18. BOSS KAIVAN?

19 6 0
                                    

Elgar berada di luar kelas, menatap ke arah lapangan di mana Dylan bersama wakil OSIS sedang memberikan hukuman, tak terlepas Arvin dan Regan yang juga ikut kena hukuman.

"GELO MANEHHH, INI SEKOLAH LAPANGANNYA LUAS KALI BESAR TAMBAH PANJANG DAN MANEH MINTA AING LARI 15 PUTARAN?!" teriakan Arvin sudah seperti memakai toa. Sudah cempreng, besar pula.

"Makanya jangan kesiangan!" siswa dan siswi lain sudah bergerak lari keliling lapangan karena masih ada kesadaran diri dalam kesalahan mereka, kecuali dua makhluk ini. Ntah di mana kesadaran diri mereka hingga tetap diam di depan Dylan.

"Lari cepat lo berdua." Dylan berdecak karena dua temannya ini masih tak kunjung berlari.

Regan mengipasi dirinya menggunakan tangan sambil berkacak pinggang. "Hareudang euy. Kantin, Vin." cowok bertindik itu mengabaikan ucapan Dylan.

"Hayuu, mie ayam Teh Dysa enak nih."

Dylan melotot tajam. "Lari, kabur dari sini gue hukum dua kali lipat." ia menekan tajam kalimatnya.

Arvin mengetuk kakinya ke lapangan sambil menggaruk tengkuk. "Weh, Tasyaa!" tangan cowok itu terlambai. Mereka menatap Elgar yang di jadikan sasaran sebagai Tasya agar bisa kabur dari Dylan.

Dylan yang kelewat naksir sama anak kelas sebelah itu juga mengikuti arah pandang Arvin dan Regan ke atas gedung sekolah. Tak menemukan Tasya malah melihat Elgar di sana. "Sial."

Saat berbalik lagi, Arvin dan Regan sudah tak ada di sana. Memang dua bocah merepotkan. "Ck, awas aja tuh bocah. Gue hukum dua kali lipat." dia mendengus kasar. Sudah di tipu terang-terangan dan tidak mau menjalankan hukuman, Dylan takkan melepaskan dua cowok itu.

Dari atas, ada kekehan kecil keluar saat melihat kelakuan temannya itu. Cowok itu kemudian berhenti menatap lapangan, matahari semakin tinggi di atas sana, tepat berada di belakang Elgar membuatnya kembali masuk ke dalam kelas. Cahaya matahari di pagi hari memang sehat, tapi harus di takar dulu seberapa panasnya dan Elgar tidak suka kepanasan. Mati kedinginan lebih baik dibanding panas yang melepuh.

Ia merasa akhir-akhir ini sekolah tampak ramai. Ntah itu dari teriakan Arvin dan Regan, bising-bising dari suara siswa-siswi, atau karena pertengkaran Lucifer dan Starla yang semakin menjadi tiap harinya. Keduanya seperti harimau dan singa yang saling memangsa satu sama lain. Dan yang membuat cowok itu sedikit heran adalah Starla yang tak kenal takut pada Lucifer.

Tapi yaudahlah, bukan urusan dia juga. Kakinya berjalan masuk ke kelas, membuka tasnya untuk membaca buku sampai gurunya masuk. Perkataan Papanya tentang Mama Renata dan Adiknya Alkaezar itu masih terngiang. Elgar malas bertemu istri kedua sang Papa, apalagi anak mereka. Sudah emosi duluan dirinya jika melihat Alkaezar. Bocah ingusan yang suka menuduh.

"Selamat pagi, anak-anak." suara Ibu Ratiーguru pkwu terdengar. Siswa-siswi di dalam kelas langsung duduk di kursinya masing-masing. "Kita 1 setengah bulan lagi bakal ujian kenaikan kelas. Untuk semester ini, pengambilan nilai terakhir adalah dengan praktek."

"Ada yang bisa tebak praktek apー"

"Selamat pagi, Ibu ... Hehe" Arvin dan Regan menyembul masuk ke dalam kelas. Kedua orang itu mengusap ujung bibirnya karena baru selesai dari kantin.

"Dari mana kalian?" tanya Bu Rati menoleh kedua siswa bandel itu.

Arvin tiba-tiba mengipasi dirinya. "Aduh, Bu! Jakarta lagi terik-teriknya kita berdua malah di suruh lari sama KETUA OSIS." untung saja Dylan masih di ruang OSIS sana mengurus banyak hal, jadi dia bisa meng-kambing hitamkan cowok itu.

"Panas, ya?" tanya Bu Rati dengan santai.

Regan mengangguk cepat, sama saja dengan Arvin berakting mengipasi diri dengan tangan. "Nya enyah atuh, Bu! Hareudang pisan Jakarta tahun ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELGAR: ROBOT'S & FLOW'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang