11. Bertindak

36 7 5
                                    

Rayyan tengah menyelesaikan tugas di laptopnya, sementara Bian masih terbuai dalam lamunan. Bagi Bian, menunda tugas hingga mendekati deadline terasa lebih baik daripada seperti Rayyan yang selalu menyelesaikannya lebih awal.

"Rayyan," panggil Bian setelah meneguk sekaleng minuman soda.

"Hm."

"Aku kesal nih, Ray. Minggu lalu aku beli susu bubuk, kan. Eh, hari ini baru seminggu susunya udah habis, padahal di kemasannya untuk dua tahun."

Curhatan Bian membuat Rayyan berhenti sejenak dari mengetik lalu memutar bola matanya dengan malas.

"Kata aku mah orgil tidak perlu belanja fokus dipasung aja," kata Rayyan sembari melanjutkan tugasnya.

"Tolong dijaga, ya, tutur tinularnya."

"Haha bangke." Rayyan tertawa ketika mendengar sahutan dari Bian.

Ruangan menjadi sunyi kembali setelah keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Pekikan dari Bian membuat Rayyan kesal karena terganggu oleh kebiasaan temannya yang suka mengacaukan fokusnya saat mengerjakan tugas. Saat Bian mendekat, rasa penasaran mulai tumbuh dalam diri Rayyan.

Dengan serius, Bian menyampaikan informasi terbaru. "LPM posting lagi tentang kasus Kolusi Beasiswa, Ray," ujarnya sambil menunjukkan postingan dari Lembaga Pers Mahasiswa beberapa menit yang lalu.

"Aku harus bertindak cepat untuk bertemu dengan pimpinan redaksi mereka. Sepertinya mereka banyak tahu akan hal ini, Bi."

***
Seperti yang direncanakan, Rayyan dan Haneera mendatangi kawasan sekretariat organisasi LPM. Rayyan langsung berjalan menuju perempuan yang sedang membersihkan lensa kamera yang berdiri tepat di depan sekretariat.

"Kamu salah satu anggota jurnalis LPM bukan?"

Gadis itu terkejut ketika tiba-tiba mendengar suara yang bertanya kepadanya. Ia yang tadinya sedang membersihkan lensa kamera dan tertunduk dalam, langsung mengangkat kepala dan menegakkan tubuh, mencari sumber suara yang bertanya kepadanya.
Gadis itu menatap Rayyan dengan kening berkerut.

"Oh, ya. Aku memang salah satu anggotanya. Apa ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan? Tunggu, ini Bang Rayyan, Ketua BEM, ya?"

"Betul. Di mana pimpinan redaksi kalian? Aku ingin berbicara lebih detail dengan Bang Fian tentang kasus yang lagi trending," jelas Rayyan.

"Bang Fian sedang di luar kampus, Bang. Tapi, sepuluh menit lagi Bang Fian sama anggota lainnya termasuk saya akan bertemu di cafe kecil di luar sana, tidak jauh dari kampus. Apa Bang Rayyan mau ikut ke sana langsung?"

Rayyan berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Ia pun pergi bersama Haneera ke cafe tersebut. Memang tidak terlalu jauh dari kampus. Suasana cafe nya juga cukup nyaman bagi mereka. Mungkin cafe ini baru saja dibangun. Belum ada banyak orang yang menyambanginya. Cafe itu dicat serba coklat, tampilannya nyaris sama seperti bangunan di negeri dongeng. Bahkan mereka lebih memilih menggunakan kayu daripada bahan-bahan yang digunakan oleh cafe modern. Sebuah estetika yang unik dan berbeda daripada yang lainnya.

"Menurutmu, mereka mau membicarakan semua yang mereka tahu di kampus itu?"

Haneera bertanya sambil melihat buku menu di cafe itu. Cukup tergugah dengan menu sederhana dan berwarna-warni. Ia berpikir bahwa mungkin tidak ada salahnya kalau memesan makanan dan minuman di cafe itu sembari menunggu para anggota LPM datang.

Sepuluh jenis kopi berbeda dengan varian rasa dari yang paling kuat hingga yang lembut, disajikan dalam cangkir cantik dengan latte art yang menggoda. Tidak jauh dari situ, berjejer aneka jenis teh herbal dan tradisional, menyuguhkan aroma yang menenangkan. Bagi yang menyukai camilan, ada rak kecil dengan kue-kue segar dan cookies yang menggoda selera.

Menu makanan ringan seperti sandwich gourmet dengan berbagai isian, salad segar dengan saus yang menggiurkan, serta pasta dan nasi goreng spesial turut memikat perut yang lapar. Tak lupa, ada pula pilihan minuman dingin mulai dari smoothie buah-buahan segar hingga minuman es krim yang menyegarkan. Semua pilihan itu terpampang dengan jelas di menu, menantang lidah dan memanjakan selera para pengunjung yang ingin menikmati suasana santai di tengah kesibukan kampus.

Haneera mengamati menu yang terletak di tengah meja, dengan daftar yang lengkap dari minuman panas hingga makanan ringan yang menggiurkan. Matanya melintasi pilihan kopi dengan variasi rasa yang berbeda, memperhatikan detailnya yang disajikan dalam cangkir cantik dengan hiasan latte art yang memukau.

Namun, Haneera tahu bahwa hari ini ia ingin sesuatu yang berbeda. Ia mengangkat pandangannya dari daftar kopi dan memperhatikan bagian lain dari menu. Bibirnya sedikit tersenyum saat mata Haneera terhenti pada bagian teh herbal dan tradisional. Dengan tangan yang ringan menyentuh halaman menu, dia memilih satu varian teh herbal yang aromanya sudah membuatnya tergoda sejak tadi.

Setelah memutuskan minuman utamanya, Haneera melihat menu makanan. Matanya meluncur di antara pilihan sandwich gourmet, salad segar, dan hidangan utama. Setelah beberapa saat, dia memilih sandwich dengan isian roast beef dan keju yang terlihat begitu menggoda di gambar.

Setelah memilih dua menu utama, Haneera menambahkan pesanan lain. Ia melihat pilihan kue-kue segar dan cookies yang tersaji di rak kecil. Ia menunjuk pada satu jenis cookies cokelat dengan kacang almond yang terlihat begitu lezat.

"Tentu saja, kita dengan LPM pasti punya tujuan yang sama. Selama ini kita ketahui bersama bahwa LPM bersikap netral dan berani mengungkapkan yang sejujurnya," jawab Rayyan.

Jika dibandingkan dengan anggota LPM, tentu saja mereka tidak tahu banyak tentang aktivitas kampus itu. Apa yang disembunyikan di sana tidak pernah mereka lihat sama sekali. Haneera sangat berharap kalau organisasi LPM bisa mengetahui banyak hal dan bukan hanya meliput hal-hal yang menurut mereka sangat penting. Sebuah skandal semacam ini seharusnya juga bisa diketahui oleh jurnalis kampus itu meskipun mungkin saja mereka belum mempublikasikannya kepada publik.

"Aku yakin kalau mereka udah banyak tahu tentang hal apa aja yang udah terjadi terutama ketika seleksi beasiswa itu," tambah Rayyan.

"Semoga aja hasilnya sesuai yang kita inginkan." Hanera menanggapi ucapan dari Rayyan.

Sementara itu, dengan gerakan yang gesit, petugas berbalik menuju ke bagian belakang cafe. Di sana, ia bergabung dengan rekan-rekannya, mulai menyiapkan pesanan Haneera. Ia menyusun bahan-bahan untuk sandwich dengan hati-hati, memotong roti segar, menambahkan potongan roast beef yang menggiurkan, dan melapisi keju yang leleh. Sambil menunggu roti disatukan dan sandwich dilengkapi, petugas dengan cekatan menyeduh teh herbal chamomile dengan air panas yang baru direbus.

Pesanan Haneera yang terakhir—cookies cokelat dengan kacang almond—sudah siap dalam wadah kecil yang menarik. Petugas cafe dengan hati-hati meletakkan cookies itu di atas piring kecil bersama dengan sandwich yang sudah rampung.

Setelah memastikan bahwa semuanya telah disiapkan dengan rapi, petugas kafe itu mengambil nampan kecil dan membawanya dengan hati-hati ke meja Haneera. Dengan senyuman ramah, ia meletakkan pesanan Haneera di depannya.

"Terima kasih atas pesanannya. Semoga Anda menikmati hidangannya," ucap petugas dengan penuh keramahan.

Haneera tersenyum penuh terima kasih. "Terima kasih banyak."

Petugas itu kembali dengan senyuman sebelum melanjutkan tugasnya melayani pelanggan lain di kafe yang ramai itu.
Rayyan menatap pesanan memiliki Haneera. Ia mengerutkan kening dan memandang Haneera.

"Menikmati teh herbal di saat seperti ini?"

Haneera mengangkat kepala dan tertawa  kecil sambil menikmati pesanannya. Entah kenapa, ia memang tiba-tiba saja berselera untuk memesan teh herbal. Lagi pula, Haneera juga merasa sangat penasaran tentang bagaimana rasa makanan dan minuman di cafe ini. Mungkin nanti ia akan mencari menu lain ketika sedang tidak ada pekerjaan.

Rekahan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang