Hari ke-P : Pecah Sudah

18 7 0
                                    

Oktober 2018

April 2018

Apakah kau sadar Dara? Pagi ini tiba-tiba langit mendadak cerah. Padahal subuh tadi aku berlari dengan berpayungkan mendung di atas kepala sisa hujan tadi malam. Gelap pekat, tak satu bintang pun mampu tampak diantaranya. Kau pernah berkisah bahwa kata terakhir di barisan namamu menyimpan harapan. Buana yang berarti "Dunia". Bahwa ayahmu berdoa agar kau menjadi permata untuk dunia. Menghangatkan setiap mereka yang berada di dekatmu. Namun bagiku kau seolah diproyeksikan untuk menjadi bagian dari semesta. Berbisik pada daratan dan berkisah untuk langit maupun penghuninya. Kau terlahir dengan berkat memahami isyarat alam. Dan aku meyakini bahwa cerahnya langit pagi ini adalah wujud ke-akraban dirimu dengan semesta. Kau berhasil membujuk langit untuk bekerja sama sepanjang hari ini. Atau jika tidak pun, biarkan asumsi tentang namamu ini liar untukku. Layaknya tangan ini yang tak lagi terkendali menulis rangkaian kata untukmu (bisa saja untuk kita) di atas kertas seadanya.

Rencana hari ini berhasil membuatku berdebar semalaman. Membuatku terbangun di beberapa jam malam yang semestinya belum saatnya. Jika boleh berlebihan, bahkan hari ini lebih kunantikan dari pada belasan hari ulang tahunku sendiri. Mungkin semangatku setara dengan anak usia enam tahun, yang hari itu adalah hari pertama baginya menjadi siswa di suatu sekolah dasar. Berdebar dan semakin tak sabar. Untuk pertama kalinya aku menjemput seorang perempuan di kediamannya. Bernegosiasi dengan orang tuanya agar bersedia meminjamkan putri tercintanya setidaknya untuk hari ini saja. Aku tak tahu harus berkata apa nanti di hadapan papa-mamamu. Aku tak yakin apakah kau akan menyukai penampilanku hari ini. Aku juga belum memastikan arah tujuan perjalanan kita nanti. Sejatinya hari ini penuh dengan hal yang mengkhawatirkan. Tapi bagiku, tak ada yang lebih mengkhawatirkan dari pada melewatkan pancaran bahagia lewat senyummu di hari istimewamu.

Jika suatu saat waktu masih berpihak pada aku dan dirimu. Jika langit masih merindukan kisah kita yang kuceritakan padanya. Entah di hari kelahiranmu yang ke berapa, aku ingin kita merayakannya di tepi laut tak berpenghuni. Hanya aku, dirimu, dan aroma asin laut yang terbawa hembusan angin. Aku akan bebas membacakan tumpukan puisi yang kurangkai akibat pesonamu. Dan tentu saja kita, bisa leluasa menyuarakan cinta. Kalaupun ada yang menyaksikan betapa sentimentalnya sepenggal kisah kita hari itu, biarlah kita jadi hiburan untuk siput dan kepiting laut sepanjang pantai. Hingga sore tiba, aku ingin menunjukkan padamu bagaimana dermawannya Tuhan melukis dunia, melukis buana, melukis dirimu. Bagaimana matahari yang gagah dengan rekah sinarnya, langit yang semegah itu, dan laut yang entah sedalam apa, mampu bertemu di satu sumbu yang mereka sepakati. Aku ingin memperkenalkanmu dengan tempat yang menjadi salah satu prespektif terbaik menikmati dunia. Di atas hamparan pasir putih itu, kita bisa duduk tenang menggenggam tangan satu sama lain. Menikmati silau jingga cahaya senja. Tersenyum kagum dan bersyukur pada Tuhan. Untuk momen itu, sepenggal kisah baru, dan segalanya tentang aku dan dirimu. Selamat ulang tahun ke-18 Dara Permata Buana

Dari orang yang akan selalu mengagumi senyummu,

Sua

SETELAH kelas sore itu, sebenarnya aku berniat pulang ke kontrakan dan mencuci sisa pakaian kotorku yang sudah menumpuk selama lima hari. Namun tiba-tiba salah seorang sahabat menawarkan kepadaku untuk mampir di kos tempat tinggalnya saja dulu. Katanya dia membawa banyak cemilan setelah dia pulang dari kotanya kemarin. Memang kos kawanku ini sangat dekat dengan kampus. Cukup lima menit berjalan kita sudah bisa beristirahat di kamar yang tak seberapa besar itu. Apalagi di depan kos juga ada "Warung Mama" yang sangat ramah di kantong mahasiswa. Ditambah lagi kita juga harus segera menyelesaikan tugas besar gambar teknik yang sudah mendekati deadline. Mungkin kita juga bisa sekalian menyicilnya disana. Menggambar sambil menikmati cemilan, terdengar tidak membosankan. Aku setuju dengan tawarannya.

Siklus RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang