1. Their Beginning

387 12 2
                                    

Kata orang, hari pernikahan itu hari bahagia. Tapi untuk Lusiana, hari pernikahan adalah hari di mana dia banyak menangis. Hari itu dan hari-hari setelahnya, yang biasanya pengantin baru merasakan yang namanya honeymoon, bagi Lusiana isinya penuh dengan air mata.

Papanya menderita leukimia stadium akhir, dan permintaan terakhirnya adalah agar Lusi menikah dengan Maxwell, anak bossnya, yang katanya baik, bertanggung jawab, dan setuju untuk menikah dengannya.

Lusi tak tahu apa-apa tentang Maxwell. Dia hanya tahu Pak Kevin, ayah Maxwell, yang juga boss dan sahabat ayahnya, sering sekali menengok ke rumah sakit.

Lusi sudah tidak punya ibu. Atau tepatnya tak ingat lagi ibunya, karena ibunya dulu lari dan meninggalkan ayahnya.

Meskipun tumbuh hanya dengan satu orangtua, Lusi tak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Ayahnya pahlawan dalam hidupnya, dan dia tak pernah merasa kurang dicintai. Tapi kemudian leukimia hadir di antara mereka, dan menghancurkan hari-hari bahagia mereka.

Suatu hari, dokter memberitahu Lusi bahwa sepertinya ayahnya tak akan dapat bertahan lebih lama lagi. Di tengah duka yang menikam tajam, ayahnya memintanya menikah dengan Maxwell.

"Tolong Lusi, Papa mau pergi dengan tenang. Maxwell orang baik. Dia sudah setuju untuk menikah dengan kamu. Dengarkan permintaan Papa yang terakhir, ya, Nak?"

"Permintaan terakhir apa, Pa? Papa kuat kok, Papa bisa! Papa bakal panjang umur!"

"Mau, ya, Nak? Maxwell juga udah setuju."

Saat itu, Om Kevin juga ada di sana.

"Papa mau Lusi nikah sama siapa aja terserah, Pa. Tapi Papa sembuh dulu! Nanti bisa dampingin aku nikah."

"Papa nggak ada waktu lagi, Sayang. Papa mau lihat kamu nikah dengan orang baik sebelum Papa pergi."

"Anakku udah setuju, Lusi," Pak David meyakinkan. "Kalau kamu mau, besok kita nikahkan kamu di sini dengan Maxwell."

"Di.....Di rumah sakit ini, Om?"

"Iya. Di sini."

"Mau, ya, Lusi?" Papanya memohon, "Maxwell anak baik. Papa kenal dia dari dia kecil. Dia akan jaga kamu setelah Papa nggak ada."

Lusi, yang hatinya sudah terasa porak-poranda setelah dokter bilang sepertinya ayahnya tak akan bertahan, merasa semakin kalut.

Di saat yang sama, Maxwell mengetuk pintu dan masuk.

"Pa. Om Pras," Maxwell menyapa.

"Mas Maxwell.....apa betul Mas setuju menikah dengan anak saya, Lusiana?"

Maxwell memandang Lusi. Lusi memandangnya balik dengan hampa.

"Betul, Om, saya bersedia menikah dengan putri Om."

"Lusi, kamu gimana? Apa kamu mau?" ayahnya bertanya sekali lagi.

Lusi ingin sekali berkata tidak. Siapa sih yang mau menikah di usia tujuh belas tahun? Dengan orang yang tak dikenalnya lagi!

Tapi ayahnya kemudian muntah darah, dan Lusi akhirnya menjawab, "Iya, Pa, aku mau."

"Syukurlah."

"Kita sudah menghubungi penghulu. Karena sudah tidak ada waktu lagi, kalian akan kita nikahkan besok pagi. Max, tolong antar Lusi beli pakaian buat akad nikah besok, ya?"

"Iya, Pa."

"Lusi nggak mau ninggalin Papa, Om. Nanti kalau--"

"Papa tunggu kamu pulang, Nak. Jangan khawatir. Papa tunggu kamu."

His Teen BrideWhere stories live. Discover now