[04]

192 27 3
                                    

𝐏𝐄𝐍𝐘𝐀𝐃𝐀𝐏

Sudah seminggu semenjak kejadian handphonenya berpindah tempat dengan sendirinya, [Name] mendapati handphonenya mudah lowbat dengan cepat. Ia sampai memutar otak kenapa hal itu bisa terjadi.

Handphonenya bisa dibilang baru beli, kemudian ia juga jarang menggunakannya, saat sedang di charger jarang ia mainkan jika tidak penting, lalu kenapa handphonenya bisa lowbat dengan cepat?

"Kebanyakan aplikasi mungkin,"

"Memori full,"

"Masa sih, aku jarang foto foto, game juga cuman satu." [Name] menghela nafas gusar.

"Coba bawa ke tukang servis, siapa tau hp-mu kena sadap?" Irene tiba tiba menimpali, salah satu teman kelas [Name]. Mereka berdua jarang berbicara satu sama lain, lebih tepatnya tidak terlalu akrab.

Hanya kebetulan mendapatkan kelompok yang sama, membuat mereka kenal sedikit tentang satu sama lain. "Adik sepupuku juga pernah ngalamin gitu," lanjut Irene.

"Terus, gimana?"

"Beneran kena sadap, sama mantan pacarnya."

✦✦✦

[Name] dan Irene berada di depan toko tukang servis. [Name] meneguk salivanya susah payah, merasa gugup. Bagaimana jika handphonenya benar benar kena sadap oleh seseorang yang bahkan tidak ia kenal?

"Ketahuan ya..."

Dua anak kuliahan itu melangkahkan kakinya, membuka pintu masuk yang membuat bunyi decitan dari bawah pintu yang bergesekan dengan lantai.

"Permisi..."

"Ya? Ada yang bisa saya bantu?"

Melihat seorang pria yang sepertinya adalah pemilik toko, [Name] langsung saja berjalan mendekat, mengeluarkan handphonenya dan meletakkannya dihadapan pria itu.

"Begini... Apakah bapak bisa memeriksa handphone saya? Saya merasa... Sepertinya handphonenya saya kena sadap,"

Pria itu mengambil handphone yang diserahkan [Name]. Entah apa yang ia lakukan dengan handphonenya, pria itu akhirnya menatap [Name] dan Irene. Ia diam sejenak kemudian membuka mulut, "benar hp mu disadap seseorang, dilihat lihat sepertinya orang ini adalah orang baru bisa melakukan aksi seperti ini."

Irene tidak terlalu mendengarkan apa yang dikata pemilik toko kepada [Name]. Niatnya hanya memberi tahukan [Name] tempat adik sepupunya memeriksa handphonenya.

Manik mata merahnya menatap pintu masuk dengan bosan, kemudian pintu itu terbuka dan seseorang melangkah masuk.

"Oh, Suna Rintarou?" Irene bergumam pelan, ia mengenali orang itu.

"Kau mengenalku?"

Pandangan [Name] beralih menatap Irene bingung, penasaran apa yang dilihat Irene, [Name] ikut menoleh ke arah laki laki bermata emas itu.

✦✦✦

"[Name] kau yakin bisa mempercayainya?"

"Kenapa tidak? Dia kan hanya membantu, lagi pula kau mengenalnya kan?" [Name] membalas pertanyaan Irene.

Helaan nafas kasar terdengar, menandakan Irene sekarang tengah kesal. "Kau ini bego atau apa? Kita bahkan belum tau siapa yang menyadap handphone mu, dan sekarang kau malah dengan mudahnya mempercayakan orang yang bahkan tidak kau kenal?"

Irene menatap [Name]. Memastikan ia mendengarkan apa yang dibicarakannya, "aku mengenalnya karena adik sepupuku menyukai pertandingan bola voli, dan dia memperkenalkannya padaku walaupun aku tidak mengerti apa yang dibicarakannya."

"Jangan berburuk sangka, aku yakin dia benar benar baik!" [Name] menyangkal apa yang disampaikan Irene. Ucapan Irene tidak salah, tapi [Name] tidak enak menolak bantuan Suna.

Irene berdecih. [Name] benar benar naif. Tapi sebenarnya Irene juga akan berfikir hal yang sama jika ia berada diposisi [Name]. Rasa tidak nyaman menolak seseorang, apalagi niat orang itu hanya ingin membantu, mungkin.

Cring Cring

Keduanya berbalik, Suna keluar dari toko tukang servis dengan handphone [Name] ditangannya. "Ini, harusnya udah ga bisa disadap lagi,"


"Terimakasih."

Irene langsung saja menarik pergelangan tangan [Name] bermaksud agar gadis itu tetap berada didekatnya. "Terimakasih, kami akan pergi sekarang, selamat tinggal."

"Ah... Baiklah, sampai jumpa."

Suna memperhatikan Irene. Tatapan yang ia tunjukkan kepada [Name] dan Irene sangat berbeda.

Rencananya untuk mendapatkan handphone [Name] memang berjalan mulus, tapi rencana lainnya untuk membuat gadis itu dekat dengannya gagal.

"Menganggu." Gumam Suna pelan sambil berbalik pergi ke arah yang berlawanan. Senyuman miring tercipta pada bibirnya.

"Jika dia terus menganggu... Akan aku pastikan gadis itu tidak bisa melihat matahari lagi."

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

-Lep
©Leplepnaa

PAPARAZZITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang