4. Bunga yang Layu

12 1 0
                                    

❗Peringatan❗

Terdapat beberapa adegan yang memicu trauma dan tak patut ditiru.

Pembaca harap bijak dalam menanggapi cerita.

-oOo-

SEBUAH mobil hitam melesat membelah jalanan. Seorang wanita dewasa dan anak laki-lakinya berada di dalam mobil mewah tersebut. Wanita itu menyetir mobilnya sembari menerima panggilan dari kantor. Anak laki-lakinya yang berada di kursi belakang merasa terganggu dengan percakapan Ibunya. Ia pun memasang earbud pada kedua telinganya. Berharap usahanya dapat meredam suara bising sekitarnya. Akan tetapi, dia justru mendapati kebisingan itu berpindah di kepalanya. Ia menyalakan sebuah lagu, lantas memejamkan matanya. Belum lama ketenangan menghinggapinya, mobil yang ia tumpangi tiba-tiba berhenti mendadak disertai suara benturan keras. Dia terbangun.

Mamanya sudah lebih dulu keluar dari sana. Ia mendongak untuk melihat apa yang terjadi di luar. Seorang anak laki-laki dengan seragam yang sama terjatuh tepat di depan mobilnya. Ia bisa menebak kalau Mamanya telah menyerempetnya. Lagi-lagi ia melihat Mamanya menyerahkan uang pada anak itu-semacam uang jaminan. Anak itu nyaris menerima uang tersebut jika saja mereka tidak bersitatap. Anak itu langsung pergi begitu menyadari keberadaanya. Entah kenapa perlakuan itu menggores hatinya.

"Aster." itulah namanya. Mirip perempuan, bukan? Aster sudah cukup sering diledek seperti itu.

Mamanya mendongak ke dalam. "Kenapa belum turun? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau mau turun di sini, atau kamu berubah pikiran mau diantar sampai gerbang?"

Aster menggeleng. "Enggak usah."

Mamanya memberikan P3K pada Aster. "Nanti kalau ketemu anak yang tadi, kamu obatin, gih... Kayaknya ada yang luka."

Alih-alih menerimanya, Aster justru mendorong obat P3K itu menjauh. "Di UKS udah sedia," jelasnya.

Mendengar itu Mamanya tersenyum, lantas mengusap rambut anaknya pelan. "Kalau begitu Mama pergi dulu, hati-hati," Wanita itu tersenyum seraya melambaikan tangan.

Aster hanya membalas lambaian itu dengan senyuman. Mamanya memang tak seburuk itu, tapi ada kalanya di beberapa waktu ia tak suka dengan sikap Mamanya yang sering merendahkan. Baru sampai di depan gerbang, Aster sudah disambut oleh empat siswa. Salah satu dari mereka merangkul bahu Aster dengan kasar. Aster hanya diam seraya menunduk. Inilah salah satu alasannya tak ingin diantar sampai depan gerbang.

"Wah wah... Bintang sekolah kita akhirnya datang juga, nih... Kira-kira barang apalagi yang bakalan dia bawa, ya?"

Tiba-tiba Aster merasa tasnya ditarik paksa sampai terlepas dari pundaknya yang membuatnya terjatuh. Alih-alih membantu berdiri ataupun merasa bersalah, empat orang itu justru terbahak melihatnya terjatuh. Banyak orang yang lalu lalang dan melihatnya diperlakukan seperti itu, tapi tak ada satu pun yang datang membantu. Aster sangat membenci ketidakberdayaannya.

Salah satu dari mereka mengambil uangnya, dan menunjukkan itu ke depan wajahnya. "Ini gue ambil. Lagi pula ini juga uang kita yang diambil Bapak lo, kan?"

Untuk kesekian kalinya Aster tidak bisa mengelak pernyataan itu. Semua yang mereka katakan itu benar. Selesai melakukan semua tindakan itu, keempatnya pergi meninggalkan Aster yang masih terduduk di tanah. Perlahan punggung anak-anak yang merundungnya menghilang dari pandangan Aster. Namun, tidak dengan ucapannya.

~~~

Aster menatap wajahnya pada pantulan cermin. Semua orang menjauhinya dalam sekejap. Portal berita tentang kasus terbaru pejabat korupsi terus saja berseliweran di berandanya. Bahkan komentar-komentar jahat tak segan ditujukan olehnya. Ia sudah cukup terpukul dengan kabar kasus korupsi yang dilakukan Ayahnya. Baginya, sosok ayahnya merupakan panutan yang sempurna. Segala ucapannya serasa bijaksana dan membimbing. Bohong rasanya kalau Aster mengatakan dirinya tidak kecewa. Bahkan ketika kabar itu pertama datang ke telinganya, perutnya serasa mual. Ia tak tahu harus memercayai siapa lagi dalam hidupnya. Bahkan orang terdekat yang sangat ia percayai dan ia jadikan panutan pun bisa melakukan hal keji itu. Ia kembali merasa mual ketika mengingat kekejian Ayahnya.

Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang