8. THE SAME EXPECTATIONS

148 88 18
                                    

Mendengar kabar Elgar sudah sadarkan diri, segera beberapa guru sebagai perwakilan berkunjung ke rumah sakit melihat keadaan murid kesayangan mereka. "Nak Elgar lain kali jangan sampai begini lagi ya, Ibu sedih lihat kamu terbaring di rumah sakit." ucap Ibu Tina sambil mengusap sisa air matanya. Guru yang mengajar di bidang B. Indonesia itu sangat mengkhawatirkan keadaan Elgar, selain sebagai murid kesayangan, cowok itu juga sudah ia anggap seperti anaknya sendiri apalagi dirinya juga merupakan teman dari almarhumah TamaraーMama Elgar.

Guru yang lain juga ikut bersedih tentang kondisi yang telah Elgar alami, tapi mereka bersyukur Elgar telah berhasil melewati masa sulitnya. "Cepat sembuh, ya Elgar. Ini sedikit bantuan dari Bapak." Pak Oki selaku guru penjas memberikan amplop kepada Elgar.

Elgar hanya bisa berterima kasih dan tersenyum tipis dengan semua perhatian guru-gurunya di sekolah. "Kalau ini bantuan dari Bapak," ujar Pak Mamat memberikan amplop yang cukup tebal.

"Enak bener, ya jadi Elgar dapat uang padahal bokapnya Direktur perusahaan," bisik Arvin kepada Dylan di sampingnya.

Mereka hanya bisa memperhatikan Elgar dari belakang karena temannya itu dikelilingi guru-guru.

Dylan menyikut lengannya Arvin agar cowok itu lebih memperhatikan omongannya. "Lo ngomong tuh di jaga, ntar kedengaran guru gak enak," ketus  Dylan dengan suara pelan, tapi ia langsung tersenyum canggung saat Pak Mamat menoleh ke arah mereka yang berbisik-bisik.

"Telinga Pak Mamat denger aja njir orang lagi bisik. Emang beda, ya telinga orang yang biasa nguping," Regan berdecak kecil di samping Dylan membuat cowok itu hanya bisa menghela nafas sabar berada di tengah-tengah makhluk seperti Regan dan Arvin yang satu spesies kalau soal membicarakan orang lain.

Setelah beberapa jam terlewati, akhirnya para guru pamit untuk pulang. Galen dan Regan mengantar guru-guru tersebut hingga depan rumah sakit. "Titip Elgar, ya. Jaga dia baik-baik." Galen beserta Regan mengangguk mendengar pesan Ibu Tina sebelum wanita paru baya itu pulang bersama guru yang lain.

Keduanya berdiri cukup lama memastikan bahwa mobil yang berisi rombongan para guru itu sudah keluar dari perkarangan rumah sakit. Galen dan Regan lekas berbalik masuk.

Saat ingin  berjalan masuk, sebuah belati mengarah ke arah mereka. Regan yang merasakan sesuatu menuju cepat ke arah dirinya dan Galen segera menarik baju temannya itu, tapi karena kurang cepat, salah satu belati itu berhasil menggoreskan luka di lengan Galen.

Regan segera berdiri dan melihat ke sekeliling rumah sakit. "Sialan, siapa?!" teriak cowok itu sambil menatap ke sana dan kemari untuk mencari sosok yang sudah melemparkan belati itu ke arah mereka.

Terdengar suara dari arah semak-semak parkiran. Regan ingin mengejarnya, tapi setelah melihat kondisi Galen, akhirnya ia memutuskan untuk menolong temannya dan membiarkan sang pelaku pergi.

🍩.

Elgar menaruh amplop putih di atas nakas, itu pemberian dari gurunya tadi. Ntah akan ia gunakan untuk apa uang itu nanti, yang pasti cowok itu akan menggunakannya sebaik mungkin dan bukan untuk hal aneh-aneh. "Makasih." Elgar mengambil beberapa potongan buah apel yang telah di kelupas kulitnya beserta di potong beberapa bagian oleh Arvin.

"Gak usah makasih, sebagai teman kita harus membantu." ia menepuk dadanya bangga seolah sudah menjadi teman yang baik untuk Elgar. "Tapi pas ada tugas contekan ya, El." lanjutnya dengan cengiran.

"Iya," balas Elgar. Arvin yang mendengarnya langsung tersenyum sumringah.

Cowok berwajah manis itu kemudian menarik kursi dan duduk di dekat Elgar. "Cepat sembuh, ya! Nanti Bunda bilang bakal masakin rendang kesukaan lo kalau cepat sembuh!" ia berbicara dengan antusias. Wajah manis cowok itu tak henti mengeluarkan senyuman yang memberikan semangat kepada Elgar.

ELGAR: ROBOT'S & FLOW'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang