03 ⋆ Pengganggu Kelas

12 4 0
                                    

Rajendra menatap langit biru dari jendela kamarnya. Kedua temannya sudah pergi dari dua jam yang lalu dengan alasan yang sama yaitu, pemeriksaan.

Rajendra sendiri sudah melakukan pemeriksaannya tiga puluh menit yang lalu. Dan hasilnya, dia masih sama seperti kemarin.

"Rajendra? Kamu bisa dengar suara saya?"

Suara wanita yang keluar dari layar ipadnya membuat fokusnya terpecah. Dia lupa kalau sedang belajar online.

Rajendra tersenyum kikuk. "Bisa Bu, maaf." Balas Rajendra.

"Enak, ya. Masih bisa sekolah."

"He'em, gue iri."

Rajendra yang sedang menulis sontak menatap pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Menampilkan dua orang yang asik mengintip dan berbisik menggibahinya. Mungkin bukan berbisik, karena suara mereka dapat Rajendra dengar dengan jelas.

"Lo berdua ngapain di situ? Ganggu aja." Celetuk Rajendra kesal.

"Ganggu? Rajendra, kamu mau keluar dari kelas saya?"

Ya Tuhan, Rajendra lupa menonaktifkan suaranya. Dan sepertinya, gurunya itu hanya mendengar kata ganggu.

Rajendra menggeleng cepat. "Enggak Bu, bukan saya yang ngomong." Jawabnya beralasan.

"Bohong." Celetuk Luna dengan mata mendeliknya.

"Rendra nuduh kita Lun?" tanya Naren.

Luna mengangguk. "Iya kali." Balas Luna.

Rajendra yang kembali mendengar hanya bisa mendengus, menatap dua orang itu tajam.

⋆❀˖°


Setelah belajar online dengan guru tadi, Rajendra langsung mengusir Luna dan Naren secara paksa. Namun, sayang, sepertinya takdir sedang tidak memihaknya, karena Rena yang tiba-tiba saja datang dengan tas berukuran sedang yang terbuat dari karton, baunya yang harum seperti menghipnotis Luna dan Naren untuk tetap disitu. Bisa Rajendra tebak bahwa itu roti kesukaannya.

Rena yang melihat Luna dan Naren langsung mengajaknya makan bersama, karena memang sudah waktunya makan siang. Rajendra yang melihat mamanya mengajak dua orang yang sudah Rajendra usir hanya mendengus kesal.

Selesai memakan makanan rumah sakit, Rena memberikan roti kepada mereka bertiga. Rajendra yang melihat jatah rotinya berkurang semakin kesal.

Seperti anak kecil saja.

Luna terdiam, melihat roti kecoklatan dengan isi strawberry yang menggoda. Rena yang melihat itu bingung, heran dengan pasien perempuan satu-satunya di antara mereka.

"Luna gak suka rasanya? Mau tuker sama rasa lain?" Tawar Rena sembari menyodorkan sebungkus roti bertoping parutan keju yang menutupi bagian atas roti.

Luna menggeleng, tersenyum manis dengan perasaan bersalah. "Enggak Bun, Luna suka kok tapi Luna gak dibolehin." Tolaknya lembut.

"Kenapa?" Tanya Rena kembali.

"Luna sakit gagal ginjal Bunda, sama dokter Niel gak dibolehin." Jelas Luna lembut.

Rajendra dan Rena terdiam, berbanding terbalik dengan Naren yang santai menyantap roti isi kejunya. Remaja kamera itu sudah tahu tentang penyakit Luna, selain karena dokter mereka yang sama tapi juga mereka berdua yang masuk rumah sakit secara bersamaan.

Ah, Rena merasa bersalah. "Maaf, Bunda gak tau." Tutur Rena dalam.

Luna tersenyum manis. "Gak apa-apa Bun, ini buat Rendra aja. Ngeliat Rendra sama Naren makan udah bikin Luna kenyang." Jelas Luna bersungguh-sungguh.

Cekrek

Luna dan Rena menoleh, menemukan Naren yang sudah mengibas-ngibaskan hasil fotonya. "Nice, foto baru lagi," ucapnya senang.

Rajendra menatap sang teman dengan bingung. Luna yang selalu menolak makanan pemberian Rena karena penyakitnya. Lantas, mengapa Naren senang sekali memfoto apapun kejadian? Adakah hubungannya dengan penyakit yang diderita Naren?

"Oh iya, Jen," panggil Rena ketika teringat sesuatu. "Jay bakal dateng kesini besok habis pulang sekolah."

Rajendra mengangguk masih mengunyah roti coklat kesukaannya. "Hm, bilangin Jay, Jendra titip alat lukis, Jendra bosen." Pintanya.

Rena mengangguk. "Nanti Bunda bilangin."

MEI  ||  RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang