Larasita Maira pernah hampir kehilangan nyawa karena memulai pernikahan pertamanya dengan cara yang salah. Kejadian itu cukup mengguncang batinnya, yang kemudian membuatnya sadar dan berusaha memperbaiki diri.
Waktu berlalu, dan Laras kembali dihada...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Terik matahari menyambutnya begitu turun dari taksi, membuat Laras dengan segera meraih kaca mata hitamnya dari saku kemeja. Ditutupnya kembali pintu taksi daring yang ia tumpangi itu dengan hati-hati, Laras mengucap terima kasih pada sang sopir lalu melangkah menaiki trotoar bersamaan dengan taksinya pergi.
Ia sedikit berjalan menyusuri trotoar yang merupakan ujung dari jembatan yang membentang di atas sungai yang bermuara ke laut jawa itu. Tak jauh dari sana, terdapat tangga menurun yang akan mengantar Laras menuju rumah singgah yang tujuh tahun belakangan ini sering ia datangi.
Biasanya Laras datang untuk berbagi makan siang bersama, mengadakan syukuran di hari ulang tahunnya, atau setiap kali Laras merasa perlu me-recharge rasa syukur atas apa yang telah ia miliki. Laras memang merasa jauh lebih beruntung dari anak-anak jalanan yang singgah di tempat ini. Dulu, saat menjadi yatim piatu di umur tiga tahun, ia dipertemukan dengan ibu dan ayah angkatnya yang merawatnya dengan baik. Lalu saat keluarga angkatnya retak dan hancur dalam segi ekonomi, ada ART keluarganya yang menampungnya untuk tinggal, sehingga ia tidak perlu merasa terlantar.
Dan, ketika ART yang sudah Laras sudah anggap sebagai ibunya sendiri itu meninggal dunia, Dygta; putra wanita itu juga menjaganya dengan baik. Hingga Dygta memiliki keluarga baru, dan Laras dalam keadaan hancur, ia masih memiliki ayah angkatnya yang menyambut kepulangannya dengan sukacita. Meski melewati berbagai kesulitan, Laras selalu mempunyai tempat untuk kembali. Tidak seperti para anak jalanan yang harus puas dengan menjadikan rumah singgah sebagai tempat mereka pulang sementara.
Tempat ini selalu menyejukkan baginya. Dari balik kaca mata hitamnya Laras menikmati pemandangan aliran air sungai yang tenang. Diiringi desau angin yang mencipta gemulai pada pohon-pohon bambu yang menjorok ke sungai. Waktu memang sudah hampir sore, dan tempat ini masih tampak sepi, karena anak-anak biasanya akan kembali bersamaan dengan sang surya yang juga pulang ke peraduan.
"Yas!"
Laras menoleh ke sumber suara, pada Anye yang datang ditemani asistennya; Jaylani.
"Kak Ayas, long time no see!" Jaylani turut menyapa Laras.
Laras menyambut kedatangan mereka dengan riang, ia memeluk Laras dan bertanya kabar Jaylani sebelum asisten Anye itu pergi ke aula untuk menyiapkan makan malam bersama anak-anak setelah Maghrib.
"Maaf ya, Nye. Aku pesannya mendadak," ucap Laras tak enak hati. Tercetusnya niat mengadakan makan malam bersama di rumah singgah ini memang muncul tiba-tiba. Entah kenapa memikirkan Dirga tidak juga membalas pesannya membuat Laras gusar sendiri. Secara kebetulan Ayas Kitchen tidak sedang menangani banyak pesanan. Jadi, Laras memutuskan mencari hiburan di tempat ini dengan mengadakan makan malam bersama anak-anak.
"Nggak apa-apa, Yas. Aku malah senang karena jadi bisa ketemu kamu," ucap Anye lembut.
Percaya tidak percaya, Anye pernah dibuat gagal menikah oleh Laras dulu. Kalau diingat-ingat lagi, Laras tidak menyangka ia akan sedekat ini dengan Anye setelah semua perbuatan jahat yang ia lakukan.