LF - 2

168 35 9
                                    

Sudah lima hari mereka terjebak di kantor tempat mereka bekerja. Selama itu pula mereka mengetahui jika seluruh kota di Ilfreycombe terserang virus mematikan, atau bisa dibilang virus Zombie. Belum diketahui dengan pasti, bagaimana negara tercinta mereka itu bisa terserang virus tersebut.

Jaringan internet bahkan mulai putus nyambung, membuat mereka sedikit kesusahan meminta bantuan. Stok makanan minuman di pantry dan vending machine yang jumlahnya tidak terlalu banyak, membuat mereka harus mengirit. Bahkan, mereka mandi di toilet kantor dengan ala kadarnya.

Selama itu juga mereka mengetahui jika para Zombie di luar sana tetap beraktivitas siang dan malam, membuat mereka tidak bisa mencari celah untuk menyelamatkan diri. Raut frustasi dan putus asa terlihat jelas di wajah mereka, bingung harus melakukan apa.

Karena jaringan yang putus nyambung, membuat mereka harus lost contact dengan keluarga masing-masing. Mereka pun mencoba mengikhlaskan jika keluarga mereka turut menjadi korban serangan Zombie tersebut, walaupun rasanya sulit.

Di saat semua orang tengah sibuk dengan pikiran masing-masing, terdengar suara ribut di dekat tangga. Mereka pun keluar dari ruangan, guna mencari tahu penyebab suara ribut tersebut. Dan ternyata itu ulah Nora Zelaya yang terlihat memarahi Harry Anderson.

"STOP!!" teriakan Theodore sukses menghentikan perdebatan antara Nora dan Harry, keduanya menoleh ke arah pria itu, "Di saat seperti ini, bisa-bisanya kalian bertengkar."

"Aku kesal dengannya. Dia memaksa ingin keluar dari sini." sentak Harry sambil menunjuk ke arah Nora.

"Kenapa kamu mau keluar, Ra? Di luar sana sedang tidak aman." ucap Irina sambil mengusap bahu Nora guna menenangkan.

Nora menangis, "Aku khawatir dengan keluargaku.. hiks. Aku ingin pulang.. hiks. Bahkan kita tidak tahu sampai kapan di sini."

"Kau bisa mati jika keluar dari sini!" desis Harry menahan amarahnya.

"Lalu sampai kapan kita di sini?! Bahkan kita juga tidak tahu bisa selamat atau tidak walaupun berdiam diri di sini!" balas Nora tak kalah marah.

"Kau--."

"Biarkan." ucap Wynne dengan pelan dan membuat mereka menoleh kearahnya, "Let her go from here."

"Wynne.. kau--."

"That's what she wants." ucap Wynne tanpa mengalihkan tatapannya dari Nora, "Kita tidak bisa memaksanya untuk tetap tinggal di sini."

"Tapi--."

"Selama kita menjadi rekan kerjanya, apa pernah dia mendengar semua nasihat kita?" tanya Wynne menatap teman-teman kerjanya satu persatu dan mereka pun serempak menggeleng, menyadari memang sifat Nora sekeras itu, "Dia selalu teguh pada pendiriannya. Memang itu salah satu sifat yang bagus. Tapi, sesekali mendengar nasihat orang, itu tidak buruk kan?"

Nora menggertakkan giginya, tidak terima dipojokkan seperti ini, tangannya pun terkepal kuat, menatap tajam ke arah Wynne, "Orang sepertimu tidak pantas menghakimiku!"

"See?" ucap Wynne menatap teman-temannya, seolah mengatakan lihatkan dia begitu arogan?

"Dia tidak menghakimimu, Ra." ucap Ivory, "Dia hanya menyayangkan sifatmu itu."

"Sejak kita terjebak di sini, dia selalu berlagak seperti seorang pemimpin." desis Nora menatap Wynne penuh kebencian.

Wynne mendengus dengan senyum smirk di wajah cantiknya, "Jadi kau menganggapnya begitu?"

"Tidak usah mendengarkannya." ucap Talisa Franklin sambil mengapit tangan sahabatnya, Nora, "Jika kau memang ingin keluar dari sini, aku akan menemanimu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAST FORTRESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang