Lorong hampa selama berminggu-minggu terasa sepi setelah demonstrasi terlaksana. Tidak ada lagi kerumunan yang membicarakan tentang empat mahasiswa penerima beasiswa BUMN yang diisukan melakukan cara curang, tidak terdengar lagi rasa penasaran para mahasiswa terhadap agenda yang akan dilakukan oleh BEM, dan tidak ada lagi mahasiswa-mahasiswa yang datang berbondong-bondong mengunjungi sekretariat untuk sekedar menemui Rayyan dan meminta solusi karena mereka tidak bisa membayar Uang Kuliah yang dijadwalkan dalam beberapa bulan ke depan.
Haneera melangkah terburu melintasi lorong hampa itu dan menuju ke lantai dasar. Dengan tas selempangnya, Haneera menuju ke sebuah pendopo yang sedikit jauh gedung belajar, setelah menghubungi Rayyan dan menanyakan keberadaan karibnya itu. Ada informasi yang Haneera dapatkan secara tidak sengaja. Meskipun menurut informasi akan disampaikan langsung kepada Rayyan, kenyataannya si gadis lebih dulu mendapatkan kabar gembira yang selama ini dinantikan.
“Rayyan!” Haneera menyeberangi jalan, menuju sebuah pendopo yang dekat dengan danau buatan yang menjadi ikon dari Universitas Aludra Laskar.
Rayyan langsung berdiri dan menyambut Haneera yang terengah-engah. “Eh, eh, kamu ngapain lari-lari, Han?”
“Aku baru aja dengar informasi kalau Ghofar, Surya, Ridwan, dan Putri, kabarkan akan dikeluarkan dari UNALA.”
Meskipun Rayyan memberinya air mineral kemasan, Haneera menyingkirkannya dan memberikan informasi yang didengar saat mengunjungi gedung belajar Pendidikan Matematika. Desas-desus tentang penerima beasiswa BUMN itu terdengar mulai dari lantai dasar hingga lantai teratas.
“Apa ini artinya rektor sudah ambil tindakan, ya?”
“Aku belum terima informasi apa-apa, Han.” Rayyan langsung mengecek sosial media dan tetap saja tidak ada kabar terkini mengenai keputusan rektor.
“Sebaiknya kamu hubungi Fian, mungkin pihak rektorat langsung memberikan informasi sama LPM, ‘kan?”
Namun, baru saja hendak menghubungi kepala redaksi LPM UNALA, notifikasi pesan masuk ke gawai yang digenggam erat oleh Haneera dan Rayyan secara serempak. Sebuah file berisi lampiran surat yang dikirimkan langsung oleh perwakilan dari rektorat dan disebarkan ke semua grup yang berkaitan dengan Universitas.
Pesan pertama kali dikirimkan ke dalam pesan grup yang berisikan mahasiswa yang masuk sesuai dengan tahun penerimaan masing-masing angkatan. Di dalam file yang terlampir, tertera judul yang ditulis ukuran normal, tetapi sangat menarik perhatian Rayyan dan Haneera.
Surat Keputusan Rektor Mengenai Dugaan Kolusi Beasiswa BUMN
Rayyan dan Haneera sama-sama menoleh. Dua paragraf pertama Rayyan mengabaikannya hingga menemukan sebuah bagian paling penting dari surat yang terlampir. Jantungnya memompa darah lebih cepat dari biasanya. Ribuan detik berlalu hanya untuk menunggu sebuah surat keputusan yang sempat membuat Rayyan pesimis. Bagaimana tidak, sudah beberapa minggu berlalu, tidak ada kabar terkini yang terdengar oleh Rayyan. Namun, kini secara mendadak pihak rektorat mengeluarkan sebuah pernyataan yang ditulis melalui digital.
Isi surat keputusan
Ada pula hasil dari rapat besar yang sudah terlaksana selama beberapa sesi, yang mempertimbangkan bukti-bukti yang diterima, pihak rektor menetapkan sebagai berikut:
Dugaan kolusi beasiswa BUMN yang dilaporkan, terbukti kebenarannya.
Adapun yang terindikasi dalam praktek kecurangan ini; Kepala Subbag Kemahasiswaan, dan juga oknum mahasiswa berjumlah empat orang; Alfina Putri Kencana, Ghufron Al-Faiz, Muhammad Ridwan, dan Surya Alkatiri.
Untuk menindaklanjuti perkara ini, pihak Universitas sepakat untuk memecat kepala Subbag Kemahasiswaan dan mengeluarkan mahasiswa yang terindikasi seperti yang tertera di nomor sebelumnya.Keputusan di nomor tiga berhasil membuat Rayyan bisa bernapas lega. Lelaki itu mengucap syukur berulang kali. Mengingat perjuangan menumpas kecurangan yang terjadi secara besar-besaran, menjadikan Rayyan seorang yang emosional. Netra Rayyan berembun dan manik hitamnya membulat lebih besar dari biasanya. Haneera pun sama, ada haru yang menyelimuti kala beban yang diemban akhirnya lunas.
“Han, yang lain pasti sudah tahu, ‘kan?”
Haneera mendongak dan langsung mengajak Rayyan. “Ayo kita temui mereka, Ray. Kita harus merayakan kabar ini.”
Pesan grup yang diisi dengan anggota BEM pun penuh dengan kegembiraan. Mereka bahkan menghubungi teman-teman yang masih belum menyalakan gawai mereka sehingga ketinggalan informasi yang melegakan.
[Bian mana Bian?! Bangun, woy! Keputusan rektor udah rilis!]
[Haha! Bian ketiduran, nongkrong sampai pagi karena tidak bisa tidur nungguin surat keputusan yang baru keluar di minggu ketiga bulan ini.]
[Rayyan, ada kabar di mana? Dia harus tahu, nih!]
Para anggora tentu mencari keberadaan Rayyan. Mereka ingin melihat reaksi Ketua BEM yang telah mengusulkan semua idenya untuk membongkar dugaan kolusi yang ternyata berbuah manis. Padahal, di ruang dan waktu yang lain, Rayyan terlampau bahagia sehingga tidak hanya muncul untuk mengabarkan pada teman-temannya bahwa mereka harus berkumpul.
[Rekan-rekan sekalian, di hari yang penuh keberkahan ini, ada baiknya kita berkumpul di Sekretariat tercinta.]
Hanya itu pesan yang dikirim oleh Rayyan. Akhirnya di ruangan berpendingin itu, Haneera menemani Rayyan dengan wajah sumringah bersama guratan keunguan yang menunjukkan rasa bahagianya atas semua pencapaian. Bagaimanapun, Haneera menghabiskan banyak waktu untuk membantu Rayyan dan segenap anggota BEM memecahkan problematika beasiswa BUMN.
Tak berselang lama, derap puluhan langkah mendekat. Saat Haneera mengintip dari jendela, lorong hampa yang sunyi, perlahan kembali riuh saat teman-temannya berbondong-bondong menuju sekretariat. Mereka saling merangkul, kebahagiaan terpancar dan ada rasa lega yang melebihi apapun kenikmatannya untuk saat ini.
“Kita berhasil! Yesh! Aku tidak nyangka kalau semua usaha kita tidak sia-sia, Ray!” Yuda merangkul Rayyan.
Rayyan tersenyum, ia menimpali, “Ini juga karena kerja keras kalian yang rela begadang dan rela bonyok bahkan hampir mati dikeroyok.”
Tawa mereka meledak saat mengingat cerita Rayyan dan Bian yang berbuat rusuh saat mengadili Ghufron di warkop saat pertama kali menggali informasi mengenai kolusi beasiswa. Bahkan, Haneera juga sampai rela mengelabui kerabatnya sendiri. Jika saja Surya tahu, mungkin Haneera akan dimusuhi karena membuat lelaki itu kini di drop out dari kampus akibat keterlibatannya melakukan kecurangan demi mendapatkan posisi sebagai penerima beasiswa. Namun, yang terpenting saat ini adalah keberhasilan mereka setelah demonstrasi yang menguras keringat, air mata, bahkan suara yang baru pulih tiga hari kemudian karena terlalu bersemangat melakukan orasi di depan gedung rektorat.
“Kita harus syukuran, nih! Bagaimana juga, mahasiswa yang kemarin kita bantu, pasti sangat bersyukur, Ray. Setidaknya akan ada tinjauan ulang untuk beasiswa itu dan kemungkinan mereka akan dapat tempat sebagai penerima beasiswa BUMN, menggantikan empat mahasiswa kurang ajar itu!” Yuda menepuk pundak Rayyan.
Namun, di tengah pembahasan mengenai kegiatan setelah pengunguman, Haneera kembali mengintip dari jendela saat suara bising yang mengusik memancing atensinya. Tidak salah lagi, derap langkah yang sama saat kawan-kawannya datang, kini justru dilakukan oleh para mahasiswa yang terkena dampak dari kolusi beasiswa. Di barisan depan ada Elfi, mahasiswi yang hampir bunuh diri karena gagal mendapatkan beasiswa harapannya.
Mereka datang dengan suka cita untuk berterima kasih kepada Badan Eksekutif Mahasiswa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekahan Luka
RomanceDemonstrasi besar-besaran di Universitas Aludra Laskar memaksa banyak fakultas tutup. Dipimpin oleh Rayyan Budi Cakrawangsa selaku Ketua BEM, mahasiswa mengepung gedung rektorat, menuntut transparansi dalam kasus kolusi beasiswa. Dengan aparat keama...