Satu : H2SO4

8 0 0
                                    

Mela menatap plafon kamar kosnya yang bernoda, terdapat sarang laba-laba di sudut sana. Ia sudah lupa kapan terakhir dirinya membersihkan kamar. Mungkin karena sibuk dengan organisasi dan praktikum yang akhir-akhir ini bertumpuk.

Perempuan itu mengecek ponselnya, pukul 10 malam dan ia sudah melamun selama 2 jam. Membuka aplikasi ratusan chat masuk tanpa henti di grup kelas, organisasi jurusan bahkan merambat ke grup keluarganya. Namun, tak ada niatan untuk ikut bergabung walau sekedar membaca pesan, bergosip, lalu menjadi detektif jadi-jadian.

Satu pesan yang kini menarik perhatiannya. Terkirim sejak tadi siang juga beberapa penggilan tidak terjawab saat ponselnya sedang mati karena kehabisan baterai. Itu dari pacarnya.

'Aku ingin membantumu.'

Mela memblokir kontak yang memiliki emotikon love itu. Melempar ponselnya sembarangan, membiarkannya tenggelam di sela-sela kasur.

"Bodoh."

Mela dan pacarnya belum memiliki hubungan yang cukup lama. Awal berjalannya hubungan dirinya dengan sang pacar juga bisa dibilang adem, apa yang Mela inginkan selalu pacarnya berikan. Namun, satu yang ia tidak suka dari pacarnya, selalu ikut campur segala urusan Mela. Terlalu berlebihan pikirnya.

Ia masih ingat ketika dirinya termasuk teman-temannya diperintahkan masuk ke kolam lumpur bau untuk merangkak, mengotori seluruh baju yang ia punya. Bahkan mendaki bukit dengan seruan yel-yel hingga suaranya habis. Mela tidak habis pikir, ia tidak akan ikut lagi jika senior-senior banyak omong itu mengajaknya lagi dengan dalih kemping ceria.

Sialan. Lalu saat acara malam api unggun Mela berceletuk mengumpat dan mencoba mencari kejelasan mengenai kegiatan ini di depan para senior dan alumni yang hadir. Saat itulah Mela di giring bertemu dengan alumni yang pernah menjabat menjadi ketua organisasi, menasihatinya panjang lebar hingga ia tidak mengerti lagi omong kosong macam apa ini. Lalu akhirnya Mela di ajak berdiskusi sampai larut malam dan nomor ponselnya pun sudah digaet oleh alumni itu.

Kemudian pada akhirnya mahasiswa baru yang mengumpat kepada senior itu kini telah menjabat sebagai ketua umum organisasi sekaligus pacar mantan ketua organisasi. Dunia ini memang aneh.

Dering ponselnya tiba-tiba menariknya kembali ke realita. Sejujurnya ia tidak ingin diganggu saat ini, tidak ingin bertemu orang-orang setelah insiden tadi siang. Tapi ia tidak lupa jika dirinya memiliki jabatan penting di organisasi.

"Anak-anak nyari kamu dari tadi, kami semua kumpul di sekret."

"Oke, OTW."

Satu jam berlalu setelah sampai di sekret Mela belum juga ikut mengangkat suara, sibuk dengan pikirannya sendiri sedangkan teman-teman seangkatannya kini mulai memperhatikan dirinya kemudian menatap teman lainnya secara bergantian. Bertanya-tanya apa yang perempuan itu pikirkan. Navi, teman satu angkatan yang dekat dengannya pun tak pernah melihat Mela sependiam itu.

"Mel, mau nyoba rokok ga?

"Anjing, kamu pikir aku perempuan apaan?"

"Nah, gini dong galak. Kita lebih takut kamu pendiam kayak tadi." Navi tertawa kecil, teman-teman lainnya mengangguk menyetujui. Tapi raut wajah Mela masih sama sejak datang tadi. Kusut.

"Aku pulang ya?"

"Cepat banget, tidak seperti biasanya, Mel?"

Mela memalingkan wajahnya, kepalanya mulai pening. "Lain kali."

Buru-buru ia bangun dari duduknya, mengambil kunci motor miliknya diatas meja. Orang-orang di dalam ruangan semakin bingung, biasanya Mela-lah yang selalu mengajak mereka berdiskusi sampai tembus pagi, lalu Mela yang malam ini mulai merusak suasananya.

"Kita baru aja mau bahas laboran tadi," Navi berceletuk.

Kepalanya semakin pening, Mela hanya menatap Navi sesaat sebelum ia benar-benar pergi dari hadapan teman-temannya.

*****

Mata Vanilla mulai memerah, hampir-hampir keluar dari tempatnya. Sudah tiga jam yang lalu perempuan itu berkutat dengan laptopnya, menggulir puluhan jurnal pendukung untuk melengkapi laporan praktikum miliknya. Hanya saja barang sekata pun tak mampu ia tulis di lembar kerjanya.

Tubuh perempuan itu memang berada di sana, namun pikirannya berkelana kemana-mana. Tidak bisa fokus. Coffee latte yang ia pesan melalui jasa pengantar online sudah habis menyisakan batu es dan sekarang tidur pun ia tak mampu lagi.

Andai saja Vanilla tidak ke sana, andai Vanilla tidak memiliki ide gila itu, andai Vanilla mendengarkan kata Ivory, andai Vanilla tidak mengetahui tentang boneka kelinci, dan andai andai lainnya yang hanya berakhir sia-sia. Ia mungkin tidak akan gila saat ini.

Sial. Sial. Sial.

Ponselnya bergetar menampilkan tumpukan pesan dari berbagai arah. Kepalanya berdenyut-denyut.

"Cek artikel ini, Van!"
Pesan dari Ivory.

Orang-orang bilang jika kamu memiliki paras yang hampir sempurna maka setengah beban masalahmu akan lenyap. Namun, jika Vanilla ingin menyempurnakan kalimatnya maka akan menjadi –jika kamu cantik dan banyak uang seluruh masalahmu akan hilang tak bersisa.

'Laboran dari Jurusan Tekpang tersebut di duga keracunan H2SO4 yang ia lakukan sendiri.'

4/5/24

PigmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang