🍁4 : 𝔸𝕘𝕖𝕟𝕤𝕚 ℂℙ🍁

102 18 38
                                    

(Part ini telah diperbarui)

°°°°

Musik perlahan mereda, menandakan lagu telah usai. Riuh tepuk tangan menggema semakin ramai karena suara Ness yang khas dan merdu berhasil memikat semua yang mendengarnya. Mereka mendesak meminta satu lagu lagi, tapi Ness dengan ramah menolak akibat keletihan sudah mulai terasa.

Kelompok musisi jalanan itu tampak sangat diuntungkan oleh penampilannya, hingga ketua mereka tanpa ragu memberikan kartu nama kepada Ness. Sebuah undangan terbuka untuk bergabung bersama mereka.

Namun, wajah-wajah yang penuh harapan berubah kecewa ketika Ness dengan halus menolak tawaran itu. Meski kecewa, mereka paham kondisi Ness dan menghormati keputusannya. Ketua musisi itu menepuk pundak Ness sambil berkata, “Lain kali, ikutlah bersama kami untuk menyanyikan satu lagu lagi.” Setelah itu, mereka mulai membereskan alat musik dan pergi, kembali ke basecamp mereka.

Kini, area depan toko aksesoris Natal yang tadinya ramai mulai sepi, menyisakan Kaiser dan Ness yang saling berhadapan. Mata Ness membesar, terkejut melihat idolanya ada di antara penonton. Wajahnya seketika memerah, merasa malu tak terkira mengetahui bahwa Kaiser menyaksikan penampilannya.

Kaiser tersenyum lebar dan memberikan tepuk tangan untuknya.

“Kaiser, kenapa kau ada di sini?” tanya Ness, menggerakkan kursi rodanya ke arah Kaiser berdiri.

“Hanya jalan-jalan,” jawab Kaiser sambil tersenyum, “lalu aku mendengar suara nyanyian yang merdu. Aku tidak menyangka rupanya itu suaramu. Sangat menakjubkan, Ness.”

Ness terkekeh kecil malu-malu telah dipuji oleh sang idola. “Terima kasih,” ucapnya kemudian.

“Mau jalan-jalan?” ajak Kaiser tiba-tiba, tetapi Ness menerima ajakan sang idola dengan senang hati.
Kaiser melangkah ke belakang kursi Ness dan menuntunnya menuju taman. “Jadi, apa kau yang menawarkan satu lagu barusan?”

“Tidak. Saat aku berdiam diri dan sedikit bersenandung di taman sambil menunggu Mamaku, ada anak-anak yang tersanjung. Mereka memaksaku untuk menampilkan sebuah lagu bersama para musisi jalanan itu. Aku cuma bisa pasrah dan menuruti kemauan mereka, tapi aku sangat senang melihat mereka bahagia dengan penampilanku,” jawab Ness panjang lebar, sedikit terkesan cerewet tapi Kaiser sama sekali tidak terganggu.

Dia justru senang mendengarnya.

“Kenapa kau menolak tawaran mereka?” tanya Kaiser dengan penasaran yang jelas tergambar di wajahnya. Meski dia tahu, setiap orang berhak menolak tawaran jika tidak tertarik, rasa ingin tahunya tetap menggelitik.

“Ah, menyanyi bukan passion-ku. Aku hanya melakukannya untuk bersenang-senang, sebagai hobi semata.” Ness tersenyum kecil, meski matanya sedikit berkilat ragu.

Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Suasana di antara mereka tiba-tiba terasa canggung, seolah-olah udara di sekitar mereka menebal, mencekik percakapan yang nyaris terhenti.

Kaiser akhirnya memecah keheningan saat mereka berhenti di depan restoran. “Ngomong-ngomong, soal mamamu ... Dia tadi datang ke bar tempatku bekerja.”

Ness langsung menoleh dengan ekspresi terkejut. “Dia ke sana? Untuk apa? Oh! Apa dia datang dengan seseorang atau sendirian? Dia bilang mau menemui seseorang, tapi aku tidak tahu siapa.”

𝑼𝑵𝑫𝑬𝑹 𝑻𝑯𝑬 𝑴𝑨𝑷𝑳𝑬 𝑭𝑨𝑳𝑳 [KAINESS-ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang