CHAPTER 13🍂

7 1 0
                                    

BRAK!

Alana terjatuh dan tersungkur ke lantai dengan semua tumpukan buku-buku yang berada di tangannya.

"Aduh sorry, Kak. Aku ga sengaja," ucap Alana tanpa melihat siapa yang telah ia tabrak hingga terjatuh. Ia hanya fokus mengumpulkan buku-buku yang dibawanya tadi.

"Udah ga apa-apa, sini aku bantuin," ujar siswa lelaki itu lalu berjongkok dan membantu membereskan buku Alana satu per satu yang terjatuh akibat mereka bertabrakan tadi.

Alana seperti mengenal suara itu. Tanpa memakan waktu yang lama lagi ia mendongak melihat ke sumber suara.

"Kakak yang nolongin aku saat telat ke sekolah waktu itu kan?" tanya Alana sambil memandang wajah siswa laki-laki itu yang tertutup masker.

"Iya, aku, Samuel putra satu-satunya dari Dokter Savana," ucap Samuel lalu membuka maskernya agar wajahnya bisa dikenali.

"Wah terima kasih banyak ya, Kak Samuel, udah banyak nolong aku," ujar Alana yang tengah selesai membereskan buku yang berserakan tadi dan kini sudah menumpuk kembali di kedua tangan mungilnya.

"Jangan panggil aku kakak, kita seangkatan kok," ujar Samuel.

"Oke, Samuel. Ngomong-ngomong kok kamu ada di sekolah ini? Sepertinya aku ga pernah kamu sebelumnya," ujar Alana.

"Aku baru pindah ke sini. Apa gunanya coba orang tua sendiri ngebangun sekolah, eh, anaknya malah sekolah di tempat lain. Walaupun ini cuma sekolah negeri, yang penting di sini tetap bisa menuntut ilmu kan," jelas Samuel.

"Tunggu-tunggu, jangan bilang sekolah ini milik Dokter Savana?" tanya Alana tidak percaya kepada Samuel. Ia tidak menyangka ternyata pemilik dari sekolah ini adalah Dokter Savana, yaitu dokter psikolog yang telah membantu banyak selama ini.

"Yap, kamu betul. Ini milik mama aku," ujar Samuel meyakinkan Alana yang kini tengah menganga mendengar perkataan Samuel barusan.

"Kenapa Dokter Savana ga ngasih tahu aku, ya?" tanya Alana sambil berpikir.

"Mungkin belum waktunya. Dan kini waktunya telah tepat dan ternyata kamu harus tahu dari anak pemilik sekolah ini," kekeh Kelvin yang melihat gemas wajah Alana, tetapi ia melihat ada banyak bekas luka dan lebam biru bertebaran di wajah Alana.

KRING!

Bunyi bel yang menandakan waktu istirahat telah selesai. Ini artinya semua murid SMA Negeri 1 Subarjo diharuskan masuk kembali ke dalam kelas masing-masing untuk melanjutkan pelajaran.

"Kak, kita ngobrolnya dilanjutkan lain kali, ya. Aku mau masuk kelas dulu." Alana kemudian bergegas berjalan menuju kelasnya tanpa menunggu jawaban dari Samuel sendiri.

"Sebenarnya aku pindah ke sini bukan karena sekolah ini milik mama, Alana, tetapi karena kamu bersekolah disini. Aku salut sama kamu yang kuat menjalani hidup tanpa ada kata menyerah," ucap Samuel lalu melangkahkan kaki menuju kelasnya yang tak jauh berada dari tempat ia berdiri saat ini.

***

PLAK!

Satu tamparan mengenai bibir Alana hingga mengeluarkan cairan merah kental dari sana.

"KAMU APA-APAAN SIH, VIN? KITA UDAH GA ADA HUBUNGAN LAGI!" jerit Alana kepada Kelvin yang berada di depannya saat ini dengan muka memerah padam.

"Lu kenapa ninggalin gw, Alana? Gw sayang sama lo, gw cinta sama lo. Tapi lo malah ninggalin gw kayak gini," racau Kelvin tidak sadar sambil membenturkan kepalanya berkali-kali ke dinding. "Udah stop! Jangan nyakitin diri lo sendiri, Vin," ujar Alana sambil menangis. Alana benar-benar iba melihat kondisi Kelvin sekarang yang seperti sekarang.

"Lo kenapa ninggalin gw?" tanya Kelvin lagi, tetapi suaranya kali ini melemah tidak seperti suara teriakan seperti tadi.

"Ini kan salah kamu sendiri, Vin. Coba aja kamu ga celakain bunda, pasti ayah ga ngelarang aku buat dekat sama kamu seperti sekarang. Walaupun kecelakaan itu tidak disengaja," ujar Alana sambil mengingat-ingat kejadian itu yang membuat hubungannya dengan dengan Kelvin retak seperti sekarang.

"Aku ga sengaja, Ana. Aku ga sengaja," tutur Kelvin, kemudian ia meneteskan air mata tanpa merasa malu di depan Alana yang statusnya adalah mantan kekasihnya itu.

"Kamu jangan pura-pura bego ya, Vin. Kamu juga hilang berhari-hari tanpa kabar. Pada waktu kejadian kecelakaan itu kamu sedang membawa seorang wanita kan di dalam mobil? Iya kan? " tanya Alana murka.

PRANG!

Kelvin membanting serpihan jendela yang sudah usang itu ke lantai. Mereka berdua kini tengah berada di gudang sekolah tepatnya.

"Kamu salah besar, Vin. Sangat salah!" ujar Alana sambil mengusap air matanya yang tidak berhenti meluncur di pipi mulusnya.

"Aku rasa kamu cuma terobsesi sama aku. Bukan cinta dan sayang seperti yang kamu bilang tadi," ucap Alana tertunduk. Ia sangat menyesal karena sempat menjalin hubungan dengan tetangganya yang hanya terobsesi kepadanya itu.

"DIAM KAMU, ALANA! BICARA SATU KATA LAGI BAKAL AKU GOROK PAKAI KACA INI!" teriak Kelvin yang digenggamannya ada serpihan kaca yang sangat besar.

Seketika nyali Alana menciut. Alana tidak berani mengeluarkan sepatah kata apa pun lagi. Ia takut Kelvin melakukan hal yang membahayakan kepadanya saat ini. Alana hanya tertunduk diam tanpa berani menoleh ke arah Kelvin yang sedang murka itu.

"Kamu kenapa diam, Alana?" ujar Kelvin yang menatap Alana.

"Jangan mendekat, Vin. Jangan sentuh aku. Aku takut," ujar Alana meringkuk yang kini sedang berusaha untuk bangkit dan berlari menjauh darinya.

"Sini, Sayang," ujar Kelvin lalu mengambil satu balok kayu untuk ia pukul ke tubuh Alana.

BUGH!

Satu tendangan berhasil membuat balok kayu yang berada di tangan Kelvin terjatuh.

"Oh, jadi dia yang buat kamu berubah. Ga nyangka aku, Ana. Aku pikir kamu perempuan baik-baik. Ternyata kamu perempuan murahan yang mau sama cowok mana pun," ujar Kelvin meremehkan Alana.

BUGH!

"Jaga omongan lo!"

Satu pukulan mendarat di punggung Kelvin.

"Lo ga usah ikut campur! Ini masalah gw sama cewek murahan itu," ujar Kelvin sambil membalas pukulan dari Samuel. PLAK!

Satu tamparan mulus di pipi kanan Kelvin yang dibuat oleh Alana.

"KAMU BISA SIKSA AKU SEPUASNYA, TAPI JANGAN BILANG AKU MURAHAN SEPERTI INI, VIN, AKU SUDAH TERBIASA MENDAPAT SIKSAAN FISIK SEPERTI INI. NAMUN, AKU GA PERNAH MENDAPAT CACIAN KEJAM DARI LAKI-LAKI SEPERTI INI!" teriak Alana murka.

Seketika Kelvin diam mendengar tuturan dari Alana barusan. Apa ia tidak salah dengar. Siapa yang berani menyiksa Alana secara fisik? Pantas saja ia sering melihat lebam di wajah Alana. Namun, kali ini ia tidak ingin bertanya karena sikap gengsinya lebih tinggi dari rasa penasarannya.

"Udah, Alana jangan direspons ucapan orang gila seperti dia. Ayo aku antar kamu pulang," ujar Samuel lalu menarik lembut tangan Alana.

Kelvin tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Entah kenapa hatinya menjadi sakit mendengar tuturan Alana barusan. Ditambah kini gadis yang i ia cintai tengah digandeng lembut oleh seorang laki- laki lain. Ia sangat menyesal. Ia menyesal telah bermain dengan perempuan lain, ditambah ia telah kasar dengan Alana tadi. Ia benar-benar sangat menyesal.

ALANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang