𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟑

263 17 10
                                    

Aksara mengikuti langkah Ayahnya dari belakang. Hendrik membawa Aksara ke sebuah ruangan yang berada di lantai tiga dan terletak di bagian paling pojok. Ruangan itu sebenarnya adalah sebuah kamar, namun Hendrik menggunakannya sebagai ruangan untuk menyiksa Aksara.

Didalam ruangan itu di penuhi dengan barang-barang layaknya gudang. Namun masih menyisakan area yang lumayan luas. Aksara memasuki ruangan itu dengan gemetar. Ya, karena ruangan itu adalah tempat yang menjadi saksi bisu atas kekejaman Hendrik terhadap Aksara selama ini.

Hendrik segera mengunci pintu setelah mereka sudah berada di dalam ruangan. Ia lalu mengambil besi panjang dari atas lemari.
Memegang besi itu untuk mengancam Aksara.

" Kamu tau kesalahan kamu, kan? " tanya Hendrik membuka suara.

Aksara mengangguk walau dalam hatinya ia merasa bahwa ia tidak bersalah.

" Jawab dengan benar, punya mulut itu untuk digunakan. Apa kesalahan kamu? " ulang Hendrik.

" Maaf saya salah, saya udah ngelanggar perintah Papa. " jawab Aksara sambil menunduk.

Hendrik manggut-manggut mendengar jawaban putranya itu. Lalu ia meletakkan ujung besi itu di bahu Aksara. Membuat tubuh Aksara menegang seketika. Tanpa aba-aba Hendrik langsung menghantamkan benda itu ke tubuh Aksara.

Tentu saja Aksara berteriak kesakitan. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Darah segar mengalir dari kepalanya yang terluka. Sedangkan tubuhnya yang terkena hantaman benda itu mulai terlihat memerah.

" Berhenti Pa, saya mohon.." lirih Aksara dengan suara bergetar.

Bulir bening mengalir dari kelopak matanya. Ia tersungkur lalu memeluk kaki Hendrik memohon agar ayahnya itu berhenti. Namun seperti tuli, Hendrik sama sekali tidak mendengarkan permohonan putranya itu.

Ia terus saja menghajar Aksara sampai akhirnya cowok itu tidak sadarkan diri lagi. Bukannya iba, Hendrik justru tersenyum setelah melihat keadaan Aksara yang mengenaskan akibat perbuatannya itu.

Melempar besi itu ke sembarang arah, lalu Hendrik meninggalkan ruangan itu. Ia turun ke lantai bawah dan menemui anggota keluarganya yang tengah berada di ruang makan. Lalu ikut bergabung dengan mereka.

" Udah mau selesai makannya? " tanya Hendrik sembari duduk di sebelah Kamala.

" Iya, mas. Sekarang giliran kamu yang makan, " Kamala mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya itu.

Hendrik menerimanya dan langsung menyantap makanannya dengan tenang. Tidak terlihat raut wajah bersalah sedikitpun setelah apa yang barusan dilakukannya tadi. Wajahnya benar-benar tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

Setelah selesai makan, mereka lalu meninggalkan meja makan dan menuju ke ruangannya masing-masing. Begitu juga dengan Hendrik yang langsung menuju ke ruangan kerjanya.

Hendrik meraih ponselnya yang berada di atas meja kerjanya, lalu mencari kontak Dokter Hilda, seorang Dokter pribadi keluarganya.

" 𝘏𝘢𝘭𝘰 𝘗𝘢𝘬. 𝘈𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶? "

" 𝘋𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨, "

Setelah mengatakan itu Hendrik pun langsung memutus sambungan teleponnya.

                                   *****
Gara membuka kedua matanya perlahan, sinar matahari yang menembus jendela kamarnya membuat penglihatannya menjadi silau. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya lalu menuju ke kamar mandi.

AKSARA'S TEARS [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang