Keesokan harinya, tepat saat pukul sembilan pagi Chaeyoung berdiri didepan kedai ramen milik paman Marco. Untuk menemui Lisa, apalagi jika bukan karena menangih kerugian yang dialami Jennie.
Berbicara tentang Jennie. Chaeyoung sangat suka mendengar gadis itu bernyanyi, meski tidak terlalu mahir menggunakan gitar. Chaeyoung tahu itu dari cara Jennie memetik gitarnya tapi suaranya bagus, terdengar keren saat ia melakukan rap.
Chaeyoung bertemu Jennie satu tahun yang lalu, beberapa hari sebelum natal dimulai. Untuk pertama kalinya Chaeyoung melihat Jennie dan ia langsung mengajaknya untuk menjadi anggota band.
Itu keren kan. Tapi kembali pada realita saat ini, Chaeyoung justru tidak terlihat keren karena berdiri dengan ragu di depan kedai, antara ingin masuk tapi bingung harus mengatakan apa dengan paman Marco.
"YAK!! ANAK SIALAN, KAU INGIN KEMANA HUH?"
Chaeyoung terperanjat, tiba-tiba mendengar suara teriakan paman Marco. Apa ada pelanggan yang enggan membayar? Tapi belum ada satupun pengunjung yang datang. Apa paman Marco meneriaki Lisa.
Karena rasa penasaran yang menyeruak, tanpa pikir panjang lagi Chaeyoung langsung memasuki kedai dan melihat paman Marco sedang menatap nyalang kearah Lisa yang sedang menaiki tangga dengan memakan tomat.
Eyyyyuh, apa tomat seenak itu untuk dimakan. Chaeyoung menyipitkan mata karena keunikan Lisa, tak habis pikir.
"Oh, Chaeyoung. Kau ingin memesan?"
Chaeyoung menolehkan kepala saat paman Marco menegurnya. Gadis itu tersenyum kikuk, untuk saat ini uang miliknya tidak cukup untuk membeli seporsi ramen. Maka dari itu Chaeyoung menggerakkan kepalanya, "maaf paman, aku hanya berkunjung untuk menemui Lisa," ujarnya.
"Benarkah?" Paman Marco tampak terkejut, berlebihan sekali responnya, "apa anak itu membuat masalah denganmu?"
"Ah." Chaeyoung semakin tersenyum kikuk, apa yang harus ia katakan? Apa ia berkata jujur saja jika Lisa telah merusak gitar Jennie, "itu. Tidak-tidak, aku hanya memiliki kepentingan dengannya. Yah, hanya itu." Chaeyoung merutuki dirinya, payah sekali membuat alasan.
"Kalian berteman? Sejak kapan?" Paman Marco menampakkan raut wajah bingung. Setahunya, anak tunggalnya itu sangat jarang bergaul. Sejauh ini tak pernah satu orang teman pun yang datang ke rumah untuk mencarinya, kecuali jika Lisa membuat masalah.
Sementara itu didalam hatinya Chaeyoung berkata. Tentu saja, mereka satu sekolah meski berada di kelas yang berbeda. "Nee, kami sering bertemu di sekolah."
"Begitu rupanya." Paman Marco mengangguk, syukurlah dia tidak curiga jika Chaeyoung berbohong.
Saat hendak berbicara lagi, ucapan paman Marco tertahan di tenggorokan karena sosok Lisa muncul dari lantai atas dengan menuruni tangga. Style gadis itu lebih rapi dibanding tadi, sepertinya akan pergi.
"Kalian akan pergi?" Tanya paman Marco.
"Ya, kami akan pergi jadi jangan cari aku kemanapun." Chaeyoung cukup tertegun mendengar Lisa berucap dingin kepada ayahnya.
"Kau, cepatlah!!" Ujar Lisa saat melewati Chaeyoung begitu saja tanpa berpamitan kepada ayahnya lebih dulu. Hal ini membuat Chaeyoung merasa tidak enak kepada paman Marco.
"Aku permisi dulu paman, sampai jumpa." Chaeyoung membungkukkan sedikit badannya sebagai tanda penghormatan dan segera berlari menyusul Lisa yang sudah berada jauh di depannya.
Saat tangan Lisa sudah bisa digapainya, Chaeyoung langsung memegang lengan gadis itu hingga keduanya berhenti berjalan. Chaeyoung akan mengatakannya disini saja karena tidak mungkin ia terus mengikuti Lisa.
Gadis itu bepergian dengan membawa tas di punggungnya, membuatnya ditatap penuh kecurigaan oleh Chaeyoung, "kau tidak akan pergi mencuri lagi kan?" tudingnya.
Lisa berdecak, "aku tidak pernah mencuri, ingat itu!! Dan jika kau menyebutku sebagai pencuri lagi, jangan harap mulutmu tidak aku robek," ancamnya sampai membuat Chaeyoung meneguk air ludahnya.
"Kasar sekali," misuhnya, "tapi ya sudahlah, lain kali aku tidak akan menyebutmu begitu. Lagipula tujuanku menemui mu karena ingin meminta pertanggungjawaban, kau merusak gitar temanku, ingatkan?"
Tidak ada respon, Lisa hanya menatap Chaeyoung dengan beberapa kali berkedip. Gadis itu seolah tidak peduli dengan permintaan ganti rugi atas kesalahannya kemarin.
"Yakk!!" Sampai-sampai membuat Chaeyoung kesal, "kalau tidak mau bertanggungjawab maka jangan membuat kesalahan, kau mem--"
"Aku akan bertanggungjawab tapi aku tidak memiliki uang sepeserpun. Aku bisa apa?"
Chaeyoung menghela nafas, "kalau begitu aku akan bilang pada paman jika kau ingin mencuri semalam," kecamnya.
"Katakan saja!! Aku tidak peduli tapi jika kau melakukan itu sama saja kau membiarkan aku tidak membayar apapun. Tidak masalah bagiku."
Selepas itu, Lisa langsung pergi setelah mengatakan hal serius. Ia tidak mau memperpanjang masalah lagi dan memang ia harus segera pergi, ada sesuatu yang menunggunya.
Sementara itu, Chaeyoung kembali menghela nafasnya. Kali ini lebih merasa frustasi. Jika menunggu Lisa menghasilkan uangnya, kapan itu akan terjadi? Memangnya dia berpenghasilan? Kecuali Lisa memang bekerja di suatu tempat tapi jika mencuri seperti kemarin malam, itu akan membahayakan gadis itu.
Lagi, Chaeyoung menghela nafasnya. Pikirannya mengatakan jika ia harus mencegah Lisa mencuri. Maka dari itu Chaeyoung memutuskan untuk menyusul Lisa secara diam-diam.
Takut Lisa akan kenapa-kenapa jika ia biarkan.
Hampir lima belas menit Lisa berjalan, selama itu juga Chaeyoung terus mengikuti gadis itu dan sesekali bersembunyi agar keberadaannya tidak diketahui. Sampai akhirnya, Lisa memasuki sebuah bangunan yang ramai akan pengunjung.
House of Talent.
Tempat ini semacam club yang sering digunakan orang-orang untuk berlatih dance. Untuk apa Lisa datang ke tempat ini? Karena penasaran Chaeyoung kembali memutuskan untuk mengikuti Lisa sampai masuk kedalam namun tetap menjaga jarak.
Dalam pantauannya, Chaeyoung melihat Lisa bertemu dengan seorang wanita, berbincang entah apa dan melepas tas yang dipakainya di pojok ruangan kemudian melakukan pemanasan.
Chaeyoung tertegun melihat Lisa berbakat dalam dance. Gerakan gadis itu begitu luwes dan sempurna, menurutnya. Pasti Lisa sangat bahagia karena memiliki bakat yang sangat luar biasa.
Sangat tertegun melihat kemampuan Lisa, gadis itu sampai berdecak sebal saat handphone miliknya berdering karena harus mengalihkan pandanganya. Namun saat melihat nama yang terpampang dilayar handphonenya membuat gadis itu merasa bersalah.
Chaeyoung dengan cepat menggeser tombol answer hingga layar handphonenya kini menampilkan sosok ibunya. Mereka melakukan panggilan video. Ibunya itu terlihat sangat marah dan memperlihatkan pesanan orang-orang yang menumpuk diatas meja.
Chaeyoung menepuk jidatnya. Karena membuntuti Lisa, ia sampai lupa untuk mengantar semua pesanan itu. Matilah ia, gerutunya. Mau tidak mau Chaeyoung harus segera pulang sekarang.
Dengan sekuat tenaga, Chaeyoung berlari menuju rumahnya. Hal itu membuat nafasnya terengah-engah dan baju yang dikenakannya basah saat sampai dirumah.
"Kau darimana saja, huh?"
Chaeyoung mendongak karena saat ini ia menopang tubuh dengan menumpu tangannya diatas lututnya, melihat raut wajah ibunya yang sudah merah padam menahan amarah.
"Ganti pakaianmu dan antar pesanan kue eomma ke rumah sakit, mereka sudah menunggu dari tadi."
Chaeyoung meneguk salivanya dan segera bergegas. Bisa-bisa ia akan semakin diamuk.
...
To Be Continued
Samarinda, 24 Mei 2006
Quote of the day :Setiap orang dilahirkan berbeda dengan kemampuan berbeda pula. Untuk itu kamu harus bersyukur atas kondisimu, tidak semua orang harus sama.
#bangga dengan diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chaeyoung: Everyone Has a Chance
FanfictionIni bukan hanya tentang mimpi. Tapi juga tentang mewujudkan impian yang mustahil. #Blackpink Edision #About Dream #Best Friend