"Jika manusia purba membuat prasasti sebagai sejarah, maka luka batin membuat trauma sebagai hasil"Daniel Erlangga Wijaya
•••
"Abanggg" teriak seseorang dari arah belakang badan Daniel.
"Ckk pasti bocil"
Daniel membalikan badannya. Benar dugaannya, yang memanggil adalah adeknya. Daniel berusaha menahan diri karena sebenarnya saat ini Daniel merasa tidak enak badan tiba tiba saja.
"Apa sih cil?"
Adek Daniel menghampirinya, kebetulan dia sedang mencari Daniel.
"Gw bukan bocil aku udah gede" mood adek Daniel menjadi buruk sekarang. Mukanya sangat masam.
Daniel mengusap usap kepala adeknya. Di mata Daniel dia hanyalah anak kecil meskipun dia sudah dewasa.
"Abang rambut gw berantakan" rengek adeknya.
Daniel menurunkan tangannya. Di memeluk adeknya dengan sangat erat. Adek Daniel selalu merasa nyaman jika berada dalam pelukan Daniel. Daniel melepas pelukannya.
"Ngapain kamu di sini?"
"Nyari abang"
Daniel menaikkan sebelah alisnya. Untuk apa dia mencari Daniel.
"Pulang abang"
"Abang bakal pulang tapi nanti ya"
"Semalam abang bilangnya sebentar"
"Sebentar lagi oke"
"Abang pulang ya kemarin itu salah gw jadi seharusnya gw yang di marahin bunda bukan abang"
"Udah jangan di bahas lagi"
"Abang gw kangen keluarga kita yang dulu" adek Daniel menunduk lesu.
Deggg
Hati Daniel tergores mendengar ucapan adeknya. Dia tidak mau melihat adeknya sedih.
"Ini salah siapa sih bang? Salah ayah sama bunda apa salah aku yang lahir di dunia ini"
"Maksud kamu apa?"
"Semenjak gw lahir bunda sama ayah sering berantem kan? gw pernah dengar ayah sama bunda berantem mereka sindir keberadaan gw. Kata ayah gw nggak layak ada di rumah itu. Tapi ayah selalu sayang sama gw, ayah gak pernah benci gw" adek Daniel menunduk air matanya turun tanpa persetujuan dia. Dadanya sangat terasa sesak, dia terisak.
"Lo nangis? hei jangan nangis abang akan perbaiki semuanya sabar ya"
"Nggak abang gw yang harus perbaiki ini salah gw bukan salah abang andai aja gw gak lahir di dunia ini abang gak bakal di marahin bunda terus"
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVIO
RandomTak ada dama yang amerta di buana ini begitu pun asmaraloka dua atma. dua insan yang saling bercinta belum tentu di pertemukan untuk keabadian, mungkin saja hanya untuk pembelajaran Cintanya bisa amerta tapi jiwanya belum tentu bisa selalu bersama...