Chapter 25: Menggali potensi

183 21 6
                                    

Jauh di dalam gua yang tersegel.

Dentang baja yang tak henti-hentinya beradu dengan benda tak bergerak bergema di seluruh langit-langit dan dinding gua. Dentang tersebut membuat gua yang tadinya kelabu dan sunyi menjadi penuh dengan berbagai suara dan percikan api dengan setiap pukulan yang tepat.

"KU-AHAHAHA! Hanya itu yang kamu bisa?!" Veldora mengejek lawannya.

Di sisi lain. Lylas Tempest kembali ke posisinya. Dia mengangkat pedangnya dan bersiap untuk menerjang naga badai itu-sekarang dalam wujud manusia, sekali lagi. Meskipun sama sekali tidak bergeming dari setiap pukulan yang dia lakukan, itu tidak menghentikannya untuk terus mendaratkan serangan.

Lylas meminta Veldora untuk membantunya menjadi lebih kuat. Atau dengan kata lain, melatihnya. Dan tentu saja Veldora tidak mungkin menolak permintaan sederhana ini karena dia tidak hanya bosan, dia akhirnya bisa menyaksikan pertumbuhan keponakannya secara langsung.

"Siap!"

"Bagus. Ayo mulai lagi!"
.

.

.

.

.

.

Sebelumnya di Opera-

"Salah acara woi!!"

.

.

.

[Beberapa waktu yang lalu...]

.

.

.

beberapa jam setelah sesi bermain boneka.

Aku dan paman, akhirnya berhasil lolos dari cengkeraman Shuna dan Haruna.

Saat ini kami sedang mengenakan pakaian baru, dan harus kuakui baju ini terasa cukup nyaman. Sasuga Shuna-san!

Mereka juga membuatkan aku seluruh set pakaian lemari, tapi yang sedang kupakai sekarang adalah kemeja lengan panjang putih dan rok panjang hitam. Shuna bilang ini akan menjadi pakaian formal mulai sekarang, meskipun lengannya sedikit tebal dan lebar. Tidak kusangka ini akan senyaman ini. Jepit rambut slime di poniku juga sentuhan yang bagus.
Sementara itu, di pihak naga badai, dia... tidak mengalami banyak perubahan, tapi setidaknya sekarang dia memakai pakaian yang layak alih-alih berdada telanjang.

Pada akhirnya, semuanya baik-baik saja, tetapi sekarang kami menghadapi kebosanan dan kelelahan. Bukan secara fisik, tapi mental.

Kami menemukan kursi umum untuk duduk sebentar, semua orang yang mengenali kehadiranku akan membungkuk hormat atau hanya menyebut namaku. Jujur saja, itu tidak menggangguku.

"Hei, ayo kita cari Rimuru," paman menyarankan, memecah keheningan ini.

"Pergi duluanlah. Aku akan menyusul."

"Oh, begitu... Baiklah, kalau kamu tidak mau pergi sekarang, maka aku akan menghabiskan semua makanannya sendiri."

"Silakan," kataku datar. Sejujurnya, aku tidak terlalu nafsu untuk makan saat ini. Ada sesuatu yang terus terngiang di kepalaku.

"..." Paman merenungkan jawabanku sebentar. Matanya menunjukkan kilatan pengertian bahwa aku sedang ada masalah dengan sesuatu. "Apa yang terjadi?" lanjutnya.
Dia hanya khawatir.

"Aku..."

sejujurnya tidak tahu haruskah aku mengatakan ini tapi...

Pertarungan dengan Gobta sebelumnya membuatku sadar bahwa aku terlalu jauh tertinggal dari yang lain.
Aku terlalu terbiasa dengan kehidupan yang mudah di mana aku tidak perlu memikirkan perjuangan hidup mati, tapi ini bukan bumi. Bahkan jika aku dikelilingi oleh makhluk terkuat, masih ada kemungkinan...

Putri SlimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang