinya sekarang? Siapa yang akan memeluk dan meredakan tangisnya sekarang?
Siapa?
Karena kini sumber masalahnya adalah keluarga.
Keluarga Yumi, cukup biasa dengan perdebatan-perdebatan kecil. Karena setiap orang punya pendapat. Namun, kadang perdebatan kecil itu bisa menjadi konflik besar. Dari segala hal yang pernah diperdebatkan, Yumi tak pernah menyangka bahwa topik tentang tolong menolong lah yang memicu konflik kali ini.
Perlahan, tangisan itu reda. Segera Yumi sadar, kini disekelilingnya penuh dengan pepohonan yang menjulang. Cahaya bulan tertutup rindangnya daun. Entah kenapa, ini terasa agak mengerikan baginya. Ia mengedarkan pandangnya ke setiap sudut. Sama saja! Tak ada bedanya. Hutan ini bagaikan labirin pepohonan.
Samar-samar, dari arah tenggara, sebuah cahaya terlihat. Yumi begitu penasaran dan mencoba mencari asal cahaya. Seketika, Yumi sadar—atau mungkin berharap—bahwa ia sedang bermimpi.
Ini hanya mimpi. Benar. Aku tak mungkin begitu nekad sampai lari kehutan hanya karena perdebatan kecil. Benarkan? Aku tak seberani itu. Aku tak senaif itu!
Betapa pun Yumi mencoba meyakinkan diri sendiri, semua yang ia saksikan itu nyata. Pertarungan yang terjadi antara 5 pria setengah serigala dan seorang anak lelaki, itu nyata! Letusan-letusan cahaya yang dikendalikan dengan tangan oleh si anak, seolah sihir, itu nyata. Semua nyata.
"Dengan menjadikanmu sandera, kami akan melengserkan kedudukan Raja Vampir- yang kuat! Dengan begitu, kami dapat menguasai para vampir!"
Bahkan vampir atau apapun itu yang dimaksud oleh si pria manusia serigala...
Ini hanya halusinasiku! Tidak ada manusia serigala, atau pemburu atau apapun itu. Tak ada Kerajaan disini. Sistem pemerintahan saat ini bersifat presidensial!
Yumi masih berusaha membantah apa yang ia lihat dan dengar. Gadis itu berlari, berusaha mengabaikan teriakan anak lelaki yang dijadikan sandera oleh pria manusia serigala.
Hati kecilnya berseru, selamatkan anak itu!
Namun keegoisan tak sejalan dengan perasaan. Mencoba memerintah otak Yumi untuk terus berlari menjauh.
Jangan lihat kebelakang! Itu hanya halusinasi!
Seberapapun Yumi mencoba untuk egois, suara hatinya malah semakin kuat.
Bahkan, meski hati kecilku ingin, bahkan jika aku ingin sekalipun, tak ada yang bisa kulakukan! Dalam novel fantasi sekalipun manusia tak bisa mengalahkan manusia serigala dengan tangan kosong!

KAMU SEDANG MEMBACA
REQUIEM : Kumpulan Cerpen Misteri
Mystery / ThrillerBerisi kumpulan cerpen-cerpen menarik yang akan membuat kalian penasaran. Sst... banyak diisi dengan tema misteri lhoo... --- SINOPSIS Thomas dan Lily menemukan sebuah buku yang berisi kumpulan cerpen. Mereka mulai membaca kisah-kisah menakjubkan di...