Bab 5 : Nadia Arissa

13 5 0
                                    

.
.
.
.
.

Alin kembali ke kelas untuk mengambil tasnya lalu berniat untuk segera pulang.

"Lin!"

Alin menghentikan langkahnya dan menbalikkan tubuhnya kearah sumber suara.

"Fahri? Kok masih disini?"

Tanya Alin kaget melihat kehadiran Fahri.

"Gara-gara lo ngasih gue buku ini gue jadi lupa waktu."

"Enak aja! Alin gak ngasih buku itu ke Fahri ya, Alin cuman minjemin"
Balas Alin.

"Siniin!" Katanya sambil mengulurkan tangannya meminta novelnya dikembalikan.

"Bukunya gue bawa dulu! Tanggung soalnya."

Kata Fahri lalu berjalan mendahului Alin.

"Lo juga kenapa masih disini?"

Tanya Fahri. Alin ikut berjalan dibelakang Fahri, mengikutinya dari belakang.

"Ciee kepo" Goda Alin dengan muka centilnya.
Alin seolah melupakan argumen panasnya dengan Nadia beberapa menit lalu.

"Gr" Jawab Fahri singkat.

Alin hanya tersenyum mendengar jawaban itu.
Bertemu dengan Fahri adalah moodbooster terbaik yang pernah ia rasakan.

"Ngapain masih ngikutin?"

Heran Fahri yang sudah sampai didepan kendaraannya.

"Alin ikut Fahri boleh gak?"

"Emang lo naik apa kesini?"

"Naik unicorn" Jawab Alin lalu tertawa.

"Lucu?" Tanya Fahri membuat Alin langsung memasang ekspresi kesalnya, bukannya menyeramkan ekspresi itu malah lebih memperlihatkan sifat kekanak kanakannya.

"Ngajak ribut ya?" Alin menyilangkan tangan didepan dada, menatap Fahri tajam.

"Gak makasih, mending pulang daripada berurusan sama cewe"

Kata Fahri lalu memasang helm nya.

"Fahri!"

Alin dan Fahri refleks menoleh ke sumber suara. Dia.. Nadia Arissa berjalan menghampiri Fahri dan Alin.

"Gue boleh pinjem catetan pengajian kemaren gak? Soalnya kemaren gue gak ikut, lagi sakit soalnya"

Katanya Alin mengambil ponselnya karena malas menatap manusia didepannya.

"Ohhh.. Iya" Fahri pun membuka tasnya dan mengambil sebuah buku yang kemudian ia serahkan kepada Nadia.

"Sekarang udah baikan?"

"Alhamdulillah, makasih ya Fahri, gue balik dulu. Assalamu'alaikum!"

Katanya penuh senyuman, tatapan hangat itu tidak berlaku lagi saat Nadia membalikkan tubuhnya menghadap Alin, hanya ada tatapan permusuhan yang Alin lihat dari mata gadis itu.

"Nadia!"

Panggil Fahri membuat Nadia kembali menoleh kearahnya.

"Gue boleh minta tolong gak Nad?"

Nadia menunjukkan senyum manisnya. Lagi.

"InsyaAllah. Apa itu Fahri?"

"Bisa anterin ni anak kerumahnya gak?"

WHAT???

"Lahh?? Fahri apaan sih, orang Alin dijemput sama mang Udin."

Kata Alin lalu segera menghubungi nomor mang Udin. Yang ternyata sudah menunggu didepan gerbang sekolah.

"Yaudah kalo gitu Alin duluan aja ya! Bye Fahri! Bye kak Nadia"

Katanya lalu berusaha menunjukkan senyum tulusnya.

°°°°°

"Halo Zeyna!"

Sapa Alin sambil melambaikan tangannya di hadapan laptop kesayangannya.

"Ngape lo manggil manggil gue?"

"Ternyata Zey, novel yang kita beli kemaren itu salah."

Adu Alin lalu tertawa.

"Tuh kan, udah gue bilangin kan kemaren itu. Nanya aja! eh lo malah ngambil ngambil aja. Jadi bukan salah gue terima disalahkan.

"Yang mau nyalahin Zeyna siapa? Gr banget sih" Kata Alin lalu tertawa.

"Alin cuma mau bilang aja kali."

"Terus kalo lo bilang gue bisa apa? Ngeluarin baling-baling bambu? Maaf gue bukan Doraemon"

"Zeyna kenapa sih, kok malah gak jelas?"

"Iyalah orang lo gangguin gue yang lagi nonton drakornya yayang gue. Udah sana! Mending lo nonton upin ipin sambil makan cemilan depan TV! Gue mau lanjut nonton dulu! BYE!"

Katanya lalu memutus panggilan.

"KAK ALINNN! ADA TEMEN KAKAK NUNGGUIN DIBAWAH!"

Teriak bunda yang langsung membuat Alin mengerutkan dahinya heran.

Alin segera membuka pintu kamarnya dan turun menuju ruang tamu.

.
.
.
.
.

Bersambung.

Kita Sebatas KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang