Still on a Bad Day

54 21 11
                                    

Kesialan Letta seakan masih belum berakhir. Letta kebagian sesi akhir jam istirahat hari ini. Ia baru kembali ke counter pukul 14.30.

Ketika jam operasional bank hampir usai. Tiba-tiba seorang wanita cantik mengambil antrian customer service. Ia melangkah sambil menatap Letta yang sedang berdiri bersiap menerima nasabah. Sebelumnya ia membaca name desk, lalu menatap Letta dengan tatapan yang aneh, seraya tersenyum pinggir meremehkan. Hampir Letta memencet tombol antrian, sebelum Manda yang duduk di meja sebelah Letta berbisik cepat.

"Gue yang terima aja, Ta. Dia temen gue."

"Yakin? Lo baru aja beres terima nasabah."

"Nggak pa-pa," jawabnya. Lalu memanggil wanita itu cepat, "hey, Vio! Sini."

Letta duduk sembari melirik memperhatikan wanita itu. Rambut panjangnya hitam tebal, di blow curly. Tergerai indah persis seperti model iklan sampo. Badannya tinggi langsing semampai. Menggunakan dress pendek di atas lutut. Tapi yang mencuri pandangan Letta sampai ia mengernyit, ketika sadar wanita itu memakai wedges tinggi berwarna hijau botol. Wanita itu seakan ingin mencari perhatian semua orang.

Letta mengalihkan pandangannya. Membuka laci mejanya dan merapikan formulir transaksi harian. Bersiap menyelesaikan report.

"Jadi lo dari kapan di Bandung?" tanya Manda terdengar antusias sedari awal menyapa wanita itu dan saling bertukar kabar.

"Baru hari ini. Begitu sampe tadi langsung ke bank sebelah, nyamperin Nares. Ada janji sama dia. Habis ini juga bakal ketemu lagi," jawabnya tak kalah antusias, volume suaranya cukup keras.

Letta terkejut ketika tak sengaja mendengar nama Nares disebut. Entah kenapa otaknya seakan menyelesaikan puzzle cepat. Apakah yang cewek itu maksud adalah Nares pacarnya? Vio, Vio siapa? Tampak tidak asing dengan nama itu. Viola? Viola mantan Nares?

"Shit!" umpat Letta dalam hati.

"Oh, ada urusan apa emang sama Nares?" Manda kaget dan penasaran.

"Biasalah, dia kan yang selalu berbaik hati bantuin gue anytime. Gue mau minta tolong sesuatu."

"Lo masih kerja di Jakarta tapi, kan? Masih di bank yang sama kayak Nares?"

"Iya, tapi sekarang gue lagi proses apply ke Maskapai Penerbangan, sih. Doain ya, Manda," jawabnya lagi.

"Wah, keren. Pramugari, ya? Cita-cita lo dari dulu, kan?"

"Iya, makanya Nares mau bantuin ngurus beberapa file."

Letta terkesiap. Makin yakin akan perasaannya. Teringat cerita Nares, bahwa Viola mantannya itu memang kerja di bank yang sama dengan Nares, tapi di cabang Jakarta. Salah satu penyebab putusnya juga karena long distance.

Mata Letta memanas seketika mendengar itu. Dadanya sesak. Hatinya terasa sakit, seperti tertusuk belati. Karena Nares tidak cerita apapun padanya. Pikiran Letta berkecamuk cepat. Air mata Letta mulai menggenang. Hampir saja air matanya jatuh, ketika seorang nasabah menghampiri mejanya.

"Mbak, masih buka, kan? Mau minta tolong dong Mbak, ini ATM saya terblokir," ucap seorang Ibu.

Letta mengangguk ramah. Susah payah menahan air mata yang akan jatuh. Tenggorokannya sakit karena menahan tangis, hidungnya sudah basah. Lalu ia mengambil masker medis dari laci dan memakainya cepat.

"Mohon maaf saya lagi agak flu ya, Bu," ucap Letta sopan.

Samar-samar Letta mendengar Manda bilang bahwa Letta yang duduk di sebelah Manda itu pacarnya Nares. Letta pura-pura tidak mendengarnya. Sampai ia benar-benar tidak mendengar lagi semua ucapan mereka, karena fokus pada nasabah di hadapannya.

Are You Really The One?Where stories live. Discover now