UNTITLED - 1

175 10 4
                                    

SEBELUM BACA HARAP VOTE DULU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEBELUM BACA HARAP VOTE DULU.
THANK U 💛

• • •

Suara gemuruh dan tepuk tangan para penggemar masih saja terdengar riuh. Walaupun penampilan mereka hari ini sudah selesai, apresiasi itu tetap diberikan oleh penggemar girl group ini.

Saat ini Lilith berada di backstage dan berbincang dengan sesama member.

"Ah hari ini sangat ramai."

"This country so fucking exciting." Ungkap Lilith yang diangguki oleh semua member.

"Yaudah, gue ganti baju diluan ya." Lanjut Lilith dan berlalu mengganti pakaiannya.

Cukup lama untuk melepaskan semua aksesori yang menempel pada pakaiannya. Ditengah kesibukan tersebut, sebuah pesan masuk ke ponsel milik Lilith. Dan ternyata itu dari Ian.

Ian:

Bagaimana konser kamu? Berjalan lancar kan? Oh ya, apa kamu akan pulang larut malam ini?

Membaca pesan tersebut memberikan reaksi muak dari Lilith. Dia memutar bola matanya malas.

"Sangat menyusahkan."

Gadis itu meletakkan ponselnya tanpa ada sedikit niat untuk menjawab pesan dari kekasihnya tersebut.

Sedangkan saat ini, Ian masih terus memegang ponselnya menunggu apa Lilith akan membalas pesannya. Dia mengetuk ponselnya dan duduk di atas kursi roda miliknya.

Wajahnya tampak teduh dan damai. Senyuman kecut tertera saat tak mendapati tanda-tanda bahwa Lilith akan membalas pesannya.

Pemuda itu melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam.

"Mungkin masih sibuk." Ujarnya menenangkan diri. Tangannya mendorong roda dari kursi roda tersebut menuju ke arah cermin yang tidak jauh dari posisinya saat ini.

Dia melihat dirinya di cermin. Memperhatikan wajahnya yang terlihat memprihatinkan. Sejak setahun belakang hubungan nya dengan kekasihnya tersebut sedang tidak baik-baik saja. Lilith yang awalnya akan bertanya bagaimana kabar dirinya saat Lilith sedang keluar, kini tidak pernah ia lakukan lagi. Tak hanya itu perlakuan dari Lilith juga mulai berubah. Dia kerap membentak dirinya.

Ian menatap malang dirinya di cermin. Dia tidak berguna. Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya selain duduk di kursi roda dan menjadi beban bagi Lilith. Membandingkan dirinya dengan Lilith sangatlah jauh. Dia hanya pemuda miskin dan cacat yang tidak bisa melakukan apa-apa. Sangat berbeda jauh dengan Lilith.

Pikiran-pikiran buruk itu terus menghantuinya. Tapi, lagi dan lagi dia menepis itu dengan senyuman di bibir dan kebimbangan di hati.

"Illy mungkin capek." Itu saja yang terus menjadi penenang buat Ian.

Dia menghembuskan nafasnya pelan dan berbalik menuju tempat tidur. Dengan kesusahan dia akhirnya bisa mencapai sisi kanan tempat tidurnya. Karena sisi yang kiri milik Lilith.

Karena kelumpuhan yang ia alami, membuat Ian tidak bisa mengangkat badannya ke atas kasur. Padahal jaraknya sangat dekat. Berulangkali dia mencoba tetap nihil.

Tangannya mengapai-gapai tempat tidur namun hasilnya tetap sama. Ian lelah. Dia menghembuskan nafsunya kasar. Punggung nya disandarkan pada kursi roda. Kepalanya mendongak menatap ke atas langit-langit.

"Sampai kapan?" Air matanya jatuh tanpa diminta.

Dia lelah, dia malu, dia tidak berguna.

Air mata terus saja mengalir tanpa diminta,"maaf. Maafkan aku." Tanpa alasan Ian mengatakan hal tersebut.

"...aku cuman beban. Maaf."

Ian menundukkan kepalanya, menatap kedua kaki yang tidak berguna itu. "Cape."

Ditengah kesedihannya, Ian mendengar suara langkah kaki. Dia buru-buru menghapus air Matanya. Jika Lilith melihatnya menangis itu akan menjadi bencana.

Cklek

Pintu kamar dibuka dan menampakkan Lilith dengan wajah kelelahan. Intens nya langsung melihat ke arah Ian.

"Kamu sudah pulang?" Tanya Ian dengan senyuman manis miliknya. Senyuman yang tidak akan pernah pudar untuk kekasihnya tersebut.

Berbeda dengan Ian, gadis tersebut menatap datar ke arah Ian. Dia menyadari bahwa laki-laki itu habis menangis. Karena terlalu lelah dia mengabaikan hal tersebut.

Lilith berlalu, lagi dan lagi dia tidak menjawab pertanyaan Ian. Dan hal tersebut sudah biasa bagi Ian. Karena dirinya tidak penting untuk ditanggapi.

Ian tersenyum melihat Lilith yang masuk ke kamar mandi. Menunggu gadis tersebut di atas kursi roda.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Lilith keluar dengan baju tidur nya. Dia berjalan menuju Ian.

"Lo jangan nyusahin orang kenapa sih?!" Sarkasnya sambil membantu Ian pindah dari kursi roda ke kasur dengan kasar. Tangan yang kini mulus harus terjiplak kemerahan bahkan hingga biru kala berurusan dengan Lilith.

Lihat saja kuku-kuku tajam milik Lilith menusuk Tangannya. Menegur? Tidak! Ian tidak berani melakukan hal tersebut. Biarkan saja tangan itu terluka, asalkan Lilith tidak marah.

Netra Ian menatap Lilith yang tengah memindahkan dirinya tersebut. Dia tersenyum sekaligus damai ketika berada di samping Lilith, untuk saat ini.

"Terima Kasih." Ucapnya saat sudah berhasil berbaring di tempat tidur. Dengan tidak merespon ucapan Ian, Lilith langsung berbaring dan tidur membelakangi Ian.

Sedangkan Ian hanya menatap punggung kekasihnya tersebut dengan senyuman teduh miliknya.

"Terima kasih sudah hadir di hidupku. Aku mencintaimu lebih dari apapun."

• • •

To Be Continued

Takut banget kalau kalian ga suka.

Maaf ya.

See u and Pai Pai 💛😼

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang