2

948 88 9
                                    

Empat hari sudah Revan tidak pulang. Sejak hari dimana Kaynara menerima pesan itu, ia tak menghubungi Revan sama sekali. Bahkan ia tidak menerima telepon atau hanya sekedar membalas pesan Revan. Kini lelaki itu pulang dengan perasaan sedikit tak tenang.

"Kaynara?"

Tak ada jawaban. Revan taruh kopernya di depan pintu dan mencari istrinya itu. Untunglah ternyata Kaynara sedang di dapur dan tengah fokus memasak.

"Sayang? Kok diem aja aku pulang?"

"Oh iya. Aku ngga denger, Mas."

Revan merasa ada yang tak beres dengan istrinya. Ia mendekat, lalu menuntun Kaynara untuk menghadap kepadanya.

"Kenapa? Kamu sakit?" tanya Revan.

Kaynara menggeleng, lalu tersenyum. "Enggak. Emang kenapa?"

"Aneh aja, biasanya mau se-silent apapun aku masuk, pasti kamu tau."

"Aku kan lagi masak, jadi ngga tau. Udah sana gih mandi."

"Yaudah aku mandi dulu. Nanti kita ngobrol." Ketika Revan ingin mencium kening Kaynara, dia buru-buru menghindar.

"Aku bau. Nanti aja," katanya.

Revan yakin sekali pasti ada yang tidak beres. Tidak pernah sekalipun Kaynara seperti ini, ia tak mengerti juga apa maksudnya.

Keesokkan paginya, Revan melihat Kaynara sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Iapun sama karena hari ini adalah jadwal dia ke kantor untuk memberikan laporan ke atasannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Revan. Mereka masih berada di kamar, sedang bersiap-siap.

"Kerja," jawab Kaynara seraya menyisir rambut sebahunya.

"Kerja? Sejak kapan kamu kerja lagi?"

"Kemarin. Aku ditawarin balik ke kantor lama, kesempatan kan?"

"Buat apa kamu kerja?"

Kaynara menoleh. "Kok buat apa? Ya biar punya uanglah."

"Emang uang dari aku ngga cukup?"

"Lebih dari cukup, tapi aku kan ngga bisa andelin kamu doang. Kalo suatu saat kita pisah, jadi aku udah terbiasa kerja sendiri."

"Hati-hati kalo bicara, Kaynara!" sentak Revan.

"Udah ah, aku mau pamitan sama Kai, terus berangkat. Aku pergi ya."

Kaynara pergi begitu saja tanpa memperdulikan Revan. Ia tak ingin membahas masalah kemarin juga. Ia tak mau emosi, biarlah Revan yang menyadari kesalahannya sendiri. Kalau dia merasa, tak apa. Mau tidak merasa, yasudah. Toh Kaynara sudah bulat dengan keputusannya.

Sepanjang hari, perasaan Revan tak karuan. Ia terus memikirkan keputusan Kaynara yang melakukan suatu hal tanpa sepengetahuan dan persetujuannya dulu. Ia tak fokus bekerja. Bahkan pandangannya kosong karena pemikirannya hanya tertuju pada Kaynara.

"Van, kenapa lo?" tanya Bimo yang membuyarkan lamunannya.

"Ngga apa-apa. Lagi kecapekan aja kayanya."

"Ngga biasanya. Kenapa? Ada masalah sama istri?" tanyanya yang seolah mengetahui apa yang ada dipikiran Revan.

"Enggak, Bro. Lagi kecapekan kerja aja kayanya."

"Ngga ada salahnya buat ambil cuti dan abisin waktu lo buat keluarga, Van."

"Iyalah nanti gue cari waktu."

Dijam istirahat, Revan tidak pergi ke kantin. Ia memilih untuk berdiam di ruangannya sembari memainkan ponsel. Berharap, Kaynara menelepon seperti biasanya. Sambil menunggu, ia buka galeri dan melihat betapa indah keluarga yang ia miliki. Di foto itu, terlihat Kaynara dan Kai sedang tertawa. Saat itu mereka pergi ke mall. Perjalanan pertama Kai setelah lahir ke dunia. Tersungging senyuman di bibir Revan tatkala dirinya mengingat moment itu. Hingga, ponselnya berbunyi.

From : Rafly SMA

Gue udah bilang sama lo, jangan buat Kaynara nangis kan, Van? Lo ingkar! Dia telepon gue nangis-nangis dan bilang lo selingkuh. Jelasin sekarang ke gue, Brengsek!!!!!

Si Gendut dan Si Casanova Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang