🦋 SUARA HUJAN 🦋

48 12 4
                                    

STORY challenge part 02

Author;

01. V_Jey as Anak Unyuk Fiksi Vjey28
02. Nazwa as Anak Etuc Fiksi Zaza_Sabila
03. Kiondra as Bunda Fiksi Sefti0992
04. David as Profesor Fiksi DavidChristiantoDC
05. Zahra as Anak Fiksi Queenzara_06

\\ 🦋 //

Sendu mengubah posisi duduknya jadi menghadap jendela saat suara hujan terdengar nyaring di atas genting rumah, buliran-buliran kecil itu seakan berlomba meminta jatah kemenangannya.

Di mata hanzel milik Sendu, setiap tetes air yang jatuh ke bumi adalah suara hati. Mengumpul jadi kenangan rindu yang menggebu-gebu, kerap kali menyiksa sekaligus senang dengan keberadaannya.

"Hujan, jika aku menemukan pelangi setelah kamu pergi. Bisakah kamu membawa dia kembali?"

"Pertanyaan bodoh!" Bumi menyahut dan duduk di samping gadis itu.

"Percaya pada manusia itu salah, pada akhirnya kamu akan kecewa. Dan sekarang? Bisa-bisanya kamu menaruh rasa percaya pada makhluk mati ciptaan Tuhan?"

Sendu menatap sedih langit. "Bukankah Tuhan sudah menjanjikan kebahagiaan pada umat-Nya? Lantas mengapa aku selalu terluka?"

Bumi tak lagi menyahut. Kini mereka sama-sama hanyut dalam pikiran masing-masing. Hujan masih deras mengguyur bumi, tetes airnya terus berlomba untuk sampai pada tujuan.

"Sendu, apa kamu pernah berfikir untuk mengakhiri semua kesedihanmu?" tanya Bumi setelah sekian lama bungkam. Tidak mendapatkan jawaban, Bumi kembali bertanya, "Apa menurutmu kebahagiaan itu?"

"Jangan tanya padaku, aku bahkan tak pernah tahu bagaimana rasanya tersenyum," sahut Sendu membuat Bumi tertegun.Sendu bertanya pada Bumi. Pertanyaan yang tak terjawab dari dulu. "Menurutmu kenapa aku tak pernah bahagia?"

Dingin menyeruak nakal kala pertanyaan itu disampaikan oleh Sendu. Kehidupan memang tidak pernah sekalipun bermain dengan kata baik-baik saja.

Bumi menerawang tirai hujan di luar, menatap dengan penuh pertimbangan.

"Sendu, aku rasa kamu harus ganti nama."

"Kenapa?" tanya Sendu sambil menatap Bumi dengan penuh pertanyaan.

"Mungkin jika namamu menjadi Suka atau Happy maka hidupmu akan bahagia," kelakar Bumi yang hanya ditanggapi senyum tipis dari Sendu.

"Kamu tahu Bumi? Bagiku memeluk luka bukan lagi hal yang menyakitkan." Sendu menatap dalam Bumi.

Lagi, Bumi melihat terlalu banyak luka di mata gadis yang sampai saat ini bertahta di hatinya. Rasanya ingin sekali merengkuh tubuh ringkih itu ke dalam pelukannya, memberikan rasa nyaman padanya namun sudah pasti dia akan ditolak.

"Sendu, lihatlah pada hujan. Ia terjatuh dari langit yang begitu tinggi, terurai menjadi butiran air yang kembali terhempas ke bumi tapi ia tak pernah berhenti untuk terus turun dan kembali naik ke langit. Aku rasa kamu juga seperti hujan, serendah apapun kamu jatuh, kamu akan kembali bangkit. Senduku adalah gadis yang kuat kan?" ujar Bumi tanpa mengalihkan pandangannya dari rintik hujan.

"Apa aku bisa Bumi?"

"Tentu bisa, Sendu." Bumi mengucapkan dengan penuh keyakinan.

"Tetapi, bagaimana jika tak bisa?" tanya Sendu.

"Oh ... Kalau itu aku tak tahu, hehe. Tetapi, bisa atau tidak adalah urusan belakang yang terpenting kamu mencobanya terlebih dahulu."

"Bumi! Aku serius."

"Haha, iya Sendu. Aku juga serius, kamu tahu ... setiap orang punya takaran bahagianya sendiri. Seperti sekarang contohnya, aku bahagia saat berdekatan denganmu seperti ini. Maka, carilah kebahagiaanmu, Sendu. Ayo, genggam tanganku. Aku akan membantumu untuk bangkit."

Sendu menggenggam tangan Bumi dengan erat, menyalurkan kekuatan hingga Sendu lagi-lagi harus berusaha untuk bangkit. Luka-lukanya perlahan terobati karena ada Bumi, saat itulah Sendu merasakan kebahagiaan untuk yang pertama kalinya.

Bumi melihat kearah jari jemari yang saling bertaut itu.

"Bila badai saja bisa kamu lewati, maka gerimis pasti bisa kamu lalu."

Sendu tersenyum bahagia sambil mengayunkan kedua tangan yang saling bertaut itu, sambil berucap, "Terima kasih Bumi, karena kamu sudah hadir dan membantuku bangkit. Aku bersyukur kepada tuhan akan kehadiranmu dalam hidupku, terima kasih untuk kesekian kalinya."

Kini mereka, berdua saling mengobati dalam setiap luka yang mereka dapati.
Mereka menjadikan bahu satu sama lain sebagai sandaran, dimana di sana keluh kesah dapat di terima.

"Aku pula bersyukur, karena telah bertemu dengan gadis sekuat dirimu."

🦋 END 🦋

SUARA HUJAN
Rumah Ramah Penulis, 11 Mei 2024.
Bagiku, hujan tidak hanya awan yang menurunkan air, tapi juga membawa kenangan yang cukup mendalam.

❤️ THANKS for reading!

MINI SERIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang