CHAPTER 8🍂

159 91 28
                                    

"Apa-apaan kamu, Alana! Masuk ke rumah bukannya baca salam malah main nyelonong masuk aja!" sarkas ayahnya kepada Alana yang mematung memandang pemandangan yang menjijikan itu tepat di depan matanya.

"Dia siapa? Kenapa Ayah bawa dia ke sini?" tanya Alana tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya.

"Bukan urusan kamu. Kamu itu masih kecil, Alana! Jangan ikut campur sama urusan orang tua! Awas aja kamu sampe aduin ini ke Asya, habis kamu sama saya!" ujarnya tanpa melepaskan pelukan dari perempuan itu. Bagas malah mempererat pelukannya dengan perempuan itu.

Seketika air mata Alana menetes satu per satu tanpa persetujuan dari Alana karena mendengar tuturan dari Bagas barusan. "Ayah kenapa? Ayah kenapa jahat sama bunda?" tangis Alana kemudian pecah seketika.

"Kamu masih kecil, belum tahu apa-apa. Pergi kamu dari sini! Saya tidak mau melihat wajahmu lagi!" bentaknya kepada Alana.

Alana tetap mematung di tempatnya tanpa bergeser sedikit pun. Bagas yang muak melihat Alana pun kemudian beranjak dari tempat duduknya dan menggendong perempuan itu dan membawa ke kamarnya di lantai atas.

Alana yang memandang kejadian itu hanya bisa terduduk lemas. Rasanya kakinya sudah tidak sanggup untuk dipergunakan untuk berdiri tegak. Mungkin ia tidak sanggup untuk berjalan lagi. Alana memikirkan masalah apa lagi yang akan timbul ke depannya.

Kenapa ia dilahirkan di keluarga seperti neraka macam ini. Ia tidak sanggup menahan masalah-masalah yang selalu hadir di dalam keluarganya. Semua masalah yang ditanggungnya seakan ingin meledak.

Alana pun berdiri dan pergi ke lantai atas untuk pergi menuju kamarnya. Satu per satu anak tangga telah ia lewati.

Suara perempuan yang menjijikkan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya saat ini. Entah apa yang tengah ayahnya dan perempuan itu lakukan saat ini di kamarnya.

Alana tidak ingin mengambil pusing. Lalu ia mempercepat langkah kakinya agar cepat sampai di kamarnya.

Belum sempat ia merebahkan tubuhnya, seketika ponsel Alana berbunyi.

Ting! Suara ponsel Alana berbunyi yang menandakan ada pesan masuk ke dalam ponselnya.

Alana langsung mengambil ponselnya dari dalam tas, lalu langsung membaca pesan itu tanpa menunggu aba-aba.

BRUKK!

Seketika tubuh Alana terjatuh ke lantai dengan tangannya yang bergetar akibat membaca pesan barusan. 08xx xxxx XXXX

"Kami dengan kepolisian mengabarkan bahwa saudari Asya mengalami kecelakaan dan kini sudah dilarikan ke Rumah Sakit Cendana."

Begitu sekiranya bunyi dari pesan yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal itu. Jantung Alana terasa bergoncang. Matanya memerah karena membaca pesan itu berkali-kali.

Tak menunggulama, Alana bergegas mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian rumahan biasa. Alana pun langsung menuruni anak tangga dan tak lupa memberikan kabar kepada Bagas, ayahnya.

"Yah, Yah," ujar Alana sesekali mengusap kedua pipinya yang basah akibat air mata. "Yah, bukain pintunya! Bunda, Yah, Bunda," ujar Alana sambil menggedor kuat pintu kamar sang ayah berkali-kali.

Tak lama kemudian pintu terbuka, Bagas yang membuka pintu dan menampilkan pemandangan yang tak lazim untuk Alana lihat dari dalam kamar. Namun, Alana langsung mengalihkan pandangannya dari sana. Ia tidak mau melihat pemandangan yang menjijikan itu terlalu lama yang akan merusak matanya.

"Ada apa?" tanya Bagas dingin sambil merapikan kerah bajunya yang berantakan.

"Bunda kecelakaan, Yah, dan sekarang sudah dilarikan ke Rumah Sakit Cendana. Aku dapat informasi dari salah satu polisi yang melarikan Bunda ke rumah sakit, Yah," ujar Alana menjelaskan.

"Terus hubungan dengan saya apa?" tanya laki-laki itu dingin dan cuek.

"Masa Ayah tidak peduli dengan keadaan Bunda?" tanya Alana kesal. Di saat kondisi seperti ini, ayahnya sama sekali tidak peduli dengan kondisi istrinya.

"Saya lagi sibuk, kamu urus aja bundamu sendiri dulu. Nanti Ayah nyusul," ujarnya yang ingin menutup kembali pintu

kamarnya itu.

"BUNDA LAGI GA BAIK-BAIK AJA, YAH! AYAH LEBIH PEDULI KE PEREMPUAN MURAHAN ITU DARIPADA KESELAMATAN BUNDA?" teriak Alana mulai terpancing emosi.

Kemudian lelaki itu keluar dari kamarnya lalu mendekat ke tempat di mana Alana berdiri.

PLAKK! Satu tamparan mengenai pipi mulus Alana.

"Lantang sekali mulut kamu ya, Alana!" amuk sang ayah dengan muka yang memerah padam.

Alana hanya bisa memegang pipinya yang barusan ditampar oleh ayahnya. Air matanya kembali turun dengan deras. Ia merasakan sakit dan perih yang bersamaan. Namun, rasa sakit dari tamparannya tidak sebanding dari rasa sakit di hatinya yang lagi-lagi tergores saat ini.

ujar Alana memohon kepadanya. Alana tidak peduli dengan perempuan yang tengah memandang remeh kepadanya dari dalam kamar.

Lelaki itu mengacuhkan pernyataan Alana barusan. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar dan meninggalkan Alana sendirian di balik pintu kamarnya dan tak lupa ia menguncinya dari dalam kamar.

Kini, Alana bingung mau berbuat apa. Ia ingin sekali menjenguk bunda secepatnya. Namun, Alana tidak sama sekali memegang uang saat ini untuk ongkos pergi ke rumah sakit.

Akhirnya Alana mendapatkan ide yaitu menyuruh supir ayahnya untuk mengantarkan secepatnya menuju rumah sakit. Alana tidak peduli dengan amukan ayahnya nanti karena ketahuan menyuruh supir untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Itu bisa dipikirkan belakangan saja. Yang terpenting, ia bisa dengan cepat menuju ke rumah sakit dan melihat keadaan bunda saat ini secepatnya.

Alana berlari dengan sekuat tenaga menuju gerbang rumahnya. la tengah sibuk mencari supir ayahnya itu yang tidak kunjung ditemukan. Alana tidak tahu keberadaan supir ayahnya itu saat ini. Di keadaan genting seperti ini, Alana tidak mendapat bantuan sama sekali.

Ia kemudian duduk di kursi taman untuk menghilangkan rasa lelahnya sejenak. Sepertinya supir ayahnya hari ini lagi diberi waktu cuti. Alana tidak tahu lagi ingin meminta tolong sama siapa.

Alga!

Ya, Alga yang bisa membantunya saat dalam keadaan seperti ini. Tak mau memakan waktu lebih lama, Alana langsung berlari ke rumah Alga yang berada tepat di depan rumahnya.

Tanpa berpikir panjang, Alana menekan bel rumah Alga berkali-kali hingga ada seseorang yang membukakan pintu untuknya.

"Ada apa, Alana?" tanya Alga yang sebelah tangannya sedang memegang laptop. Sepertinya saat ini Alga tengah mengerjakan pekerjaan kantor yang diberikan oleh papanya.

"Maaf, Kak Al, aku ngeganggu waktunya Kakak, ya?" tanya Alana dengan berat hati.

"Oh nggak kok, Al, ada apa?" tanya Alga kepada Alana.

"Aku mau minta tolong sama Kakak, antarin aku ke Rumah Sakit Cendana dong, Kak. Soalnya bunda lagi dilarikan ke rumah sakit itu karena kecelakaan, Kak," ujar Alana yang kemudian air matanya turun dengan sendirinya lagi.

"Tante Asya kecelakaan?" tanya Alga dengan wajah terkejutnya.

Tanpa ingin memakan waktu yang lebih lama lagi, Alga masuk ke dalam rumahnya lalu meletakkan laptopnya di atas meja. Tak lupa ia mengambil kunci mobilnya dan segera mengunci pintu rumah.

ALANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang