6

614 57 2
                                    

Kebetulan sekali.

Mungkin semesta sedang membantu Revan menuntaskan masalah rumah tangganya yang cukup pelik ini. Hari ini Revan juga Evelyn yang ditunjuk sebagai chief Pramugari pesawat, sedang berada di kantor. Evelyn ditugaskan untuk melaporkan perjalanan kemarin kepada atasannya.

"Eve, setelah meeting, temui saya di rooftop," ucap Revan sebelum meeting dimulai dan hanya dibalas anggukan oleh yang bersangkutan.

"Mau ngapain lo? Jangan kasar sama perempuan, Van," bisik Bimo yang kebetulan berada di sebalah Revan.

"Gue ngga bego, Bim. Santai aja."

Sepanjang meeting, Revan terus memandang marah Evelyn. Masa bodo dirinya dikatakan tidak profesional juga. Ia hanya mau Kaynara kembali padanya. Persetan dengan kata orang.

Setelah selesai, Revan berjalan lumayan cepat ke rooftop. Ia tak sabar mendengar penjelasan Evelyn tentang apa yang diperbuat olehnya itu.

"Jelasin ke saya, apa mau kamu?" tanya Revan langsung.

"Apa maksud kamu, Van?" Evelyn balik bertanya sambil berusaha menggenggam tangan Revan.

Tentu buru-buru Revan menepis. "Don't touch mine with ur fucking hand!"

Katakanlah dia kasar, tapi biarlah. Toh dia sudah kepalang emosi.

"Kok kamu kasar sama aku sih, Van?"

"Jawab pertanyaan saya, Eve!" Revan berbicara sangat tegas.

"Ok! Aku emang rekayasa semuanya, tapi aku ada tujuannya."

Revan terlihat sekali menahan amarahnya. Dia tidak habis pikir. Bagaimana seorang sahabat bisa sejahat Evelyn.

"Dari dulu, kamu lebih ngutamain si gendut itu. Kamu gila karena dia, Van. Saking gilanya, kamu ngga liat aku di depan kamu. Kamu dulu selalu anggap Kaynara itu segalanya bagi kamu."

"Kaynara itu sahabat terbaik saya. Dia selalu ada kapanpun saya butuhkan. Dan satu hal, kamu salah besar karena anggap saya begitu. Kaynara segalanya bagi saya bukan cuma dulu, tapi sampai sekarang bahkan selamanya. Dia ngga akan bisa tergantikan, apalagi dengan wanita seperti kamu," kata Revan.

Sakit hati? Masa bodo. Revan tidak peduli.

Ketika beberapa langkah ia meninggalkan Evelyn, dirinya berbalik. "Wanita hamil yang kirim foto ke Kaynara, itu ulah kamu juga kan? Tolong hentikan sebelum saya bertindak tegas sama kamu."

"Bukan!"

Revan kembali menoleh. Siapa lagi?

"Untuk itu bukan aku. Itu semua ulah sahabat kamu."

"Sahabat? Siapa?"

"Janji sama aku. Kalau aku kasih tau, kamu nikahin aku, Van."

"Jangan gila kamu, Eve! Kamu itu sadar ngga sih sama perbuatanmu? Huh? Kaynara itu tulus sahabatan sama kamu, Eve. Kenapa kamu bales kaya begini?"

"Aku juga tulus sama dia, Van, tapi aku cinta sama kamu. Dia selalu ganggu aku kalo mau deket sama kamu."

"Sadar ngga kamu siapa yang bikin kita ini deket? Huh? Kaynara, Eve, KAYNARA!! Please kali ini aja, berpikir jernih, Evelyn. Mau sampai kapanpun, ada atau ngga adanya Kaynara, saya ngga akan balik sama kamu."

"Segitu cintanya kamu sama dia, Van?"

"Itu ngga penting untuk saya jawab. Saya tanya sekali lagi, siapa yang kirim gambar itu ke istri saya?"

Evelyn tak menjawab.

"Fine. Saya bisa cari tau sendiri. Tapi siap-siap aja, saya ngga akan sudi liat batang hidung kamu."

"Bimo." Revan kembali menghentikan langkahnya. "Dia minta aku buat sewa perempuan hamil dan kirim foto itu ke Kaynara," lanjut Evelyn.

"Bimo?"

"Aku punya bukti kalo kamu mau tau lebih jelas."

Benar saja. Evelyn menunjukkan beberapa chat Bimo dengan dirinya yang sedang merencanakan kehancuran karier juga rumah tangga Revan.

Tak pikir panjang, Revan segera mendatangi Bimo di ruangan. Tanpa aba-aba, ia langsung melayangkan bogem mentah di wajah Bimo dengan keras hingga sang empunya tersungkur. Sontak itu membuat karyawan lain melerai.

"Apa maksud lo ngirim foto itu? Hah?" Wajah Revan sudah memerah menahan amarah.

"Jadi lo udah tau semuanya? Bagus deh. Biar lo sadar diri."

"Apa maksud lo, Brengsek?"

"Lo udah ambil semua yang gue mau. Gue udah bertahun-tahun dan masih jadi co-pilot, sedangkan lo cepet naik kariernya karena lo orang kaya dan sekolah di lembaga mahal yang bisa bikin lo cepet jadi pilot," katanya. "Gue mau karier dan hidup lo ancur, Van. HANCUR!!"

"BRENGSEK!!" Pegangan 2 orang yang menahan Revan terlepas hingga sebuah pukulan kembali mendarat di bibir Bimo yang sudah berdarah. Ia pukul lagi, tak peduli dengan orang-orang yang melerainya.

"Mas Revan cukup!"

Revan berhenti karena mendengar suara Kaynara disini. Ia bangkit dan benar saja dugaannya. Sang istri datang.

"Kamu kenapa berantem begini sih? Berhenti."

"Dia!" Revan menunjuk Bimo yang sudah ada darah mengalir di bibirnya yang sedang menyeringai itu. "Dia yang udah bikin rumah tangga kita hampir hancur, Kay. Dia dan Evelyn!!!"

"Mas! Ini kantor. Tenang, Mas."

"Kay, please. Kamu harus percaya sama aku, Kay. Aku ngga pernah macem-macem, Kaynara."

Revan menangis. Argh biarlah teman-temannya menganggap cengeng atau bodoh.

"Iya iya. Aku percaya kamu. Yang tenang, Mas." Kaynara membawa Revan kepelukannya. Dia tahu suaminya sedang sangat emosi terasa dari pelukannya yang sangat erat.

Beberapa saat setelah tenang, Kaynara membawa Revan duduk di sebuah taman di dekat kantornya. Revan sangat berantakan. Kancing bajunya terlepas, rambutnya berantakan, dasinya sudah tak tertengger disana, dan ada beberapa luka goresan kuku.

"Lega udah berantem?"

"Sakit tanganku."

"Makanya jangan pake emosi. Jadi begini," katanya seraya mengobati luka tangan dan pipi.

"Aku ngga peduli. Aku cuma mau kamu balik ke rumah, Kay. Aku mohon."

"Iya. Kai juga udah di rumah kok. Tadi ada yang jelasin ke aku apa yang terjadi selama ini. Maaf ya, Mas, udah ngga percaya sama kamu."

Revan merangkul Kaynara yang kini memeluk pinggangnya.

"Kok ngga ada pinggangnya skrg?"

Kaynara mendecak seraya mencubit perut Revan.

"Tapi aku serius, Kay. Aku ngga mungkin selingkuh. Bahkan ada niatnya aja enggak."

"Semoga bener kaya gitu ya, Mas."

"Aku ngga mau kehilangan kamu dan Kai, Sayang."

"Iya. Maafin aku ya, Mas."

"Iya. Maafin aku juga, ya," kata Revan. "By the way, boleh ngga aku cium kamu disini, Kay?"

Si Gendut dan Si Casanova Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang