Bab 8 : Fahri kemana

6 3 1
                                    

.
.
.
.
.

Dan disinilah kini Alin berada. Di Sebuah caffe sebelah minimarket yang tadi mereka singgahi.

"Pakai nih! Jangan baperan!"

Kata Fahri sambil menyerahkan jaketnya. Alin hanya menunduk dan menuruti perintah Fahri dengan memakai jaket itu. Fahri duduk dilain meja namun masih dekat untuk bicara.

"Ngejawab pertanyaan lo sebelumnya.. Gue gak pernah bilang kalo elo gak menarik, semua orang punya daya tarik masing-masing. Gue ngerti kok kalau perasaan itu nggak bisa kita atur tersendiri, makasih buat perasaan lo ke gue, makasih banget, tapi maaf, gue nggak bisa pacaran."

Kata Fahri tanpa menatap Alin.

"Itu sih sama aja Fahri bilang Alin nggak menarik, cuman kata-katanya aja Yang dihalusin. Udah deh nggak usah bahas itu! kok kayak Alin yang ngajak pacaran sih?!"

"Bukannya gitu, pacaran itu nggak dibolehin dalam Islam"

"Bohong! Banyak kok orang Islam yang pacaran, bahkan dulu tuh pernah ada cowo islan yang ngajak Alin pacaran."

"Itu artinya mereka yang melanggar aturan, sebanyak apapun orang yang melanggar peraturan, peraturan tetap peraturan" 

Katanya. Alin tak menjawab apapun setelah itu.

"Gue udah pernah bilang kan, perempuan itu begitu dijaga di dalam Islam, perempuan itu terlalu berharga untuk sekedar dijadiin pacar, untuk sekedar dijadiin candaan, untuk sekedar diberi gombalan tanpa kepastian, untuk sekedar diberi harapan, hati mereka nggak pantas dijadiin mainan, Bahkan dalam Islam laki-laki Dilarang menyentuh perempuan yang bukan keluarganya, apabila keluar rumah perempuan disuruh memakai pakaian yang tertutup agar nggak mudah untuk dilihat, suara perempuan pun diibaratkan benda berharga, hingga dihukumkan sebagai aurat yang tidak boleh didengar laki-laki kecuali dalam keadaan urgent dan kepentingan-kepentingan lainnya. Kalau nggak boleh lihat-lihatan, Enggak boleh pegang-pegangan, nggak boleh semuanya, Terus buat apa pacaran?
Ini nggak bisa dianggap sebagai kekangan, tapi ini adalah penjagaan. Seperti yang pernah gue bilang, sesuatu yang berharga nggak mudah untuk dilihat, dimiliki, apalagi disentuh sembarangan..."

Fahri terdiam, memberi jeda antar perkataannya. Ia menarik nafas dan menghembuskannya kasar.

"Gue sadar kok, sekarang banyak banget orang yang katanya islam tapi sama sekali gak paham sama konsep islam.

Mereka seolah menjadikan agama cuman sebagai tanda pengenal tanpa pengamalan.

Saat agama mereka dihina, mereka akan maju paling depan untuk membela, mereka gak salah sih, tapi mereka gak sadar aja, perbuatan mereka yang meninggalkan sholat, meninggalkan puasa, mabuk-mabukan, Gibah, dan maksiat maksiat lainnya itu adalah perusak dari dalam yang perlu diperbaiki. Betapa banyak orang yang udah percaya sama islam lalu melihat kelakuan muslim yang gak baik membuat orang-orang kembali enggan untuk berislam.

perempuan muslimah sekarang juga banyak yang katanya Islam, tapi nggak memperhatikan aturan Islam, mereka larut pada zaman dan trend, mereka lupa kalau mereka adalah benda berharga yang perlu penjagaan ekstra."

Alin terdiam mendengar penuturan Fahri. Ya, dia merasakannya sekarang, ia memang sudah mulai tertarik dengan islam, namun melihat sikap para muslim di Indonesia ini membuat Alin kembali ragu.

"Jadi seharusnya kita gak memandang islam dari muslim ya?"

Tanya Alin lalu meminum kopinya.

°°°°°°

Kringgg!!!

Alin mematikan alarm nya lalu segera berangkat kekamar mandi. Pagi ini Alin sangat bersemangat untuk menemui Fahri.

"Sarapan dulu kak Alin!"
Kata bunda yang baru selesai memandikan Adel, adik perempuan Alin satu-satunya.

"Alin sarapan di kantin sekolah aja bunda. Alin berangkat!"

Sesampainya Alin kesekolah, dia tidak menemukan motor Fahri terparkir disana. Tetapi Entah kenapa kakinya tetap saja berjalan menuju mesjid sekolah untuk memastikan. Dan ternyata memang tidak ada. Alin pun memutuskan pergi ke kantin untuk makan.

Huhhh..

Seharian ini Alin tidak melihat Fahri, bahkan ia tidak mendengar suara indah itu saat zuhur tadi.
Rasanya hari ini berjalan dengan lambat bagi Alin.

Ia juga sudah menghubungi Fahri namun tidak diangkat. Dan tiba-tiba saat pulang sekolah, sebuah pesan masuk ke nomer Alin.

-Fahri nya lagi sakit, kalo kamu batalin pemesanannya gak papa kok, tapi kalo kamu masih mau, bisa dateng langsung kerumah, nanti ibu kirim alamatnya. -

Alin kaget membaca pesan dari nomor Fahri itu. Perasaannya campur aduk, mana mungkin ia menyia-nyiakan kesempatan emas berkunjung kerumah seorang Fahri Ramadhan.

.
.
.
.
.

Bersambung...

Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys:)

Kita Sebatas KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang