BAB 9

314 28 4
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*
.
.
.


"Aaa tanganku..."

"Astaga Abian aku tidak sengaja menyenggol tanganmu"
Dengan senyuman jahatnya, ia menambah kesakitan Abian dengan mendorongnya dari belakang.

"Aaa... a-ampun tuan... hiks..."

Faril begitu puas melihat Abian tersiksa di depan matanya, tangan yang sudah melepuh akibat air panas kini tangan lembut itu diinjak oleh Fahril untuk menambah kesakitannya.

"Aaaaa... T-tuan mudaa maafkan aku tuaan... hiks..."

"Apa kau menyukai Asta?"

"... "

"JAWAB"

"T-tidak tuan... a-aku... aku tidak menyukai tuan Asta...hiks"
Abian terpaksa berkata bohong didepan Faril, walaupun sebenarnya ia sangat mencintai Asta.

"Sekali lagi aku melihatmu mendekati Asta, aku tidak akan segan untuk membunuhmu"

"Hiks... i-iya tuaan"

Kini Faril melepaskan kakinya dari tangan Abian yang sudah terluka parah, lalu pergi meninggalkan pria imut itu.

"hiks... t-tangankuu... hiks"
Abian sangat mengasihani hidupnya yang begitu malang, mungkin seperti itulah konsekuensi mencintai seorang Asta.

Abian pun bangkit dari duduknya dan ia berjalan mencari sesuatu untuk mengobati lukanya.

.
.
.

Malam yang begitu sunyi dan bertemankan sinar rembulan yang begitu terang, Abian pun duduk diteras menatap bunga mawar putih yang ia sengaja tanam di sebuah pot kecil agar ia bisa melihatnya tanpa keluar dari rumah itu.

Tanpa ia sadari air matanya terjatuh membasahi pipinya, ia kembali mengingat perlakuan Faril yang begitu kejam pada dirinya.
Sentuhan angin yang begitu lembut membuat rambut Abian sedikit bergerak.

"Aku tau tuan muda Faril sudah memiliki tuan Asta, tapi kenapa aku harus mendapatkan siksaan itu... hiks"
Abian menatap tangannya yang sudah ia perban sendiri.

Ceklek...
Pintu kamar terbuka.

"Abian... kamu belum tidur?"

Abian langsung menoleh ke belakang setelah ia mendengar suara yang begitu familiar di telinganya.

"Tuan Asta..."

"Ini sudah larut malam dan kamu belum tidur"

"A-aku masih belum ingin tidur tuan"

"Lalu apa yang kamu lakukan disini sendirian, ayo kita masuk cuaca disini begitu dingin"

Disaat Asta ingin memegang tangan Abian, ia heran melihat perban yang mengikat di tangan Abian.

"Hey... ada apa dengan tanganmu Abian, apa tangamu terluka?"

Mendengar pertanyaan Asta, ia pun khawatir dan bingung bagaimana ia akan menjawabnya.

"T-tidak apa tuan.. I-ini hanya luka kecil.. tadi aku membuatkan tuan muda Faril segelas susu, tapi air panas mengenai tanganku"

"Lain kali ketika membuat sesuatu kamu harus hati-hati"

"I-iya tuan"

Abian terpaksa kembali berbohong walaupun ia sangat membenci untuk berbohong, tapi bagaimana lagi ia harus melakukan itu dengan keselamatan dirinya sendiri.

"Kalau begitu aku akan memanggil dokter untuk mengobati lukamu itu"

"T-tidak usah tuan, luka ku ini hanya sedikit dan besok akan sembuh"

"Baiklah... kalau begitu sebaiknya kamu masuk dan tidur"

"Iya tuan"

Asta dan Abian kembali memasuki kamar dan menutup pintu teras itu.
Abian duduk di pinggiran kasur dan melihat Asta yang sedang menuangkan segelas air putih.

"Abian minumlah air ini"

"Terima kasih tuan"

Ia pun meminum segelas air yang diberikan oleh Asta, mungkin Abian sedang kehausan sampai air yang diminumnya habis.

Asta tersenyum melihat Abian yang menghabiskan air yang ia berikan, lalu ia mengambil kembali gelas itu dan menyimpannya.

"Abian... apa aku bisa tidur denganmu?"

Abian sedikit bingung kenapa Asta selalu ingin tidur dengannya, padahal Asta memiliki kamar yang begitu luas dibandingkan dengan kamarnya.

Tapi disaat Abian akan menjawab, ia langsung teringat dengan ucapan Faril kalau ia dilarang untuk mendekati Asta, mengingatnya membuat ia kembali ketakutan.

"T-tuan Asta sebaiknya tidur dikamar milik tuan sendiri, atau tidur dengan tuan muda Faril"

"Tapi Abian aku hanya ingin tidur denganmu... tapi kalau memang itu maumu aku akan tidur dikamarku sendiri... dan sebaiknya kamu tidur juga"

"iya tuan"

Asta pun langsung pergi meninggalkan kamar Abian dengan rasa sedikit kecewa, namun ia juga tak ingin membuat Abian merasa terganggu dengan keberadaan dirinya.

"Maafkan aku tuan Asta... sebenarnya aku juga sangat ingin tidur denganmu dan memelukmu... tapi aku sangat takut dengan tuan muda Faril"

Abian merebahkan tubuhnya diatas kasur dan mencoba untuk tidur.
Namun Air mata kembali menetes karena tak sanggup mengingat ketika Asta meninggalkan dirinya.

.
.
.

Di suatu tempat, tepatnya di kamar Asta.
Pria kekar itu memikirkan wajah Abian yang begitu manis dan tak bosan untuk di pandang.

Namun setelah kedatangan Faril, senyuman yang ada pada Abian semakin berkurang, bahkan Abian menolak untuk tidur dengan dirinya.

"Abian... kenapa wajahmu selalu ada dalam pikiranku, aku bahkan tidak bisa tidur tanpa melihat wajah manismu itu"

Ceklek...

"Sayang apakah aku bisa tidur bersamamu?"
Faril membujuk Asta untuk tidur dengannya.

"Faril sebelumnya kau tak pernah meminta untuk tidur bersamaku"

"Sayang, setelah beberapa bulan aku di Belanda aku sangat merindukanmu... Kau tau? Setiap malam aku memikirkanmu"

"Benarkah?"

Asta merasa bosan mendengar apa yang diucapkan oleh Faril, entah mengapa namun ia sama sekali tidak mencintai Faril.

"Kalau kau ingin tidur disini, tidurlah di kasurku... aku harus menyelesaikan tugas kantorku"
Asta meninggalkan Faril sendirian di kamar mewah itu.

"Aku tau Asta... sebenarnya kau hanya menginginkan Abian untuk tidur bersamamu.. Tapi, aku tidak akan membiarkan itu terjadi"

Faril pun pergi dari kamar itu dengan raut wajah kesalnya.






Jangan lupa vote and Comment :)

Btw maaf ya kalo ceritanya membosankan atau ada kata kata yang tidak nyambung

Membuat cerita dan mengerjakan tugas sangat sulit 😅😅

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY LORD [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang