Di malam yang harum berkesan, membuat segalanya laksana taman bunga. Mengitari angan romansa memeluk sanubari. Jauh di dalam obsidian mata gadis yang kini mabuk asmara, terlukis sosok bersurai hitam kecoklatan nan gagah.
Senyumnya menyapa dunia setiap saat hingga waktu bosan memberi tunggangan. Bukan tanpa sebab, gadis bernamakan Lifya itu tersenyum karena tatapan mata yang seakan melayang-layang menggetarkan hatinya. Objek itu adalah Dew Jirawat, seorang aktor asal Thailand.
"Siapa, sih! Siapa coba yang nggak gila liat senyum kamu gini?! Kamu tuh sadar nggak, sih, kalau kamu tuh gemes banget!" geram Lifya seraya mencubit-cubit layar ponselnya.
Dew Jirawat
Tanpa Lifya sadari, jarum jam telah menunjukkan angka 12. Detak yang semakin riuh terdengar, membuat malam semakin jelas dirundung sunyi. Namun gadis itu tak acuh terhadap bawelnya detak jam. Ia tetaplah ia, seorang gadis pengagum senyum manis Dew Jirawat.
✨✨✨
Sedangkan jauh di kediaman Keanzo berpijak, riuh lisan anak seumurannya begitu membungkam detak jamnya. Dindingnya bergetar seperti teringin komplain akan kebisingan yang tak kunjung usai.
Di tengah situasi tersebut, Keanzo menepi seraya menatap layar ponsel yang terbungkam. Entah apa yang bersemayam di dalam relungnya hingga hening membuatnya membatu. Raut wajah malangnya terlukis jelas tanpa meninggalkan walau hanya satu bagian kecil.
"WOI!" pekik Gerald mencoba melalap patung yang merasuki tubuh Keanzo.
Respons diam Keanzo akhirnya memangil murka dalam jiwa Gerald. Pupil matanya mulai memamerkan bara api yang hendak mengamuk menerkam pria di hadapannya.
Keanzo yang peka terhadap hal tersebut pun membawa tubuhnya bangkit dari dunia hening. Ia mulai menuntun tangannya untuk singgah sejenak di bahu kekar Gerald sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya pergi.
Begitu langkahnya terhenti tepat di hadapan Rabim, seketika murka menyulut rasa yang awalnya sentosa. Harmoni yang bersenandung telah sirna ditelan kacaunya nada.
Tumpukan buku yang berserakan serta beberapa puntung rokok tergeletak dibiarkan, membuat ruang tamu yang semula indah kini tertelan kumuh.
Terlihat sosok Rabim bersama sebuah buku yang bergelayut manja pada jemari tampan miliknya. Jemari itu kian beraksi menyusup setiap himpit sempit di antara kedua lembar.
Tinta merah yang mengukir sebuah sastra menampilkan bakatnya. Beberapa diksi pengantar rasa yang dipadukan dengan kalimat-kalimat indah membuat siapapun yang membacanya bergelimangan iba.
"Engkau, laksana kilau pelita utusan dikara." seruan Rabim mengalun sebaris puisi yang ternyata pemberian dari Lifya.
Sontak Keanzo merebutnya seraya seru bersuara "Sini, sat! Punya gue ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan Lembut Sang Duri
Teen FictionMelalui jendela virtual mereka saling berikrar kasih pada cinta yang datang, hingga memeluk bahagia tatkala melangkah bersama. Seorang Lifyara Maulanee memberi segenap cintanya untuk Keanzo Aleandra, seorang lelaki tampan berparas khas layaknya oran...