Chapter 5

215 14 1
                                    

Kediaman keluarga Zahra terlihat harmoni di pagi hari, sarapan dengan khidmat ditemani obrolan ringan. Aira tak henti mengoceh, ia bahkan bertengkar dengan Zahra karena gadis itu selalu menjahili nya. Tante Linda dan om Ilham; orangtua Zahra hanya bisa tersenyum melihat perdebatan itu.

Tapi suasana sarapan mereka terganggu saat Battari bersama Abella datang tanpa di undang. Bukannya mengucapkan salam atau mengetuk pintu, kedua wanita itu malah marah-marah sambil memanggil Arshaka.

"Dimana anak itu? Kenapa hampir seminggu dia tak pulang?! Dasar anak tak berguna!" emosi Battari setelah masuk ke rumah sederhana itu.

Aira yang mendengar teriakan ibunya segera bersembunyi dibelakang tante Linda. Ia takut jika dirinya dibawa paksa, dia tak mau. Aira sudah nyaman tinggal dengan keluarga kak Zahra, apalagi usulan dari kakak Arshaka untuk tinggal disana.

"Bukannya ngucapin salam atau ketuk pintu malah nyelonong gitu aja. Ganggu sarapan pagi orang aja!" cibir Zahra. Ia sangat-sangat tak menyukai kedua wanita itu, apalagi prilaku mereka kepada Arshaka. Zahra akan menandai mereka dibuku hitam.

"Gak usah banyak ngomong! Saya kesini mau nyari Arshaka! Dia udah seminggu tak ada kabar bahkan tak kirim uang! Apakah dia sudah menjadi pemalas? Membuat orang lain kesusahan!" berang Battari.

"Iya! Perlengkapan diriku saja sudah habis! Masa dia tak kirim uang untuk membayar semua perlengkapan kehamilan ku?" sambung Abella.

"Heh! Itu tanggungjawab lakik lo! Ngapain Arshaka harus nanggung semuanya! Dia cuman membantu ekonomi keluarga, bukan apapun yang kalian ingin selalu ada! Dia juga sedang berusaha nyari uang buat keluarga sendiri, membayar hutang dan membiayai sekolah Aira. Terus lakik lo mana? Kabur ngelupain tanggungjawab nya?!" cecar Zahra dengan intonasi tinggi. Dia sudah begitu emosi.

Tante Linda maju untuk menenangkan putrinya. "Kak, udah," ucapnya dengan lembut. Ia pun menatap dua wanita itu. "Seharusnya kalian gunakan uang dengan bermanfaat, bukannya berbelanja sekenanya. Mas Juna dan Arshaka banting tulang mencari uang, kalian malah enak-enak."

"Udahlah, kasih tau saya dimana anak itu? Dia harus menyetor uang. Kau kira merawat diri gak pake uang? Beli skincare, pakaian, makan. Hey, hal itu perlu modal say. Tidak sepertimu," cakap Battari dengan sinis.

"Permisi! Jaga perkataanmu, seharusnya kalian bersyukur masih mendapatkan makanan dan uang. Apakah kalian peduli yang mencari uang? Apakah sudah makan? Bagaimana diluar sana? Kalian bahkan membiarkan Aira begitu saja, dia masih kecil!" balas Ilham.

Battari melihat Aira yang berlindung dibelakang Linda. Ia pun terkekeh sombong. "Toh mas Juan yang ngurusin anak itu, kan dia yang kepala keluarga. Sedangkan Arshaka harus mencari uang untuk membutuhkan keperluan kita. Jangan jadi anak beban!"

Zahra menggeram rendah. "Kalian pergi darisini! Arshaka sedang kerja! Jangan pernah mengganggu dia!" sentaknya.

Battari ikutan emosi. "Lihatlah anak kalian, apakah ini yang diajarkan sopan santun? Berucap dengan nada tinggi pada orang tua! Dimana etika nya?!"

Linda berusaha menenangkan putrinya, tapi Zahra sudah tersulut emosi. "Kalian pergi sendiri, atau saya panggil keamanan disini untuk mengusir secara kasar?" tekan Zahra membuat nyali kedua wanita itu menciut.

"Mah, udah. Biarin saja, nanti kita balas," bisik Abella saat tatapan tajam Zahra begitu menusuk.

Battari membuang nafasnya kasar. "Beritahu anak itu! Cepat kirim uang! Kalau tidak ku jual rumah itu!" Selepas berkata seperti itu, kedua wanita itu pergi sampai membanting pintu.

Aira menarik ujung kaos putih milik Zahra. "Kak, Aira takut," cicitnya yang sudah berderai air mata. Tubuhnya bergemetar semenjak teriakan Battari, ia takut jika ibunya atau kakaknya itu memukul dirinya karena tak pulang.

𝘼𝙗𝙤𝙪𝙩 𝙔𝙤𝙪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang