"Melindungi!" Sebuah perisai putih kebiruan menahan pisau yang hampir mengenai tubuh Zev.
Dua orang itu mematung menatap keanehan itu, kesempatan itu tak boleh Zev sia-siakan. Dia segara menendang perut lelaki itu dengan kencang.
"Gila," celetuk lelaki itu dan perlahan mundur untuk kabur dari Zev.
Zev tidak bisa mengejarnya karena dia tidak mau terlalu ikut campur dengan masalah orang lain. Zev memutar badannya ke belakang dan melihat ke arah anak perempuan yang tengah membuang napas panjang.
"Untung selamat," keluh anak perempuan itu.
"Bisa-bisanya dikejar dua orang aneh, banyak kasus penculikan, hati-hati," nasihat Zev pada anak itu.
"Iya iya," jawab anak perempuan itu dengan cemberut.
Gadis berumur sekitar 10 tahun itu membenarkan kacamatanya. Dia berjalan mendekat ke arah Zev.
"Itu tadi, apa?" tanya Zev pada gadis itu, gadis itu menunjukkan raut bingung pada Zev.
Zev mengumpulkan energi mana-nya pada matanya dan melihat ke arah sekitarnya. Pandangannya jatuh padah gadis di sampingnya itu. Zev kembali mengingat kalimat yang diucapkan Ralu tentang sembilan orang dengan batu permata itu.
"Kau, yang ngeluarin pelindung tadi?" tanya Zev pada gadis itu.
Gadis dengan energi mana yang sama dengan dirinya itu tersenyum dan berkata, "Wah! Tebakan Kakak benar!"
"Siapa namamu," ucap Zev lalu menyetarakan tingginya dengan gadis itu.
"Eh kata bunda gak boleh ngomong keorang asing," celetuk gadis itu dan menolak memberi tahu namanya.
"Anj-" Zev segera menghentikan ucpannya, di sampingnya terdapat anak kecil membuat mau tidak mau dia harus menjaga kata-katanya.
Sekarang Zev merasa kesal setelah mendengar ucapan gadis itu. Gadis itu memiringkan kepalanya sambil terseyum polos karena tidak mendapatkan respon jawaban dari Zev.
"Udah sana! Awas aja kalau diculik." Zev memilih meninggalkan anak perempuan itu, belum sempat Zev berpindah tempat gadis itu sudah memegang erat dan menarik seragam Zev agar Zev tidak pergi.
"Iya iya! Namaku Siel Darime! Jangan tinggalin aku sendirian dong!" ucap Gadis dengan kacamata itu dengan cepat.
Kabar baik untuk mereka sekarang, Zev menemukan orang dengan permata ketujuh. Sekarang mereka perlu mencari dua orang dengan permata kedelapan dan kesembilan.
●
"Keabadian itu gak ada," ucap Linn dengan pelan, dia kembali berkata, "Aku gak yakin kalau penyihir yang bernama Mara itu abadi."
"Gak ada yang tahu tentang itu," jawab Ralu sambil mengetuk-ketukkan kuku jari-jarinya ke meja.
"Pak Gion emang selalu gak bisa ngumpul ya?" celetuk Ola setelah tidak ada pembahasan yang mereka bahas.
Ralu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Rasanya ada sedikit rasa tidak percaya pada hati Ola, Ola terkadang mencoba untuk menghubungi Gion, namun sayangnya tak pernah ada balasan dari Gion.
"Itu Pak Gion tuh," celetuk Noe saat pandangannya tak sengaja terfokus pada seorang pria yang berjalan mendekati mereka.
Ralu menatap pria itu dengan teliti, terpancar tatapan curiga di mata Ralu asaat menatap pria itu. Ralu melebarkan matanya sejenak seolah terkejut dengan suatu hal.
'Aku tahu sesuatu,' batin Ralu.
"Bagaimana rencana kedepannya?" tanya pria itu di saat posisinya sudah dekat dengan bangku mereka berempat.
Belum sempat Ola menanyakan kabar pria itu, Ralu mengatakan, "Saya tahu anda bukan Pak Gion."
Pria itu menatap ke arah Ralu dengan raut bingung. Suasana yang tadinya terasa damai dan tenang, terganti dengan suasana yang sedikit suram.
"Kau sedang bercanda?" tanya pria itu dengan mengangkat satu alis sebelah kirinya.
"Mana ada seorang manusia dengan energi mana berwarna hitam itu, saya tahu kalau anda adalah penyihir terkutuk itu," ucap Ralu.
Mereka bertiga terdiam setelah mendengar percakapan Ralu dan pria itu. Seperti ucapan Ralu, mana hitam tipis menyelimuti tubuh pria itu.
"Aku setuju," celetuk Linn di tengah kesunyian itu.
"Pak Gion itu kidal. Tapi beberapa hari yang lalu, saat dia mengambil buku yang kutemukan, dia pakai tangan kanannya," jelas Linn sambil menatap curiga ke arah pria itu.
Ralu tidak terlalu memperhatikan detail kecil yang Linn ucapkan itu. Baru pertama kali ini dia tahu jika Gion itu kidal. Begitu juga Ola dan Noe karena Gion tak mengajar di kelas sebelas, melainkan hanya kelas sepuluh saja.
"Oh, aku memang tidak berbakat dalam hal menyamar." Suara tawa pelan semakin terdengar keras dari mulut pria itu, dia menutup mulutnya dengan tangan kanannya sedikit.
Asap hitam menyelimuti tubuh pria itu, tubuhnya berubah menjadi seorang perempuan begitu pula dengan suara tawanya tadi. Tempat di sekitar mereka tiba-tiba tertutupi asap tebal seolah membuat mereka terpisah dengan dunia nyata.
"Ini adalah saatnya aku memperkenalkan diri, aku Mara, sampai jumpa di pertemuan kita selanjutnya." Terlihat sosok dengan iris mata merah yang menyala. Sebagian wajahnya tertutupi simbol bunga krisan, bunga lambang kematian itu.
Menghilang, Mara serta asap di sekitar mereka menghilang dengan cepat. Tak ada satupun siswa yang merasa aneh ke arah taman belakang. Semua yang baru saja terjadi dengan cepat, seolah tak pernah terjadi di dunia.
Linn mengambil napas panjang dan membuangnya dengan cepat. Linn tak bisa berbohong jika rasa takutnya semakin besar untuk melawannya.
'Kenapa aku orang yang terpilih,' batin Linn dengan detak jantung yang berdebar dengan cepat.
"Alesan kita harus ngehentiin dia kenapa sih," keluh Ola yang sudah tidak tahan menahan rasa bingungnya.
●
Zev menghidupkan lampu rumahnya karena langit sudah mulai menggelap. Rumah yang tidak terlalu luas dan kecil itu Zev tinggali bersama hewan peliharaannya.
Kucing oranye miliknya itu berjalan mendekat kearahnya dan memutari kakinya itu. Zev yang paham dengan tingkah laku kucingnya itu segera memberi kucing itu makanan.
Ditengah sepinya rumah itu, suara ketukan pintu terdengar. Zev berjalan dengan malas ke depan pintu rumahnya. Saat dia membuka pintu itu, terlihat wanita dengan pakaian khas pekerja kantoran.
"Sehat?" Satu kata itu muncul dari mulut wanita itu. Zev hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Wanita itu masuk ke dalam rumah itu dan melihat sekeliling rumah. Dia berhenti sejenak di depan kucing oranye milik Zev dan mengelus pelan kepala kucing itu sebentar.
"Aman? Gak kemalingan? Makan sehat? Udah jarang bolos?" Segala pertanyaan muncul dari mulut wanita itu.
"Aman, mana ada maling didaerah sini," ucap Zev dan kembali berkata, "Sehat kok, udah jarang bolos juga."
"Mana ada! Nih bukti!" Wanita itu menunjukkan sebuah surat yang berisi keterangan jika Zev bolos sekolah beberapa kali.
"Kalau udah tahu ngapain nanya," gumam Zev dengan malas.
"Basa-basi dikit, nih uang bulanannya," ucap wanita itu dan segera pergi dari rumah itu.
"Makasih Ma," ucap Zev. Sedangkan wanita itu hanya menganggukkan kepalanya sekali dan segera menaiki mobilnya untuk pergi dari tempat itu.
Zev menutup pintu rumahnya dan membuka amplop kuning yang wanita itu berikan. Untung saja wanita yang Zev sebut mama itu selalu memberi uang untuk kehidupannya. Wanita itu tak pernah lupa jika Zev adalah anaknya walau dia sudah memiliki keluarga baru.
●
●
●
Sadar gak kalau beberapa kali aku nyebut Gion itu 'pria itu' soalnya kalau aku nyebut Gion kurang pas karena dia itu sosok yang menyerupai Gion, bukan Gion. Hayoo nyadar gak?
Voteeee

KAMU SEDANG MEMBACA
EDELSTENEN [End]
FantasiMenggunakan sihir hitam dan melakukan perjanjian dengan iblis adalah hal yang salah. Seorang penyihir berhasil melakukan perjanjian terkutuk dan membuat masalah di masa depan. Linn dan teman-temannya bertugas menggagalkan rencara penyihir itu *** Ma...