CHAPTER 15🍂

7 2 0
                                    

"Itu Bun, lagi di-" Ucapan Alana menggantung. Ia tidak tahu akan berbohong atau jujur kepada bundanya.

"Kamu kalo ngomong yang jelas," ujar Asya tetap menunggu apa yang akan dibicarakan oleh Alana selanjutnya.

"Ayah selingkuh," ujar Aline tiba-tiba muncul dari kamarnya.

"Maksud kamu?" tanya bunda tidak percaya dengan apa yang diucapkan Aline barusan.

"Bunda lihat aja sendiri di kamar bunda. Pembantu di rumah ini ternyata liciknya bukan main," ujar Aline santai lalu mengambil camilan untuk di makannya.

Tanpa berlama-lama lagi, Asya segera melangkahkan kaki menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Saat Asya membuka pintu kamar, tidak ada satu orang pun yang berada di kamar itu. Kamar itu masih tertata rapi dan tidak ada yang mencurigakan.

"ALINE, ALANA!" teriak Asya memanggil kedua putri kembarnya itu.

"IYA, BUN," jawab Aline dan Alana kompak.

"Mana yang kalian bilang Ayah selingkuh?" tanya bunda mulai murka.

"CLARISA!" jerit Asya memanggil asisten rumah tangganya itu.

"Iya, Bu," ujar Clarisa menyahut datang sambil membawa kemonceng di tangannya.

"Kamu dari mana?" tanyanya cuek kepada asisten itu.

"Beres-beres rumah, Bu," ujar Clarisa memulai dramanya.

"Cih, sok beres-beres," ujar Aline dalam hati.

"Ya sudah sana balik. Lanjutkan pekerjaan kamu!" perintah Asya mengusir Clarisa untuk melanjutkan pekerjaannya. "Kamu kenapa, Aline? Kenapa kamu memfitnah Clarisa?" tanya Asya kepada Aline.

Aku ga bohong, Bun. Itu selingkuhan Ayah yang dibawa ke rumah ini," ujar Aline jujur.

"Apa kamu punya bukti?"

"Apa ini ulah kamu, Alana?" tuduh Asya kepada Alana yang sedari tadi hanya berdiam diri. Lagi-lagi Alana dianggap sebagai orang yang pembawa masalah.

"Alana salah apa lagi, Bun?" tanya Alana tidak terima.

"Pasti kamu kan yang memperngaruhi Aline biar bisa nuduh ayah kamu macam-macam. Iya kan?" tuduh Asya.

"Tidak bun, aku tidak ada berbuat apa-apa," ujar Alana jujur.

Di keadaan yang seperti ini pun Asya tetap mempersalahkan Alana.

"STOP, BUN! ALINE SUDAH MUAK LIAT BUNDA SAMA AYAH MEMPERLAKUKAN ALANA SEPERTI ITU! IA TIDAK ADA SALAH ΑΡΑ-ΑΡΑ, ΤΑΡΙ ΚΕΝΑΡA KALIAN MENUNDUH ALANA JIKA ADA MASALAH YANG MULAI MUNCUL?" teriak Aline yang sudah muak terhadap suasana rumahnya.

"Aline? Kamu kenapa teriak-teriak? Kamu kenapa membela anak bodoh ini? Bukannya kamu senang ayah dan Bunda hanya memperlakukan kamu sebagai anak kami?" tanya Asya tak percaya terhadap omongan Aline barusan.

"Aku muak, Bun, muak. Alana itu saudara kembaran aku, Bun. Dia bukan orang lain. Jadi stop memperlakukan Alana kasar dan membeda-bedakan dia lagi. Jika ada masalah jangan menuduh Alana karena belum tentu Alana yang membuat masalah itu muncul," ujar Aline meneteskan air matanya. Aline hanya ingin keluarganya damai tanpa ada perdebatan lagi.

"Kamu menghasut Aline kan, Alana?" tanya Asya kepada Alana.

"Tidak, Bun, aku tidak menghasut apa pun kepada Aline," ujar Alana mulai ketakutan. Sepertinya akan ada pertengkaran lagi setelah ini.

BRAK!

Suara dobrakan pintu kuat. Bagas memasuki kamarnya dengan berjalan sempoyongan. Sepertinya Bagas meminum alkohol dalam jumlah yang banyak.

"Yah, Ayah? Ayah kenapa?" tanya Alana dan Aline kompak kepada ayahnya.

Bagas yang tidak sadar itu hanya mampu berdeham dengan mata yang memerah menghadap kepada istri dan kedua putrinya itu.

"KALIAN KELUAR!" perintah Bagas kepada mereka semua yang ada di sana.

"Mas kamu kenapa?" tanya Asya sambil berjalan mendekati Bagas.

PRANG!

Bagas melemparkan guci keramik yang berada di sampingnya. "SAYA BILANG KELUAR, YA, KELUAR! KALIAN TIDAK MENGERTI BAHASA MANUSIA?" murka Bagas kembali meledak.

Asya dan Aline pun kompak berjalan keluar kamar itu meninggalkan Alana yang berdiri seperti patung memerhatikan tingkah Bagas. Ia tidak peduli akan mendapatkan amukan dari ayanya. Ia tetap berdiri di depan Bagas dan memerhatikan drama apa lagi yang akan dibuat oleh Bagas.

"Ternyata cuma kamu yang sadar bahwa saya cuma pura- pura mabuk ya, Alana," seringai Bagas mendekati Alana.

"Ayah kenapa jahat sama bunda?" tanya Alana memberanikan diri menghadap Bagas sendirian.

"Karena bunda kamu udah tua, saya tidak mau bersama dia lagi. Saya mau Clarisa yang menggantikan posisi Asya sebagai istri saya," ujar Bagas.

"Tapi yah-" ujar Alana menggantung.

"Jangan sampai kamu mengadu apa-apa kepada Asya. Cukup Aline saja yang tau. Kalau tidak?" ancam Bagas lalu mengambil pecahan kaca yang berada di sebelahnya dan mulai menggoreskan serpihan kaca itu di pipi Alana.

Alana hanya diam diperlakuan kasar seperti itu oleh ayahnya. Ia menikmati sedikit demi sedikit sentuhan yang tergambar di wajahnya saat ini. Walaupun sedikit merasa perih, ia tetap menikmatinya.

"AYAH!" jerit Aline dan disaksikan oleh Asya dari balik pintu.

Bagas yang terkejut karena merasa namanya dipanggil pun melihat ke sumber suara.

"Ada apa, Aline? Apa kamu mau juga Ayah lukiskan di wajahmu?" seringai Bagas menghadap Aline.

"AYAH GILA! AYAH DIKASIH MAKAN APA SAMA PEREMPUAN MURAHAN ITU? HAH?" teriak Aline murka.

"STOP MENYAKITI ALANA, YAH! BUNDA SAMA AYAH SAMA SAJA!KALIAN MONSTER!" pekik Aline. Ia sudah muak sekali dengan keadaan seperti sekarang.

Darah mulai berserakan di lantai kamar. Pemiliknya pun masih terpaku diam melihat yang ada di depannya saat ini. Ia tidak tahu ingin bertindak seperti apa lagi. Ia diam saja mendapat siksaan, apa lagi berbuat macam-macam.

"Ayo!" ajak Aline menyeret tangan kembarannya. Baru kali ini ia mau mengajak Alana berbicara dan baru kali ini pula Aline mau menggandeng tangan Alana.

Alana terdiam dan menatap tangannya yang berada di genggaman Aline. Ia sangat bersyukur.

Di saat Aline berhasil membawa Alana keluar dari kamar orang tuanya, Asya pun masuk ke kamar itu untuk mengintrogasi suaminya.

"Kamu kenapa baik sama aku?" tanya Alana kepada Aline. Aline hanya diam. Ia tidak tahu kenapa ia berbaik hati kepada Alana kali ini. Mungkin karena ia sudah muak melihat drama di rumahnya sendiri.

"Aku cuma kasian sama kamu, kamu tidak pernah mendapat kasih sayang. Malah yang kamu dapatkan dari dulu hanya siksaan," ujar Aline yang berbeda dengan apa yang ada di pikirannya. Gengsinya lebih tinggi untuk mengatakan apa yang sebenarnya yang berada di pikirannya.

"Terima kasih, ya," ujar Alana tulus. Ia tahu Aline sangat peduli dan baik terhadapnya. Namun hanya masih terkalahkan dengan rasa gengsinya.

"Sama-sama," ujar Aline singkat lalu mengambil kotak obat P3K untuk mengobati luka pada wajah kembarannya.

ALANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang