"Jay, kamu udah bawa alat lukis Jendra?"
Lelaki itu mengangguk, walaupun sepertinya percuma karena Rena yang berada jauh darinya tidak akan bisa melihatnya.
"Udah Bun, Jay juga udah nyampe di rumah sakit." Jawab lelaki itu, Jay.
"Kamarnya Jendra ada di lantai empat, kamar kelima dari kiri lift, nomer 23." Jay kembali mengangguk. "Kalau gitu Bunda lanjut kerja, ya. Kalau ada apa-apa telfon aja."
"Iya Bun. Dadah."
Sambungan berakhir, benda pipih itu dia masukkan ke saku jaketnya. Jay melangkah masuk dengan satu tas besar di punggung kokohnya.
"Dua puluh tiga... dua puluh tiga... dua puluh- nah, ketemu." Gumam Jay dengan senyum merekahnya.
"Rajendra! Sepupu lo datang!" Serunya saat pintu dia buka tanpa diketuk.
Penghuni kamar itu menatap tajam Jay, kesal karena sepupunya itu tidak tahu etika sama sekali. Jay yang ditatap hanya menyengir merasa tidak bersalah.
Jay menaruh tas besar itu di sofa lalu mendudukkan dirinya tepat di sebelah tas. Jay merenggangkan ototnya, cukup berat membawa semua alat lukis dalam satu tas besar, apalagi dia membawanya dengan motor sport yang mengharuskannya membungkuk.
Nanti dia harus meminta Rajendra memijatnya.
Rajendra mendelik. "Lo bawa apaan? Bom, ya?" Tanya Rajendra curiga.
Jay berdecak melayangkan tatapan julidnya ke sepupu tidak tahu terima kasih itu. "Alat lukis lo, lah!" Balas Jay kesal.
Rajendra yang tadinya curiga langsung tersenyum lebar, turun dari ranjangnya dan berlari menghampiri tas besar itu. Remaja itu mengeluarkan alat-alat lukisnya satu persatu, senyumnya semakin merekah ketika menemukan kanvas berukuran sedang dan kecil yang lumayan banyak.
"Kenapa lo gak bilang daritadi? Kasian anak-anak gue nunggu lama, ututu," ucap Rajendra mendramatisir sembari mengelus-elus kanvas-kanvas tersebut.
Jay yang melihat itu semakin menatap Rajendra dengan tatapan geli. "Anak-anak gue? Hoek. Ipad lo emang kemana, sih? Nyusahin gue aja." Cibir Jay heran.
Rajendra menunjuk benda pipih yang berada di nakasnya dengan mata dan bibirnya yang dimajukan. "Noh, gue bosen pake ipad. Lebih enakkan kanvas, bisa main cat." Jawabnya.
Rajendra sebenarnya juga suka dengan aplikasi menggambar di ipadnya. Namun, dia sangat bosan, selain karena membuat otaknya buntu tiba-tiba, ipad itu juga membuat matanya sakit jika dipakai terlalu lama. Rajendra gak suka.
Jay mengangguk, tidak membalas kembali. Remaja bermata boba itu memilih membaringkan tubuhnya di sofa. Ternyata pas di tubuhnya.
"Lo mau ngapain?" tanya Rajendra bingung.
Jay melirik sedikit lalu kembali menutup matanya. "Tidur, lah! Gak lihat apa gue tiduran gini?" Sewotnya kesal.
Rajendra menarik tangan Jay yang lebih besar darinya secara paksa. "Gak boleh, lo harus temenin gue ngelukis." Sanggahnya tidak akan membiarkan sang Sepupu larut dalam mimpi sebelum satu kanvasnya dipenuhi cat.
Jay membalikkan tubuhnya, tarikan pada tangannya itu tidak membuatnya bergeming. Bagaimana tidak? Tenaga Rajendra terlalu kecil, remaja itu hanya menggoyang-goyangkan tubuhnya pelan. "Kagak, ogah gue, ngantuk." Tolak Jay mentah-mentah.
Rajendra mendengus kesal. "Kalau dalam hitungan lima lo belum bangun, gue telfon Mama." Ancam Rajendra.
Jay segera bangun dari tidurnya pada hitungan ketiga, remaja mata boba itu menatap malas sang sepupu. Namun, sedetik kemudian dia menghela nafasnya pelan lalu bangkit sembari memakai jaket kulitnya.
⋆❀˖°
"Gimana? Adem, kan?" tanya Rajednra sembari merapihkan alat lukisnya, bersiap untuk melukis.
Jay mengangguk, membaringkan tubuhnya di samping Rajendra, menutup matanya bersiap untuk tidur. Rajendra yang melihat itu mengabaikannya, peralatan lukis di depannya lebih menarik daripada sepupunya itu.
"RENDRA!"
Teriakan gadis membuat Jay kembali membuka matanya, berdecak kesal. Bersamaan dengan dua pasien asing yang datang dan langsung mengerubungi Rajendra.
"Kamu ngapain?" tanya Luna.
"Makan, ya lo lihat, lah dia lagi ngapain." Bukan Rajendra yang menjawab, karena remaja itu terlalu fokus dengan lukisannya. Tapi, Jay, remaja bermata boba itu menatap malas Luna dan Naren.
Luna menatap Jay sinis. "Dih, aku gak ngomong sama kamu, ya. Jangan sok asik, deh." Cibirnya.
Jay memutar bola matanya malas. "Lo yang siapa? Dateng-dateng ganggu orang, berisik." Balasnya.
Luna mendekat ke arah Jay sambil berkacak pinggang. "Aku Luna! Temannya Rendra!"
Jay terdiam, bingung dengan nama yang diucapkan oleh gadis yang tingginya hanya sampai pundaknya.
"Rendra? Rendra siapa, njir. Lo salah orang kali?"
Luna mendengus, tangan kanannya terangkat menunjuk remaja yang membelakangi mereka berdua. "Dia, Rendra!"
Jay mengerutkan keningnya. Rajendra yang terganggu fokusnya berdecak kesal. "Bisa diem, gak? Lo berdua sama-sama ganggu." Usirnya kesal tanpa menatap mereka berdua.
Cekrek
Luna dan Jay menatap Naren yang sedari tadi diam sembari mengibas-ngibaskan hasil fotonya. Senyuman simpul terbit di wajah manisnya, puas akan hasilnya.
"Judul hari ini, Luna berantem. Ok, bagus. Lun, ingetin gue, ya." Pinta Naren yang secara tidak sadar langsung diangguki Luna.
Naren menyimpan foto itu ke dalam saku bajunya, tangannya terulur pada Jay.
"Gue Narendra Abhipraya, panggil aja Naren, lo siapa?" Sapanya ramah.
Jay tersenyum miring, melirik sedikit ke arah Luna lalu membalas uluran tangan Naren. "Gue Jay, Jayendra Alio Antarka." Balasnya.
Naren mengangguk, melepas tautan tangan itu lalu menatap Luna yang masih menatap Jay tajam. "Lun." Panggilnya, mengkode pada gadis kecil itu untuk ikut berkenalan dengan remaja bermata boba tersebut.
Luna menggeleng, menolak kode Naren. Sedangkan Jay hanya diam.
Naren yang mulai jengah dengan tingkah laku kedua orang itu berdecak kesal. "Masih lama, gue ngambek loh, Lun." Ancamnya.
Luna mendengus, berakhir mengulurkan tangannya pada sosok yang lebih tinggi darinya. "Luna, Alluna Valerian Zoe, temannya Rajendra, Rendra." Ucapnya sembari menekan kata-kata terakhirnya.
Jay kembali tersenyum miring, dengan matanya yang sinis, remaja mata boba itu membalas uluran tangan Luna. "Gue Jay, Jayendra Alio Antarka. Sepupunya Rajendra." Balasnya, ikut-ikutan menekan kata terakhirnya.
Cepat-cepat Luna melepas tautan tangan itu, menatap Jay kesal karena ternyata hubungan remaja itu dengan Rajendra lebih dekat daripada dia. Luna berbalik, mendekat ke Rajendra yang kembali melukis saat Naren berkenalan dengan Jay.
Jay yang merasa dirinya menang, tersenyum puas akan reaksi gadis kecil itu.
⋆ Jayendra Alio Antarka
KAMU SEDANG MEMBACA
MEI || RENJUN
Teen FictionMei. Kata orang-orang Mei itu rasanya sangat panjang daripada bulan yang lain. Entah bagaimana Tuhan mengaturnya. Banyak juga yang bilang kalau suka-dukanya Mei itu melebihi bulan yang lain. Bahkan ada beberapa orang yang bilang kalau Mei adalah bul...