3. Delapan tahun lalu

18 1 0
                                    

Delapan tahun lalu,

Mahasiswa baru yang berkumpul di ruang aula mulai hening ketika para anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) mulai berdatangan masuk. Mereka berjajar di atas panggung. Mengenakan alamamater khas kampus mereka yaitu biru tua.

Salah satu anggota BEM tersebut mulai mengambil microfon. Mulai berbicara dengan lantang dan tegas. Mengarahkan dan menjelaskan sebagai mahasiswa baru. Dia adalah ketua BEM, Arya Gavino tertera pada name tag almamaternya.

Gadis yang mengenakan seragam hitam putih pun terus tersenyum melihat ketua BEM tersebut. Pria tampan dengan rambut hitam. "Aku akan menikahimu, Arya Gavino." Gumam gadis itu.

"Apa?!"

"Apa?"

Alegia Diani, mengernyitkan alisnya menatap gadis disampingnya. "Kamu tadi bilang apa? Aku nggak denger."

"Oh, kenalin. Aku Agatha Lien. Panggil Agatha saja."

"Oke, panggil aku Gia. Kita berteman ya."

***

Agatha Lien, duduk di salah satu kursi perpustakaan kampus. Dipojok ruangan itu, matanya terus mengamati pria yang tengah fokus dengan layar laptopnya. Agatha tertawa masam, begitulah penampakan pria yang menempati tahun terakhirnya di kampus.

"Tha, gue mau bicara sama lo."

"Nanti, Gi. Gue harus mengabadikan momen ini."

"Arya?" Tanya Alegia mengikuti arah pandang Agatha. "Tha, tapi ini tentang Arya."

"Alegia. Wanita cantik. Tahu apa tentang Arya? Kita bicara nanti saja, oke."

Cegah Agatha ketika Alegia ingin membicarakan tentang Arya. Alegia pun hanya bisa diam sekarang, mungkin besok ia harus berbicara lagi dengan Agatha. Wanita yang sudah berdiri dan menghampiri Arya.

Agatha pun duduk di depan Arya. Dengan senyuman yanh merekah membuat Arya pun bingung dengan wanita itu. "Hai Agatha, sedang apa disini?"

"Di perpustakaan tidak untuk minum coffe, kan?"

Arya tertawa kecil, tentu saja. Ketiga kalinya bertemu Agatha Lien ini, setiap pertanyaannya justru dijawab dengan pertanyaan kembali. Namun, wanita itu selalu ceria dibalik wajah sarkasnya.

"Apa sore nanti kita minum coffe?" Lanjut Agatha.

"Jam 7 malam, ada pertemuan kecil di cafe dekat kampus. Kamu boleh join disana."

"Dengan senang hati, kak Arya. Boleh aku ajak teman?"

"Silahkan."

"Baik kalau begitu, aku masuk kelas dulu, kak."

"Belajarlah yang rajin."

Agatha pun bangkit dari duduknya. Dengan centilnya, matanya mengedip satu pada Arya. Pria itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Lain dengan Alegia, gadis itu langsung mengejar Agatha dan menariknya segera keluar perpustakaan. Agatha pun hanya menuruti kemana Alegia pergi. Kelas yang akan dimulai lima menit lagi itu justru di abaikan oleh Alegia.

"Agatha, kita harus bicara sekarang."

"Nggak bisa. Kita ada kelas, kan."

"Kita bolos aja." Ajak Alegia.

"Nggak, gue harus pintar." Ucap Agatha. Langkah mereka pun berhenti. "Biar anak gue sama kak Arya jadi pintar." Bisik Agatha.

"Dasar. Jangan halu. Kamu harus potong rambut panjangmu biar tidak kebanyakan pikiran negatif."

"Rambut panjang pengaruh sama pikiran negatif, gi? Enggak lah. Bodoh emang lo." Agatha pun menyentak genggaman Alegia. Ia berjalan berbakik arah, tentu saja berjalan menuju ruang kelasnya. Mengikuti mata kuliah dengan seksama agar ia bisa menjadi pintar.

*

Malam itu, acara pertemuan anggota BEM. Betapa nekatnya Agatha dan Alegia hadir. Pertemuan yang berisikan para senior saja. Agatha, masa bodoh. Pikirnya, semuanya demi mendekatkan diri pada Arya Gavino.

Agatha dan Alegia duduk di antara para senior tersebut. Tentu saja disebelah Arya sang ketua BEM. "Siapa dia?" Tanya salah satu anggota BEM.

"Adik-adik gue. Temannya Viona. Mereka kebetulan rumahnya jauh jadi pulang sama gue."

Jantung Agatha berhenti sejenak. Melirikkan mata pada Arya. Siapa Viona? Sejak kapan dirinya mengenal Viona? Bingung Agatha di pikirannya.

"Ahhh, salam kenal dari kita."

"Gi, tau Viona?" Bisik Agatha.

Alegia diam. Ia sibuk dengan ponselnya. "Alegia." Bisik Agatha kembali.

"Tha, bisa dimakan makanannya."

"Iya, iya, kak Arya."

Pembicaraan ringan anggota BEM pun terus bersahut. Begitupun dengan Arya sebagai ketua yang sebentar lagi akan mengakhiri jabatannya. Sangat tampan, puji Agatha. Pria itu mulai mengatakan ucapan perpisahan pada anggotanya.

"Karena sudah malam, gue izin pulang dulu ya." Kata Arya.

Wait, jangan. Kenapa harus pulang sekarang. Sesal Agatha. Namun, ia terlalu patuh pada Arya. Ia mengikuti Arya pergi menuju parkiran mobil. "Aku antar kalian berdua."

"Dengan senang hati, kak Arya." Ucap Agatha. Membuka pintu mobil dan mendudukkan dirinua di samping pengemudi.

"Masuk, Gia."

"Ya kak."

*

Setelah mengantar Agatha, tinggallah Alegia dan Arya di dalam mobil. Pria itu pun mulai menancapkan gas mobilnya kembali. Melewati rumah mewah di hadapannya. Sampai Arya terkagum, Agatha anak orang kaya raya.

"Gue bukan sopir lo, Alegia." Kesal Arya.

Alegia hanha diam. Menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari terus memalingkan wajahnya. Matanya terus mengamayi keluar kaca mobil.

"Alegia Gavani." Panggil Arya sekali lagi.

"Jangan sok manis didepan Agatha." Ucap Alegia.

"Sok manis bagaimana?"

"Tadi."

"Tadi? Itu sok manis? Alegia, itu hanya ramah. Mana mungkin ketua BEM dipandang jahat didepan mereka."

"Ya, harusnya."

Arya menghela nafasnya. Ia menepikan mobilnya di pinggir jalan. "Turun."

"Apa?!"

"Turun."

"Emang gila!" Kesal Alegia. Ia pun segera membuka pintu mobil. Wanita itu langsung menutup pintu mobil dengan keras dan berjalan melewati trotoar.

***

[Rabu, 29 Mei 2024]

Hello, AgathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang