Prolog

529 43 0
                                    

"Minji, aku-"

"Hanni, tunggu. Tolong tunggu jawabanku dulu."

Hanni memilih untuk menurut dengan permintaan Minji, terapisnya selama beberapa waktu. Kini mereka sedang berada di bibir pantai setelah permintaan Minji tadi siang padanya untuk berjalan-jalan di akhir pekan ini. Tidak pernah terpikir oleh Hanni bahwa tujuan Minji membawanya ke pantai ini karena ingin menyatakan perasaannya.

"Aku tahu ini mungkin akan membuatmu terkejut, tapi aku bersungguh-sungguh atas apa yang aku bilang barusan. Biar kuperjelas lagi ya, aku pengen kamu buat jadi kekasihku, Han" 

Hanni tak tahu harus menjawab apa sekarang, lidahnya terlalu kelu untuk mengucap barang satu kata pun dari mulutnya. Jatuh cinta bukanlah hal yang ia rencanakan sebelumnya, apalagi jika jatuh cinta dengan terapisnya, orang yang telah menolongnya untuk dapat keluar dari kekalutannya. Bukan tidak mau jatuh cinta, hanya saja ia takut untuk mencintai. Yang Hanni takutkan bukanlah cintanya melainkan resiko didalamnya. Ia terlalu takut untuk patah hati.

"T-Tapi kamu tahu kondisi aku, Ji," ucap Hanni.

"Aku takut jatuh cinta, Ji. Aku punya trust issue yang besar. Aku gak mau nyakitin kamu." 

Tak terasa air mata sudah siap untuk mengalir, Hanni mati-matian menahan tangisnya. Ia tidak ingin menyakiti Minji, menolaknya ataupun menerima pengakuan cintanya sama-sama memiliki resiko.

"Aku tahu, Han, Aku tahu. Tapi tolong berikan aku kesempatan buat mencintai kamu, ya?"

Minji mengambil tangan Hanni dan menggenggamnya. Ia usap lembut tangan wanita mungil itu. Jujur saja, Minji sudah menyukai Hanni jauh sebelum ia menjadi pasiennya. Namun lantaran labelnya adalah terapis Hanni dan psikolog memiliki kode etik tersendiri tentang hal itu, ia memilih untuk menunggu waktu yang tepat agar dapat menjadi kekasih Hanni dengan cara yang benar, walau mungkin ada banyak resiko yang akan dihadapi, Minji merasa sudah siap akan hal ini.

Hanni terdiam cukup lama untuk memikirkan hal ini. Ia tak boleh gegabah. Namun karena jauh di lubuk hatinya ia ingin memberanikan diri untuk dapat mencintai, maka ia berkata, "Oke, Ji. Aku mau. Aku mau jadi kekasih kamu."

Walau keadaan keduanya sekarang sedang berbunga-bunga karena cintanya berbalas, masing-masing dari mereka juga khawatir, akankah kisah ini akan berakhir bahagia?

No Matter What | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang