Dua: Star I

250 25 5
                                    

Alsabila Mentari merasa tahun 2019 adalah tahun terburuk dalam karirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alsabila Mentari merasa tahun 2019 adalah tahun terburuk dalam karirnya. Awal tahun ia harus bertemu dengan manusia menyebalkan seperti Alian. Gelar sebagai karyawan terbaik hilang diambil alih Alian. Proyek besar dengan salah satu penyanyi solo terbaik Indonesia gagal. Tidak sepenuhnya gagal sih— akan tetapi bagi Alsabila tetap gagal.

"Gue gak iri sama Alian. Gue gak iri. Pokoknya gue gak iri!" Alsabila mengulang ucapannya frustrasi.

Pianica yang ingin menghabiskan malam minggu dengan tenang, merasa salah tempat memilih menginap di apartemen Alsabila.

"Gue bukan mau belain Lian ya ini. Soal tiga lagu jadi dua lagu, itu pure keputusan pihak bang Judika lho Sab. Dan kebetulan aja yang mereka pilih ciptaan Lian." ucap Pia sembari berjalan dari dapur dengan membawa dua cangkir minuman hangat.

Secangkir matcha untuk Alsabila, dan coklat untuk dirinya sendiri. "Thanks" ucap Alsabila pada Pia yang ikut bergabung di sofa.

Alsabila merasa sedikit lebih baik setelah meminum matcha hangat itu. "Tulisan gue sejelek itu ya akhir-akhir ini?" Tanya Alsabila merasa putus asa.

"Sab, perspektif orang terhadap suatu karya itu beda-beda. Kalo gue bilang karya lo bagus, belum tentu orang lain punya pikiran yang sama." Pia menghela napas saat melihat Alsabila yang bisanya ambisius penuh semangat, kini jadi loyo.

"Gini deh, kenapa lo nggak coba bangun komukasi secara personal sama Lian—" belum selesai bicara, Pia langsung mendapat tatapan tajam dari Alsabila.

"Dengerin dulu, belum kelar ini. Maksud gue, kenapa nggak coba kerja sama buat nulis lagu. Sharing ilmu, genre musik, dan masih banyak lagi. Pasti akan ada banyak karya masterpiece tercipta."

"Nggak!" tolak Alsabila tanpa berpikir panjang.

Pia masih tidak menyerah. "Sab, coba dulu. Alian kelihatannya aja nyebelin, aslinya asik dia tuh."

Alsabila berdecak sebal, mendengar Pia terus membahas Alian. "Pianica, gue tau lo sobatnya dari bocil. Mau dia asik, pinter, ganteng atau apalah itu. Gue tatap, gak mau!" tegas Alsabila pada Pia.

"Gue sama dia terlalu beda buat kerja sama." ucap Alsabila lagi, sebelum meminum matcha yang sudah hampir dingin.

"Ya justru karena beda itu, kalau disatukan bisa jadi masterpiece."

Selama bekerja untuk Star I, Alsabila sudah tidak kaget saat weekend-Nya harus diganggu oleh Narendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama bekerja untuk Star I, Alsabila sudah tidak kaget saat weekend-Nya harus diganggu oleh Narendra. Bekerja di hari libur sudah menjadi konsekuensi semua orang yang berada di Star I.

Sebagai sebuah label independen, sistem kerja Star I tidak seperti perusahaan corporate ataupun label-label besar. Star I bekerja lebih santai dan tidak terikat.

Star I memiliki komitmen hanya menciptakan karya musik, yang kemudian dijual ke label musik besar yang menaungi banyak penyanyi. Rendra selalu menawarkan kebebasan artistik kepada timnya dalam memproduksi sebuah lagu, memungkinkan mereka untuk bereksperimen dengan berbagai genre musik dan konsep artistik.

Alsabila memarkirkan mobil di sebuah cafe daerah Kemang, setalah siang tadi Narendra menghubungi. Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan.

Narendra sudah ada di dalam meeting room saat Alsabila masuk cafe.

Mata Alsabila menyipit saat melihat ke arah ruangan yang berdinding kaca. Narendra yang sadar dengan keberadaan Alsabila langsung melambaikan tangan. Memberi kode agar segera masuk.

Bersamaan dengan itu, laki-laki yang tadi hanya terlihat punggungnya saja menoleh—ikut melihat yang Narendra sambut.

Seketika senyum Alsabila luruh. Badannya yang sudah setengah masuk, mendadak diam diambang pintu.

"Ya Allah, sial banget weekend gue harus ketemu Alian lagi." gerutu Alsabila dalam hati.

"Sab. Sab, oi malah ngejogrok di pintu. Buruan masuk, Alian gak bisa lama soalnya."

"Eh. Iya, iya bang. Sorry." Alsabila mengambil duduk di ujung meja tanpa menyapa Alian yang duduk didepan Narendra.

"Oke, gue langsung mulai aja biar cepat. Jadi Sab, Yan. Gue mau titip Star I ke kalian–"

"Maksudnya?" Alsabila sontak bertanya tanya maksud kata 'titip'

"Gue diminta untuk ke Amerika sama Universal. Gak lama cuma tiga bulan. Jadi selama gue pergi, gue titip Star I ke kalian berdua."

Narendra menjelaskan dengan penuh semangat dan senyum yang merekah. Sembari menatap Alian dan Alsabila bergantian.

"Bang, tiga bulan itu lama." Alsabila mencoba memberi kode ke Narendra dengan melirik Alian.

Narendra sebenarnya paham. Semua di Star I juga tau bagaimana hubungan kurang baik Alsabila dan Alian. Namun, Narendra memilih pura-pura tidak paham kode Alsabila, yang tidak ingin berpartner dengan Alian.

"Cepat, Sab. Apalagi kalo kerja sama Alian, tiga bulan pasti rasanya seperti tiga hari. Ya kan, Yan?"

Alian tersenyum saja. Ia tidak tau juga harus merespon bagaimana.

"Iya oke!" ucap Alsabila pasrah.

"Selama gue pergi, kalian gak akan gue bebankan untuk garap banyak project. Dalam waktu deket ini hanya ada satu yang udah fix, yaitu garap dua lagu untuk Indonesia Idol." Narendra memberikan iPad yang berisi penjelasan lengkap mengenai kontrak yang diinginkan pihak Idol ke Alsabila.

"Alian setuju dengan project itu. Gue harap lo juga, Sab."

Mata Alsabila bertemu dengan mata Alian secara tidak sengaja. Buru-buru ia mengalihkan dengan kembali menatap layar iPad. Alsabila tidak menyangka Alian juga menatapnya.

Bertatapan dengan Alian tentu bukan yang pertama untuk Alsabila. Namun, untuk pertama kali Alsabila merasa ada yang berbeda dengan tatapan Alian. Sepanjang perjalanan pulang dada Alsabila terus berdegup kencang.

"Wah gak bener nih. Gue harus cari apotek. Ada masalah nih pasti sama jantung gue." Alsabila mengoceh sendiri sembari matanya mencari cari apotek.









to be continue......

FREQUENCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang