untrue, you

216 40 6
                                    

[ untuk apa hanni repot-repot harus menemani seseorang yang telah meninggalkannya, menyakiti hatinya, dan menutup lembar kisah cinta indah mereka ]

di sabtu kelabunya hanni menyeruput earl grey tea dari sedotan plastik, membawa pandangannya menembus kaca transparan ke jalan raya yang padat.

bengong sembari mencari inspirasi yang tak kunjung datang untuk membantunya menyelesaikan tugas yang tak berujung ini. selebihnya ia terus membayangkan hal-hal yang tidaklah berguna, membayangkan seseorang mati dalam genggaman tangannya. oh itu sangatlah menyayat hati dan tragis.

kali ini handphonenya berdering, ia tidak ingin mengangkat memilih untuk mendiamkannya saja namun akhirnya diangkat juga, "keadaan kak minji makin parah kak, dia nyebut nama lo terus, ngga mau ke sini?"

deg!

"satu hari aja. kita seneng-seneng kayak dulu, sebelum aku mati hanni, boleh kan?"


buru-buru hanni meninggalkan cafe dan menuju ke rumah sakit yang berjarak tak terlalu jauh dari tempat ia berada sekarang. perkataan minji tempo hari lalu terngiang-ngiang, saat ia dipaksa untuk membesuk dan menengok keadaan mantan kekasihnya.

saat itu hanni tak menjawab dan hanya memberikan senyum kecil, sakit hatinya masih bisa mengalahkan empatinya terhadap orang tercintanya dulu, orang yang paling ia sayangi, yang kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit menunggu waktu hidupnya habis.

masuk lift dengan keringat mengucur dari dahi sampai ke leher mulusnya, ia terdiam sebelum berjongkok menenggelamkan kepalanya dan mulai menangis. kembali membayangkan hal-hal aneh, mulai menyalahkan dirinya, kepingan memori penuh kebahagian yang ia bagi dengan minji dulu memenuhi ruang pikirannya.

ia menginginkannya kembali, mau merasakan perasaan itu lagi, kalau saja ia mengiyakan permintaan minji pada hari itu, menghabiskan waktu satu hari bersama minji, 'seneng-seneng kayak dulu'.

pintu lift terbuka meredam ringikan hanni, dengan susah payah ia menyeret kedua kakinya. saking kacau tak berdaya kondisinya sekarang, hanni bersiap untuk segala kemungkinan terburuk, hidup minji pasti takkan lama lagi.

pintu terbuka menampilkan minji yang langsung tersenyum menyambutnya dengan haerin di samping sedang memegang sendok untuk menyuapi minji, orang yang baru ia tangisi jauh terlihat lebih sehat, dan lebih cantik.

"haerin lo tadi ditelpon kondisi dia makin parah??" tanya hanni bingung, haerin bangun dari posisi duduknya dan menarik hanni untuk mendekati minji, "hah ngomong apa sih lo kak? aku telpon kakak tadi kan ngabarin kalo kondisi kak minji udah membaik, bukan memburuk"

pandangan hanni berganti menuju minji yang tersenyum canggung, hanni meneguk ludahnya dan menggaruk tengkuknya, mungkin hanya efek kelelahan dan delusional dari hanni.

"katanya tuhan aku matinya dipending dulu, belum ketemu hanni soalnya" ucap minji mulai memperlihatkan senyum manisnya.

mata hanni kembali memanas, air mata pun mulai jatuh deras lagi. minji menerima dekapan erat dari hanni, merengkuhnya kembali dengan lemah dan tanpa tersadar ia ikut meneteskan air matanya.

"terima kasih tuhan, tolong pending rasa kehilangan orang yang aku sayang- minji, kalau boleh selama-lamanya, hanni pengen seneng-seneng terus sama minji" ujar hanni sesenggukan sedikit tidak jelas dalam dekapan minji.

[🍞]


esok hari telah tiba, mentari mulai bertugas untuk menyinari seluruh bumi yang tugasnya sendiri berporos seharian selama 24 jam padanya.

hari ini akan menjadi hari yang sangat menyenangkan bagi minji, puluhan hari ia mendekam di rumah sakit, meratapi kesengsaraan menanti habisnya hari demi hari hingga ajal menjemputnya, hari ini setidaknya ia tak akan mengingat semua hal itu.

loaf of bread.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang