Eps.9 - Dalam Bahaya

970 147 24
                                    

Episode 09

𝐕𝐎𝐓𝐄, 𝐊𝐎𝐌𝐄𝐍𝐓𝐀𝐑, 𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐃𝐀𝐍 𝐒𝐇𝐀𝐑𝐄 𝐊𝐄 𝐓𝐄𝐌𝐀𝐍-𝐓𝐄𝐌𝐀𝐍 𝐊𝐀𝐋𝐈𝐀𝐍 ‼️

***

Nabila benar-benar merasa tak habis pikir dengan sikap yang ditunjukkan Paul untuk dirinya di depan anak-anak lain. Memangnya Paul siapanya Nabila? Belum juga memiliki hubungan dekat, mereka baru kenal beberapa saat yang lalu, tetapi Paul bertindak seolah-olah seperti Ksatria yang tidak ingin seorang Tuan Putri mendapat marabahaya.

Oke, jika Nabila bersedia menelaah lebih lanjut, sebenarnya sikap Paul tersebut tentu tidak ada yang salah. Melindungi seseorang tidak harus memiliki hubungan yang lebih dari sekedar akrab, kan?

Namun tetap saja, jiwa labil Nabila tidak bisa menerima begitu saja. Nabila juga kesal lantaran Paul mengingatkan dirinya dengan Kak Maghribi, sang kakak kandung. Cara bicara dan intonasi Paul yang terdengar posesif begitu mirip dengan Kak Maghribi yang juga sering melarang Nabila pergi sendiri atau hal lain yang dinilai membahayakan Nabila.

"Berlebihan banget sih dia?" Nabila masuk kamar tanpa perlu menutup pintu.

Alfredo yang baru saja sampai menyusul Nabila kini melihat gadis itu sedang menatap ke luar jendela sembari menekan-nekan layar ponsel.

"Nab..." Alfredo duduk di kursi kamar Nabila, melirik Nabila yang sedang menelepon seseorang.

Beberapa saat kemudian, nomor yang dituju Nabila berdering dan tak lama panggilan tersebut segera diangkat.

"Hallo, Kak? Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam. Apa-apaan kamu ini, Nabila? Satu, tumben banget menghubungi kakak duluan. Dua, kenapa udah hampir jam dua belas kamu belum tidur? Tiga, dan kenapa tadi kamu pergi tanpa pamit ke kakak dulu? Emangnya kakak salah apa? Hmm?" cerocos Maghribi yang langsung membuat telinga Nabila berdenging.

"Aduh, Kak. Tolong ya, ini Nabila telepon tuh bukan mau denger semprotan dari mulut kakak," sahut Nabila dengan tampang bete.

"Terus kenapa kamu? Ada yang nggak beres di tempat kosan kamu itu? Ada yang nakalin kamu? Cepet lapor sama kakak siapa orangnya? Biar kakak samperin kalau bisa sekarang juga!"

"Tolong, Kak. Stop! Direm dulu mulutnya dikit. Nabila telepon tuh cuma kangen kakak doang kok. Emang salah?"

Maghribi mendengus. "Kangen? Sudah kakak duga, kamu tuh belum bisa jauh dari keluarga. Udah ya, besok biar kakak ngomong sama ayah buat narik kamu. Kamu pulang! Kembali ke sekolah lama."

"Apaan sih, Kak? Nabila baik-baik aja. Nabila seneng kok di sini. Banyak temen di sini. Mereka baik dan asik," tukas Nabila seraya menatap Alfredo. "Jadi nggak usah khawatir berlebihan gitu."

"Kakak akan tau ya kalau kamu berani menutupi sesuatu dari kakak, ayah atau bunda."

"Dih kakak kira keluarga kita cenayang?" Nabila tertawa pelan.

"Nggak lucu!"

"Ya Allah gitu amat, Kak." Nabila menekuk wajah.

"Kalau udah nggak ada yang diomongin lagi, sekarang juga tutup telepon dan pergi tidur!"

"Rese!" Nabila lekas memutus sambungan, lalu dengan menyentakkan kaki ia duduk di sebelah Alfredo.

"Aduh, Do. Aku belum 24 jam loh ada di sini. Tapi aku merasa jadi akar masalah yang baru aja terjadi." Nabila menunduk lesu, teringat percekcokan antara Paul dan Novia.

"Nab, lo nggak salah kok. Nggak ada yang nyalahin lo sama sekali di sini." Alfredo merangkul Nabila tanpa merasa sungkan. "Novia emang orangnya gitu mah. Emosian. Terus dia suka marah-marah sama hal-hal sepele sekalipun. Hampir semua anak di sini, udah kena serangan Novia, kecuali Salma. Secara mereka berdua bestie banget. Gue aja nih ya, pernah didiamin Novia berhari-hari."

Beauty And The Big BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang