Rajendra dan Luna berjalan beriringan memasuki gedung rumah sakit. Tentu saja karena paksaan Luna yang mengatakan bahwa cuaca semakin dingin.
Rajendra cuman bisa nurut.
"Luna!" Panggil seorang laki-laki yang lebih tinggi dari Rajendra, tapi sepertinya umur mereka sama.
Laki-laki itu sama seperti mereka berdua, Rajendra tahu dari pakaian berwarna putih bercorak biru yang laki-laki itu kenakan.
"Pemeriksaannya udah selesai?" Tanya Luna akrab.
Laki-laki itu mengangguk. "Udah, kata Bang Niel gue masih sama kayak kemarin, sehat." Jawabnya semangat.
Luna mengangguk. "Bagus, deh." Balasnya.
Laki-laki menatap Rajendra, tanda tanya terpampang jelas di wajahnya.
Luna meraih tangan kurus pucat milik Rajendra. "Ini teman aku." Luna mengode Rajendra untuk memperkenalkan dirinya.
Rajendra yang paham langsung tersenyum. "Rajendra, Rajendra Lavanaa Auriga, teman barunya Luna."
"Panggil aja Rendra." Sahut Luna senang.
Laki-laki itu mengangguk. "Gue Narendra Abhipraya, panggil aja Naren." Balas laki-laki itu, Naren.
Luna mengangguk. "Naren, kamu bawa kamera?" tanya Luna.
Naren mengangguk, mengangkat tangan kirinya yang sedari tadi menggenggam kamera polaroidnya.
Mereka berdiri sejajar dengan Luna yang di tengah lalu Naren di sebelah kiri dan Rajendra di sebelah kanan.
"Cheese!"
Cekrek
⋆❀˖°
Matahari perlahan muncul, sinarnya yang cerah menerangi kamar Rajendra melalui jendela yang sengaja dibuka oleh perawat yang datang memberinya makan.
Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Rajendra dengan mukanya yang segar setelah dibasuh oleh air. Rajendra menemukan sang Bunda yang masih duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya.
"Bunda gak berangkat kerja?" tanya Rajendra heran.
"Nanti, nunggu kamu makan." Jawab Rena tanpa menatap Rajendra. "Kalau Bunda tinggal sekarang yang ada makanannya gak kamu makan, tapi dibuang." Lanjutnya seakan tau apa yang akan diucapkan sang Anak selanjutnya.
Rajendra mendengus, memilih duduk di ranjangnya, mengambil nampan makanannya bersiap untuk makan.
Tok tok.
Ibu-Anak itu sontak menatap pintu secara bersamaan. Pintu putih itu terbuka, menampilkan seorang gadis dan laki-laki yang Rajendra temui kemarin.
Luna dan Naren, kedua orang itu tersenyum lebar pada Rajendra, tidak tahu bahwa Rena juga berada di sana. Rajendra menurunkan sendoknya, menatap kedua orang di depannya dengan bingung.
"Lo berdua ngapain?" tanyanya.
"Sarapan bareng!" Seru mereka bersamaan.
Rajendra mengerutkan alisnya bingung. "Tenang aja, kita udah izin kok. Makanan kita lagi dianterin kesini." Sambung Luna yang seakan-akan tau arti mimik wajahnya.
"Jen."
Rajendra tersadar, ia lupa bahwa mamanya masih berada di sini. Luna dan Naren menoleh, menunduk. Merasa malu dengan apa yang mereka lakukan tadi.
"H-halo Tante." Sapa mereka canggung.
Rena tersenyum. "Kalau boleh tau, kalian siapa?" tanyanya lembut. Namun, bagi mereka berdua ucapan dan tatapan itu sangat menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEI || RENJUN
Teen FictionMei. Kata orang-orang Mei itu rasanya sangat panjang daripada bulan yang lain. Entah bagaimana Tuhan mengaturnya. Banyak juga yang bilang kalau suka-dukanya Mei itu melebihi bulan yang lain. Bahkan ada beberapa orang yang bilang kalau Mei adalah bul...