Tadinya, Belle akan langsung membawa Elea ke rumah sakit jika pagi harinya demam sahabatnya itu tidak turun. Beruntunglah demam Elea turun di pagi harinya. Hanya tersisa mual yang Elea bilang tak perlu terlalu dikhawatirkan. Belle juga memilih ijin setengah hari dari kantor setelah benar-benar memastikan kondisi Elea sudah lebih baik.
Sepeninggal Belle, Elea kembali berbaring di atas tempat tidur menatap langit-langit kamarnya. Kepalanya sesekali masih terasa sakit, pun perutnya yang terkadang masih terasa mual, Beberapa bulan lalu, Elea juga pernah mengalami hal seperti ini. Tiba-tiba demam dan mual, dengan intensitas sakit yang rasanya semakin bertambah. Sejujurnya, Elea pernah berpikir kemungkinan apa yang dialami saat keadaannya seperti ini. Tetapi Elea memilih mengenyahkannya selama rasa sakit itu masih bisa ditahan dan setelahnya hilang cukup lama.
Elea yakin dirinya baik-baik saja. Karena itu Elea hanya membuang napas pelan, lalu menutup matanya kembali saat rasa pusing kembali mendera kepalanya. Perlahan setelahnya, kedua mata Elea memejam dan kesadarannya mulai menghilang.
Di dalam pejaman matanya, Elea seperti berada di sebuah taman yang sangat indah dan begitu cantik. Elea terpesona dengan banyaknya hamparan bunga berwarna-warni yang membuatnya melebarkan senyuman tak kalah indah dari bunga-bunga itu. Cantik. Sebelumnya Elea tak pernah melihat taman secantik ini. Juga aroma wangi yang tak pernah diciumnya sebelum ini. Ketika tangan Elea menyentuh salah satu bunga berwarna putih yang paling menarik perhatiannya, sebuah suara tiba-tiba menghentikan gerakannya.
Ketika Elea membalikkan tubuh, seketika itu juga raut wajahnya membeku hebat. Tatapannya mengunci lekat sosok wanita yang selama ini hanya bisa dilihatnya dari selembar foto yang dicurinya dari kamar sang ayah saat ia masih berumur sembilan tahun. "I-Ibu..?"
"Sayangku..."
Detik itu juga, tangis Elea terdengar keras. Tubuhnya meluruh, tapi berusaha untuk menggapai sosok yang selama ini selalu diharapkannya datang walau sekadar hanya melalui mimpi. Tangis Elea semakin kencang saat ibunya memberikan sebuah pelukan yang selama ini hanya berada dalam angan-angannya. Tangan Elea terulur membalas pelukan itu dengan sangat erat—tak ingin kehilangan lagi. "I-Ibu... Ibu..." isaknya penuh kerinduan.
"Kenapa ibu meninggalkanku? Kenapa ibu tidak ikut membawaku pergi? Kenapa membiarkanku menjalani hidup seperti ini sendirian? Apa ibu tidak menyayangiku? Apa ibu tidak kasihan padaku? Aku... aku tidak..." Elea bahkan tersedak tangisnya sendiri. Seluruh pertanyaan yang selama ini hanya berada dalam kepalanya, segera diluapkan saat sosok yang selalu dirindukan akhirnya datang dan memberinya pelukan yang tak kalah erat. Elea tak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Entah pertemuan ini hanya mimpi atau ternyata ia yang sudah berada di dunia yang sama dengan sang ibu, Elea tidak ingin peduli.
"Ibu menyayangimu, tentu saja sangat menyayangimu, Sayang. Ibu berikan kehidupan untukmu karena begitu menyayangimu."
Elea masih terisak dengan pilu saat sang ibu perlahan melepaskan pelukan mereka untuk mengusap wajahnya yang berlinang air mata.
"Kau adalah permata yang ibu dan ayah tunggu sejak masih berada di perut ibu. Kakakmu juga sangat menantikan kehadiranmu sejak ibu hamil. Kami sangat menyayangimu, Sayangku."
Kalimat itu tentu saja membuat air mata Elea semakin mengalir. Kepalanya menggeleng kuat-kuat—menyangkal kalimat yang tentu saja hanya sebuah bualan. Ayah dan kakaknya adalah penyumbang luka pertama dalam hidupnya. Mereka membuatnya menjadi samsak amarah akan luka karena kehilangan sang ibu. "Ayah dan kakak tidak pernah menyayangiku, Bu. Mereka membenciku. Mereka tidak menyukai kehadiranku. Mereka jahat. Mereka selalu menyakitiku. Mereka tidak pernah peduli bagaimana perasaanku menghadapi kerasnya kehidupan seorang diri..." Elea berujar sambil terus menangis penuh kesedihan. Menumpahkan seluruh kesakitannya di depan sang ibu. Agar ibunya tahu bahwa pilihan membiarkannya hidup dan mengorbankan nyawa adalah sesuatu yang salah. Sesuatu yang justru memberinya luka, bukanlah kebahagiaan karena hadirnya katanya begitu dinanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Easy on Me
General FictionSong Series #6 You can't deny how hard I have tried I changed who I was to put you both first But now I give up Go easy on me, baby [Easy on Me - Adele] "Kali ini, aku akan membebaskanmu, Earl. Selamanya." "Selamanya?" "Ya. Aku akan menghilang dari...