Kaynara terkejut sampai mulutnya ternganga ketika melihat rumahnya yang sangat berantakan seperti kapal pecah ini. Ia sempat berpikiran kalau rumahnya kemasukan maling, tapi hal itu ia libas habis karena yang berantakan, bukan barang-barangnya melainkan mainan Kai.
Anak itu memang sedang aktif-aktifnya bertingkah. Maklum dia sudah bisa berjalan sedikit demi sedikit. Tetapi, Kaynara yakin ini bukan pure kelakuan Kai. Pasti ada campur tangan Revan di dalamnya.
"Mas Revan?"
"Sayang, mama pulang. Ayo kita susul." Revan terlihat berjalan dengan langkah kecil dengan Kai yang mengikutinya dari belakang.
"Mama." Kai bergumam belum jelas.
"Kalian ngapain sih ini? Mama cuma tinggal ke pasar doang, tapi udah kaya abis kemalingan gini."
"Iya iya nanti aku beresin. Ini nih, Kai tadi belum selesai main disana, eh mau main yang lain. Terus tadi dia laper, jadi aku buatin makanan," kata Revan santai.
Kaynara menoleh ke arah dapur yang ternyata tak kalah berantakannya dari ruang keluarga. Piring berserakan, bekas makanan, wajan dan teflon kotor memenuhi bak cucian piring.
"Astaga, Mas. Kamu kalo mau bikin aku pingsan, ngga gini caranya dong."
"Kalo itu biar aku jelasin ya. Tadi aku mau masak, kupikir pake teflon kecil muat, eh ternyata enggak. Jadi aku ganti ke wajan deh. Terus piring itu belum kucuci karena lagi direndam dulu biar minyaknya hilang."
Kaynara menarik nafas, menahan amarahnya.
Inilah kebiasaan sang suami dikala libur bekerja. Sejak Kai sudah bisa diajak bermain, pria itu sering menghabiskan waktunya bersama dengan sang anak. Ia jadi lupa membantu Kaynara membereskan rumah disaat baby sitter Kai sedang cuti.
"Udah jangan panik. Biar aku yang beresin."
"Selangkah lagi kamu mendekat, kentang ini bakal ngenain kepala kamu ya, Mas," ancam Kaynara sambil memegang sebuah kentang mentah. Tentu dia hanya mengancam, tidak sungguh-sungguh.
Sejak itu, Kaynara sibuk berbenah. Ia habiskan setengah harinya untuk membereskan kekacauan ini. Hingga tak terasa petang hari sudah menjelang. Ia akhirnya bisa duduk di sofa empuk, merilekskan diri.
"Sayang..." Revan mendekat, kemudian ikut duduk di sebelahnya. "Aku pijitin ya."
"Ngga perlu," balas Kaynara sambil menyenderkan kepalanya.
"Kamu marah ya sama aku dan Kai? Maaf deh sayang. Kita beneran ngga nyangka kalo seberantakan itu."
Kedua bola mata Kaynara yang semula tertutup, kini terbuka lebar dan menatap sang suami yang sudah memasang wajah memelasnya.
"Ngga sengaja kamu bilang? Mas! Bisa ngga kamu kalo lagi libur, bantu aku sedikit aja buat beberes rumah? Bukan malah bikin makin berantakan gini."
"Iya sayang. Maaf. Nanti aku bantuin deh."
"Maaf maaf terus. Kamu jadi kaya anak kecil tau ngga? Diulang aja terus kesalahannya."
Revan terdiam dengan wajah cemberut.
"Udah mandi belum?"
Revan menjawabnya dengan gelengan yang membuat Kaynara menghembuskan nafasnya kesal.
"Aku kira tadi kamu mandi bareng Kai. Yaudah sana mandi duluan. Biar aku yang jagain Kai."
"Kamu ngga capek?"
"Ya capek, tapi mau gimana lagi? Kasian kalo dia sendirian."
"Yaudah. Janji mandinya 5 menit."
"Halah 5 menitnya kamu mah sejam buat aku."
Benar ternyata apa yang dibilang Revan. Lima menit saja ia butuhkan untuk mandi. Ia tampak lebih segar sekarang. Kini giliran Kaynara yang mandi. Memang benar kata orang, mandi bisa menghilangkan penat. Buktinya kini Kaynara sudah bisa tersenyum lagi.
"Kai bobo, Mas?"
Revan mengangguk. "Iya. Capek kayanya seharian main."
Kaynara mendekat ke arah Revan, kemudian memeluk tubuh suaminya yang sudah mulai berotot itu.
"Maafin aku ya, Mas. Aku tadi marah-marah ke kamu," katanya.
"Aku yang harus minta maaf, Sayang. Aku ngerasa memang ngga pernah bantuin kamu beres-beres rumah."
"Ngga apa-apa, Mas. Kan kamu udah capek kerja. Wajar kalo pas libur, main terus sama Kai. Tadi aku cuma lagi capek aja, jadi emosi. Maaf ya, Mas."
"Iya ngga apa-apa, Sayang. Mas juga minta maaf ya belum bisa bikin kamu santai dan bahagia."
"Kata siapa? Aku bahagia kok. Bisa bareng kamu sama Kai aja udah lebih dari cukup."
"Tapi kayanya kalo nambah satu lagi, lebih bahagia deh, Kay."
"Ck! Mulai deh. Kai masih kecil, Mas."
Revan terkekeh. "Bercanda, Sayang. Aku juga masih mau puas-puasin main sama Kai."
"Oh iya. Besok kita main di taman yuk? Pas banget hari minggu, pasti banyak temennya Kai deh."
"Boleh. Nanti aku temenin."
"Yeaayy.."
Keesokan harinya, Kaynara, Revan dan Kai sudah bersiap jalan-jalan di sekitar taman. Kaynara dan Revan kompak memakai baju biru secara tidak sengaja, sedangkan Kai memakai jumpsuit putih bersih.
Benar saja kata Kaynara. Minggu pagi ini banyak keluarga yang menghabiskan waktu bersama-sama. Ada yang membawa anaknya, pasangan baru, juga sampai kakek dan nenek berjalan bersama.
"Eh ada Kai. Tumben nih lengkap sekarang ada papa mama ya, Kai," kata tetangga mereka.
"Iya, Bu. Lagi libur jadi sempetin main bareng," kata Revan.
"Sibuk ya mas Revan? Apalagi lagi musim liburan kaya gini. Pasti pada milih ke luar negeri."
"Iya, Bu. Besok juga saya harus terbang nih. Makanya mau puas-puasin main sama Kai."
Kai asik bermain bersama teman sebayanya. Lingkungannya cukup aman, jadi Kaynara dan Revan cukup mengawasinya dari jauh.
Namun, tiba-tiba saja Kai berjalan tak beraturan ke jalan. Kebetulan pandangan Kaynara dan Revan sedang tak fokus padanya. Mereka sedang mengobrol. Lalu ada sebuah mobil melintas cukup kencang hingga Kai tertabrak. Sontak teriakan dari warga terdengar.
Revan berlari mendekat dan seketika teriakan kencang dari mulut Kaynara terdengar keras saat melihat Kai berlumuran darah tergeletak di jalan.
"Kai? Kai.. bangun sayang. Panggil ambulans cepatttt!!!!" pekik Revan.
Kaynara tak kuasa berdiri. Untunglah ada beberapa ibu-ibu yang menolong dan berusaha menenangkan.
Merasa ambulans lama datangnya, Revan menggendong sendiri sang anak dan membawanya ke mobil. Masa bodo dengan polisi jalan, ia melintas sangat cepat. Tangannya masih penuh dengan darah, sementara Kaynara duduk di kursi tengah bersama Kai yang tak sadarkan diri.
Begitu mereka sampai, Revan berteriak panik masuk ke IGD dengan lagi-lagi sambil menggendong Kai.
"Tolong anak saya, Dok. Dia ngga sadar dari tadi, Dok. Tolong."
"Baik, Pak. Serahkan pada kami. Bapak sebaiknya menunggu diluar."
"Saya mau masuk, Dok. Itu anak saya," kata Kaynara sambil menangis.
"Ibu, kami mengerti. Tapi kami butuh ruang untuk bisa mengobati. Tolong tunggu diluar ya bu," kata salah satu suster yang menutup ruang pemeriksaan.
Kaynara juga Revan menangis sambil berpelukan. Meskipun begitu, Revan berusaha menenangkan sang istri.
"Everything is gonna be okay, Sayang. Tenang ya." Padahal tubuh Revan pun masih gemetaran.
Sudah satu jam kira-kira mereka menunggu. Kaynara sudah mulai tenang terlebih ada kedua orang tua mereka disini menemani.
"Keluarga anak Kai?"
Sontak semua berdiri menghampiri.
"Bagiamana keadaan anak saya, Dok?"
"Kondisinya sangat buruk, Bapak. Kepalanya terluka. Sekarang kondisinya kritis dan diperlukan alat bantu pernapasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Gendut dan Si Casanova Part 2
RomanceKehidupan setelah menikah? Jawabannya hampir sama dengan yang lain. Beraneka ragam rasa. Senang, sedih, pusing... Rasanya cobaan silih berganti. Tetapi konon, jika dihadapi bersama, semua akan terasa mudah. Apa Kaynara dan Revan bisa melewati itu se...