23. Terkuak

39 5 5
                                    

Rayyan mengaduk jusnya dengan gelisah, pikirannya kalut. Sudah seminggu berlalu sejak kebenaran itu terungkap, namun ia belum mampu menerima bahwa dirinya bukan bagian dari keluarga Cakrawangsa. Napasnya terdengar berat, kebingungan menyelimuti hatinya, tak tahu keputusan apa yang harus diambil. Lamunannya terhenti saat pintu sekretariat BEM terbuka. Rayyan tidak sendiri di ruangan in karena ada Bian masih asyik bermain game di pojokan. Melihat kehadiran Haneera sejenak mengusir beban pikiran Rayyan, meski hanya sesaat.

"Pagi-pagi amat ke sini, Han?"

Haneera mendudukkan dirinya di samping Rayyan seraya mengeluarkan laptopnya dalam tas. Ia menoleh sejenak ke arah Rayyan untuk menjawab, "Sebenarnya aku ada mata kuliah pagi, tapi dosenku tiba-tiba ada urusan. Jadi, kelas diliburkan. Aku males harus balik kos lagi karena jam sembilan nanti ada mata kuliah kedua daripada gabut mending ke sekretariat sekalian mau nonton, kan di sini bagus WIFI-nya."

Rayyan manggut-manggut mendengar penjelasan dari perempuan cantik tersebut. "Boleh aku ikut nonton?"

"Boleh aja sih, tapi takutnya series ini gak cocok sama selera kamu."

Rayyan terkekeh kecil. "Apapun selera kamu bakalan jadi selera aku, Han," ujarnya.

"Halah gombalmu, Ray gak pernah berkurang." Haneera memutar bola mata malas membuat Rayyan lagi-lagi tergelak.

"Serius aku tuh, Han."

"Setiap kamu manggil aku Han, berasa aneh tahu gak sih, Ray. Kayak panggilan seorang kekasih. Kamu emangnya gak bisa panggil aku Neera atau Ra gitu aja?" tanya Haneera dengan alis terangkat satu.

Rayyan tersenyum lalu menggeleng. "Gak bisa, Han. Itu panggilan spesial dari aku untuk kamu."

"Suka-suka kamu aja deh, Ray."

Haneera mengatakan kalimat tersebut sembari fokus pada laptopnya untuk dihidupkan, ia tidak ingin gelagat salah tingkahnya diketahui oleh Rayyan.

"Ray," panggilnya setelah memilih salah satu series yang akan ditonton bersama.

"Ada apa, Han?"

"Aku lihat beberapa hari ini kamu kayak lesu banget. Ada masalah, ya, Ray? Bukannya kasus kolusi beasiswa udah selesai. Hm, maksudku bukan mau kepo sih, tapi kalau kamu mau cerita aku siap dengerin kok."

Rayyan tersenyum senang karena Haneera menyadari gelagat lesunya beberapa hari ini. Bukankah itu pertanda jika gadis itu menaruh perhatian terhadap dirinya?

"Tapi, aku juga gak maksa buat kamu cerita kok, Ray. Mungkin masalahmu terlalu pribadi, aku bisa ngerti." Haneera melanjutkan ucapannya karena Rayyan tidak kunjung menjawab.

"Aku senang, Han."

"Hah?" Gadis itu bingung karena kalimat Rayyan barusan tidak sesuai dengan ekspektasi nya.

"Aku senang karena kamu udah gak secuek dulu sama aku. Kamu yang sekarang lebih care. Apa kamu udah menaruh rasa samaku, Han?"

Haneera gugup ditanya seperti itu. Ia sama sekali tidak menyangka jika Rayyan melontarkan kalimat tersebut. "Ck, sembarangan!" serunya sambil membuang muka.

"Hahaha, pipi kamu blushing, Han. Ciee, udah mulai bisa salting," goda Rayyan membuat gadis itu berdecak kesal.

"Pipi aku bukan blushing, Rayyan! Ini merah karena aku ketebalan aja pakai blush-on."

"Masa sih?" Rayyan masih gencar menggoda pujaan hatinya tersebut, rasanya sungguh menyenangkan.

"Apasi, Ray? Ngeselin banget!" Haneera bangkit dari duduk sambil mengangkat laptopnya dari sana.

Rekahan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang